NASIONAL

IKN, Jatam Kecam Upaya Pengusiran Paksa Masyarakat Adat

"Badan otorita mengultimatum lebih kurang 200 warga untuk segera membongkar rumah dan bangunannya."

AUTHOR / Heru Haetami

Kawasan inti IKN
Pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, Senin (12/02/24). (Antara/Rivan Awal)

KBR, Jakarta- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengecam upaya relokasi paksa yang dilakukan Badan Otorita Ibu Kota Nusantara terhadap ratusan masyarakat adat yang bermukim di sana. Koordinator Jatam Nasional, Melky Nahar mengatakan, klaim pemerintah yang menyebut mereka ilegal tidak dibenarkan lantaran warga telah ada lebih dulu, jauh sebelum rencana pemindahan ibu kota.

"Sebetulnya klaim pemerintah bahwa secara RTRW (rencana tata ruang wilayah) warga itu ilegal itu tidak bisa dibenarkan begitu ya. Karena rencana pemindahan ibu kota negara termasuk RTRW yang menjadi acuan pemerintah dalam melakukan relokasi ratusan ribu penduduk itu sebetulnya belakangan gitu ya jauh sebelum warga sudah menempati lokasi yang ada di kawasan IKN itu," kata Melky kepada KBR, Kamis (14/3/2024).

Melky Nahar menilai, upaya paksa dari pemerintah untuk mengusir warga sama halnya dengan kejahatan yang dilakukan secara terbuka.

Itu sebab, ia menuntut Presiden Jokowi termasuk Kementerian ATR/BPN dan Badan Otorita IKN untuk segera menghentikan upaya paksa menggusur rumah-rumah warga.

"Karena warga punya hak yang sama gitu ya atas tanah, atas ruang hidupnya. Kami mendesak pemerintah untuk segera hentikan upaya paksa ini. Pastikan warga tetap bertahan di situ, pemerintah justru mesti memberikan legalitas secara hukum terhadap warga, sehingga mereka punya kedaulatan penuh atas ruang hidupnya," katanya.

Baca juga:

Sebelumnya pada 8 Maret 2024, sekitar 200 warga Pamaluan dan Sepaku, Penajam Paser Utara di IKN diundang dalam pertemuan mendadak yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengendalian Badan Otorita Ibukota Nusantara (OIKN).

Di antara banyak warga yang disebut berada dalam “garis merah” ini, salah satunya komunitas warga Kampung Sabut di Kelurahan Pemaluan.

Melky menyebut, mereka mendapat teror dan intimidasi melalui dua pucuk surat undangan dan surat teguran yang baru diberikan satu hari sebelum hari pertemuan dilangsungkan.

"Badan otorita mengultimatum lebih kurang 200 warga untuk segera membongkar rumah dan bangunannya. Pemerintah tuding mereka sebagai penduduk ilegal. Rumah-rumah mereka dianggap tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Perencanaan Ibu Kota Nusantara (RTRW IKN) yang baru muncul tahun 2023 ini," ujar Melky.

Merespons hal itu, Kepala Badan Otorita IKN Bambang Susantono membantah bahwa telah melakukan relokasi paksa terhadap masyarakat adat.

Bambang mengaku telah membentuk forum komunikasi yang melibatkan tokoh masyarakat dan para investor yang masuk ke IKN.

"Saya kira prinsipnya sekali lagi kita tidak akan menggusur semena-mena ya dan komunikasi itu berjalan sekarang," kata Bambang di Istana Merdeka, Rabu (13/3/2024).

Bambang Susantono juga membantah telah memberikan tenggat 7 hari pada masyarakat adat untuk meninggalkan wilayah IKN.

"Saya kira kita prinsipnya semuanya harus lebih baik ya. Penduduk yang di sana lebih baik. Jadi komunikasi intens sedang berjalan di lapangan," ujarnya.


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!