BERITA
Ini Kritik dan Gugatan Hukum Pasca Perppu Ormas Terbit
"Perppu ini garis besarnya kami bisa bilang perppu tidak akuntabel, dan tidak memenuhi prinsip-prinsip hukum HAM dan demokrasi yang harus dipatuhi negara dalam mengambil kebijakan."
AUTHOR / Dwi Reinjani, Gilang Ramadhan, Ninik Yuniati, Yudi Rachman
KBR, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Pasalnya Perppu tak akuntabel dan ceroboh. Hal itu ditunjukkan dengan dilanggarnya beberapa syarat penting penerbitan Perppu.
Salah satu anggota koalisi sekaligus Koordinator LSM pemantau HAM Kontras, Yati Indriani, menjelaskan syarat dikeluarkannya Perppu di antaranya kegentingan kondisi dan kekosongan hukum. Dua hal itu saja menurutnya sudah tak dipenuhi pemerintah. Sebab situasi saat ini tak mencerminkan kegentingan. Ditambah lagi, tidak ada kekosongan hukum terkait mekanisme pembubaran Ormas.
"Perppu ini garis besarnya kami bisa bilang perppu tidak akuntabel, dan tidak memenuhi prinsip-prinsip hukum HAM dan demokrasi yang harus dipatuhi negara dalam mengambil kebijakan. Kebijakan kita lihat ini seperti ada kegagapan dari pemerintah dan presiden, sehingga lahir perppu ini yang terkesan adalah ketidak hati-hatian, kecerobohan pemerintah dalam menghadapi situasi politik yang muncul akhir-akhir ini," ujar Yati dalam diskusi di YLBHI Jakarta, Rabu (19/7).
Yati pun menduga, Perppu Ormas muncul semata karena kepanikan pemerintah. Sehingga, penyusunannya pun serampangan dan mengesampingkan HAM. Misalnya, Perppu ini menghilangkan mekanisme peradilan dalam pembubaran Ormas.
Baca juga:
- Dirjen AHU Kemenkumham Jelaskan Alasan Pencabutan Status Badan Hukum HTI
- Gubernur Soekarwo Siapkan Perda Larangan Ormas Anti-Pancasila di Jatim
Selain itu, menurut anggota lain koalisi sekaligus Direktur Imparsial Al Araf, Perppu Nomor 2 tahun 2017 ini juga tak mencantumkan kriteria ketat tentang organisasi terlarang dan separatis. Sehingga, berpotensi menjadi pasal karet.
"Kita lihat perppu ormas ini diperuntukan semua ormas, bukan hanya untuk HTI, DPR harus hati-hati ini, kalau memang ingin mengatasi tindak radikalisme, seharusnya pemerintah membuat Perppu radikalisme bukan ormas." ujar Ar Araf.
Maka, koalisi pun meminta DPR agar menola Perppu ini. Kendati menolak peraturan ini, koalisi masyarakat sipil menyatakan belum berencana menggugat Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi. Sementara ini, pengajuan uji materi baru dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
HTI Dilarang Beraktivitas
Kendati peraturan ini ditentang dan menghadapi gugatan uji materi, pemerintah tetap bergeming. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, bahkan melarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beraktivitas pasca-status badan hukum Ormas itu dicabut. Kata dia, sejak dibubarkan kemarin maka segala aktivitas HTI setelahnya akan disebut melawan hukum dan bakal ditindak tegas oleh kepolisian.
Ia menyarankan HTI mengajukan gugatan melalui jalur hukum apabila tidak terima dengan keputusan pemerintah.
"Seandainya ormas yang bersangkutan tidak terima dengan keputusan ini, dan penyangkalan itu, ketidakterimaan itu dapat diwujudkan dalam suatu proses hukum di pengadilan nanti. Di sana akan ada satu proses hukum yang seadil-adilnya, apakah langkah pemerintah ini benar atau salah. Itu saja. Tidak usah diributkan," kata Wiranto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/7).
Menkopolhukam, Wiranto, mengklaim pembubaran HTI merupakan langkah logis dan realistis. Ia beralasan, ajaran HTI mengancam NKRI.
"Apakah kita memilih membubarkan satu, dua ormas yang nyata-nyata telah dinilai bertentangan dengan NKRI, atau kita biarkan kemudian NKRI bubar?" kata Wiranto.
Pemerintah mengklaim mengantongi bukti kuat bahwa HTI tidak sepakat dengan apa yang dianut bangsa Indonesia. Wiranto mengatakan, HTI menentang demokrasi, paham kebangsaan (nasionalisme), dan ingin mengganti sistem ketatanegaraan menjadi khilafah.
"Berarti tidak mengakui NKRI. Ini yang menjadi alasan Kemenkumham untuk segera mencabut izin dari ormas yang bersangkutan," tutur Wiranto.
Identifikasi Ormas Anti-Pancasila
Sementara itu, Kepala Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif mengaku lembaganya tak terlibat mengidentifikasi Orams-ormas anti-Pancasila. Hanya saja, UKP PIP bisa memberikan pertimbangan ataupun analisis.
"Oh enggak karena kita tidak otoritas. Mungkin hanya memberikan pertimbangan saja. Kita kan bukan lembaga eksekutor. Eksekutornya Mendagri dan Menkumham. Tapi kita bisa memberikan input dan analisis," kata Yudi Latief di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/7).
Terkait pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia, Yudi enggan berkomentar banyak. Ia hanya menyampaikan keyakinannya bahwa pemerintah telah mengikuti prosedur sesuai aturan yang berlaku.
"Kalau itu memang ada keputusan itu berarti otoritas terkaitpun sudah mengikuti prosedur prosedur yang ditentukan berdasarkan requirement dari peraturan itu sendiri," tuturnya.
Baca juga:
Polisi Masih Pelajari Perppu
Kepolisian belum menentukan tindakan apa yang akan ditempuh apabila HTI masih berkegiatan. Wakapolri, Syafruddin, mengatakan masih mempelajari ketentuan-ketentuan dalam Perppu Ormas.
"Kami mempelajari dulu isi dari Perppu dan isi keputusan itu. Belum ada yg dikirim ke kami. Kami pelajari dulu dengan merapatkan secara internal, lalu kami akan koordinasi yang dipimpin Menkopolhukam," kata Syafruddin di Gedung DPR RI, Rabu (19/07/17)
Syafruddin mengatakan, Polri masih menunggu salinan keputusan pencabutan badan hukum HTI dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Setelah itu Polri akan melakukan pengkajian terhadap keputusan itu secara internal.
"Langkah-langkah yang akan diambil nanti secara komprehensif dibahas saat koordinasi," ujarnya.
Perlawanan HTI
Setelah status badan hukumnya dicabut, Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memastikan takkan melakukan kegiatan apapun yang bertentangan dengan undang-undang. Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto, mengatakan telah memerintahkan HTI di seluruh daerah untuk menyikapi putusan pembubaran ini dengan tenang.
"Saat ini kami meminta semua tenang, kami juga meminta semuanya tawakal dan sabar," ungkap Ismail ketika dihubungi KBR, Rabu (19/7) malam.
Instruksi ini diamini oleh Ketua DPD HTI Sumatera Utara, Irwan Said. Dia pun telah meminta para anggotanya agar melakukan kegiatan besar-besaran, aktivitas pun hanya sebatas pertemuan kecil. Bila perlu, dia bahkan mengatakan akan menurunkan papan nama HTI.
"Kalau pun pemerintah dan polisi melarang kegiatan yang kami buat maka kami di daerah mengikuti apa yang menjadi keputusan dari pusat. Jadi kalau DPP mengatakan tidak boleh ada kegiatan mungkin plang juga akan diturunkan. Intinya HTI tetap menghormati," kata Irwan Said di Medan, Rabu (19/7).
Baca juga:
Dia pun mengaku masih kecewa dengan keputusan pemerintah. Sebab dia menganggap kebijakan pemerintah menyalahi ketentuan dalam Perppu.
"Ini melanggar terkait dengan surat peringatan yang diatur mekanismenya dalam Pasal 61, bahwa satu minggu setelah Perppu ini dikeluarkan diberikan waktu. Tapi ini menyalahi, setelah dikeluarkan langsung dicabut SK," ungkapnya.
Karena itu HTI pun memilih melawan keputusan pemerintah itu melalui jalur hukum. Selain uji materi ke Mahkamah Konstitusi, organisasi ini juga bakal mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Yang jelas kami akan melakukan perlawanan hukum. Pertama kita masih terus melanjutkan permohonan uji materi yang sudah kita lakukan ke MK. Kedua, kita akan lakukan gugatan ke PTUN atas tindakan pemerintah yang sudah sewenang-wenang," tutur Juru Bicara HTI Ismail Yusnanto saat dihubungi KBR melalui telepon.
Menurut Ismail, gugatan ke PTUN ditempuh lantaran HTI menilai pemerintah sewenang-wenang. Pasalnya, HTI mengaku sama sekali belum pernah menerima surat peringatan. Padahal Perppu Ormas mengatur pencabutan status badan hukum adalah langkah terakhir setelah didahului dengan peringatan tertulis.
Editor: Nurika Manan
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!