NASIONAL

ICW: APBDes, Sektor Terbesar Pemicu Tipikor 2022

Sektor Dana Desa yang kerap kali menjadi obyek langganan kasus korupsi, baik yang dilakukan oleh pemerintah desa itu sendiri maupun instansi terkait.

AUTHOR / Shafira Aurel

APBDes
Petugas Kejari Kab Bengkulu Tengah menahan Kades Tanjung Heran Bengkulu Tengah DE terkait kasus dugaan korupsi dana desa, 2021 lalu. (Foto: Antara/Helti M)

KBR, Jakarta - Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) menjadi sektor terbesar yang berpeluang memicu terjadinya Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sepanjang 2022.

Peneliti ICW, Lalola Easter mengatakan, sebenarnya ada beberapa sektor yang menjadi pusat rawan korupsi. Salah satunya, sektor Dana Desa yang kerap kali menjadi obyek langganan kasus korupsi, baik yang dilakukan oleh pemerintah desa itu sendiri maupun instansi terkait.

Dalam catatannya, sepanjang 2022, korupsi terkait sektor APBDes mencapai total 576 terdakwa, Utilitas 335 terdakwa, Perbankan 213 terdakwa, dan Pemerintah dengan 202 terdakwa.

"Sektor yang paling banyak terjadi korupsi itu khususnya di bagian Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APBDes, seperti yang sudah saya sampaikan. Termasuk juga Dana Desa. Kemudian sektor terbanyak kedua, Utilitas, ada 335 terdakwa," ujar Lalola dalam konferensi pers, Rabu (12/7/2023).

Lebih lanjut, Lalola menambahkan, sektor lain yang juga menarik untuk dicermati dan dipantau perkembangan polanya adalah, korupsi pada sektor Perbankan dan Kepemiluan.

Baca juga:

- KPK Duga Hasil Korupsi Eks-Bupati Pemalang Mengalir ke Parpol

- OTT Bupati Pemalang, Ganjar Ingatkan Pemda Tak Main Proyek

Masih berkaitan, Lalola menyebut, kasus Tipikor pada 2022 mengalami tren peningkatan yang cukup signifikan. ICW mencatat pada 2022, ada sebanyak 2.056 putusan perkara tindak pidana korupsi dengan total 2.249 terdakwa.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!