NASIONAL

Indonesia Membantah Ada Penghilangan Paksa di Papua

Bantahan itu disampaikan merespons surat permintaan data, informasi, dan klarifikasi kepada Indonesia yang dikirim oleh Special Procedures Mandate Holders (SPMH).

AUTHOR / Siti Sadida Hafsyah

Indonesia Membantah Tuduhan Penghilangan Paksa di Papua
Forum Peduli Masyarakat Adat saat menggelar Aksi Unjuk Rasa di PTUN Jayapura tahun lalu, terkait perusahaan sawit. (Foto: Nesta Makuba/jeratpapua)

KBR, Jakarta- Pemerintah Indonesia membantah dugaan soal penghilangan paksa, penggunaan kekerasan berlebihan, penyiksaan, dan pemindahan paksa di Provinsi Papua dan Papua Barat pada 2021.

Bantahan itu disampaikan merespons surat permintaan data, informasi, dan klarifikasi kepada Indonesia yang dikirim oleh Special Procedures Mandate Holders (SPMH).

SPMH merupakan suatu alat kelengkapan dewan Hak Asasi Manusia (HAM) yang bertugas memonitor perkembangan kemajuan HAM di berbagai negara yang menjadi anggota PBB, namun tidak bekerja di bawah PBB.

Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Febrian A. Ruddyard mengklaim dugaan itu tidak benar.

"Mengenai penghilangan paksa, penggunaan kekerasan berlebihan, penyiksaan dan pemindahan paksa di Provinsi Papua Barat, ini merupakan joint communication SPMH yang kita terima pada tanggal 20 Februari 2022. Dan Kemlu di Jenewa telah mengirimkan surat terhadap komunikasi tersebut. Jadi beberapa hal telah kita sampaikan kepada SPMH," ujar Febrian dalam rapat kerja di Komisi I DPR, Rabu (06/04/22).

Baca juga:

Menurutnya, Pemerintah Indonesia saat ini fokus pada percepatan, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

"Di Indonesia tidak ada tempat untuk pembunuhan ekstra yudisial, penghilangan paksa, dan juga penyiksaan," ucapnya.

Febrian mengaku Pemerintah Indonesia telah menyampaikan respons terhadap pencermatan isu kemanusiaan yang disampaikan SPMH. Ia terbuka untuk komunikasi lebih lanjut jika diperlukan.

"Sebagai bentuk komitmen dalam pemajuan HAM, pemerintah Indonesia menjalankan SOP untuk menjawab semua komunikasi dari SPMH. Karena pentingnya komunikasi SPMH ini adalah responsiveness negara anggota dalam memberikan klarifikasi," katanya.

Ia menambahkan, "Kemudian bila mereka tidak puas, mereka akan bertanya lagi, dan kita jawab lagi. Ini akan terus berlangsung sampai mereka menyatakan memiliki pemahaman yang sama dengan informasi yang kita sampaikan," imbuhnya.

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!