NASIONAL

Imparsial Dorong KPK Lanjutkan Tangani Korupsi Kabasarnas

"Mendorong KPK untuk lebih punya keberanian gitu kan dalam konteks terus memproses kasus korupsi di Basarnas "

AUTHOR / Astri Septiani

OTT Basarnas
Minta maaf, Waka KPK Johanis Tanak dan Danpuspom TNI Agung Handoko konpers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/07/23). (Antara/Reno Esnir)

KBR, Jakarta-    LSM  HAM, Imparsial menilai langkah KPK yang meminta maaf dan menyerahkan kasus dugaan korupsi Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas kepada Puspom TNI untuk melalui peradilan militer merupakan langkah yang keliru dan dapat merusak sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia. Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai   korupsi merupakan kejahatan yang tergolong tindak pidana khusus sehingga KPK seharusnya menggunakan UU KPK sebagai pijakan dan landasan hukum dalam memproses militer aktif yang terlibat dalam kejahatan korupsi tersebut. 

Kata dia, KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis (aturan  yang khusus mengesampingkan aturan  yang umum) dan lanjut mengusut kasus dugaan korupsi tersebut.

"Harus ada desakan politik yang lebih kuat dalam bentuk mendukung KPK untuk mengambil peran lebih di depan. Misalnya presiden gimana tuh sikapnya kan sampai sekarang kan belum ada suaranya. Terus Menkopolhukam di bawahnya, termasuk juga saya kira ada DPR. Perlu ada satu dorongan politik yang lebih besar dalam konteks mendorong KPK untuk lebih punya keberanian gitu kan dalam konteks terus memproses kasus korupsi di Basarnas maupun juga yang melibatkan TNI maupun di instansi lain," kata dia saat dihubungi KBR, Minggu (30/7/23).

Kata dia, pemerintah wajib mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil, terutama pada instansi yang jelas bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI. Alasannya,  hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif tersebut. 

UU yang dimaksud kata dia adalah UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang dinilai merupakan sistem hukum eksklusif bagi prajurit militer yang terlibat dalam tindak kejahatan. UU ini seringkali menjadi sarana impunitas bagi mereka yang melakukan tindak pidana dan jadi alibi untuk tidak mengadili prajurit TNI di peradilan umum. 

Dia mendesak Pemerintah dan DPR   segera merevisi UU tersebut.

"Revisi itu kewajiban konstitusional ya. Pemerintah, Presiden, DPR untuk segera merevisi mereformasi sistem peradilan militer yang selama ini menjadi sarang impunitas. Tapi kan sampai sekarang realitasnya kan belum dijalankan. Bahkan Jokowi sendiri kan pada tahun 2015 kan salah satu agenda prioritas nawacitanya kan peradilan militer itu masuk loh. Tapi kan enggak jalan juga kan sampai sekarang," tambahnya.

Imparsial menyebut, Pasal 65 ayat (2) UU TNI mengatakan bahwa “Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.”


Baca juga:

Respons Jokowi usai OTT KPK Proyek Kereta Api

- Menko Luhut: OTT Jelek Buat Indonesia

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Johanis menyatakan terdapat kekhilafan dari tim penyelidik saat melakukan OTT. Mengacu kepada Undang-undang, Johanis menjelaskan lembaga peradilan terdiri dari empat yakni militer, umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN).

Ia mengakui bahwa peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.

"Tim penyelidik kami, mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwa sahnya manakala ada melibatkan TNI, harus diserahkan kepada TNI, bukan kita KPK," ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/7/2023).

Kasus bermula ketika  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus 11 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Bekasi, pada Selasa (25/05/23). Dari hasil operasi senyap itu, KPK menetapkan lima tersangka suap pengadaan barang dan jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Basarnas tahun 2021-2023. 

Para tersangka itu Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil. 

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!