HEADLINE

Hukuman Mati, Koalisi: 2 Terpidana Dijebak

"Kami menengarai paling tidak dua nama, dari 14 nama yang beredar itu bukanlah orang yang bersalah "

AUTHOR / Ninik Yuniati

Hukuman Mati, Koalisi: 2 Terpidana Dijebak
Ilustrasi (sumber: Antara)

KBR, Jakarta- Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Hukuman Mati menagih tiga janji dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP) terkait eksekusi mati. Yakni, membuka data terpidana mati yang akan dieksekusi, membuka ruang forum bersama dengan masyarakat sipil dan pendamping terpidana mati, serta penilaian pasca-pelaksanaan kebijakan (post-policy assessment). Tiga janji tersebut dilontarkan staf KSP bidang HAM Ifdhal Kasim ketika bertemu dengan Koalisi beberapa waktu lalu.


Perwakilan Koalisi dari YLBHI Julius Ibrani mengatakan, tiga hal tersebut sangat penting lantaran tersiar kabar sebanyak 14 terpidana mati bakal dieksekusi selepas lebaran. Kata dia, Koalisi menemukan setidaknya dua nama terpidana mati tidak bersalah.


"Karena ada rencana, pascalebaran, eksekusi akan dilakukan, tapi sampai detik ini, tiga janji itu belum dilakukan. Padahal penting, kami menengarai paling tidak dua nama, dari 14 nama yang beredar itu bukanlah orang yang bersalah atas tuduhan kejahatan yang dilakukannya yaitu narkotika," kata Julius di Kantor YLBHI, Jumat (3/6/2016).


Julius Ibrani menambahkan, hasil pemeriksaan atas perkara dua terpidana mati tersebut menunjukkan kejanggalan dalam proses persidangannya. Selain itu, terdapat keterangan saksi yang menyatakan dua terpidana tersebut hanya dijebak.


"Fakta hukum proses persidangan banyak yang janggal, saksi-saksi yang diajukan, bukti yang tidak ada pada dirinya, dan konfirmasi dari beberapa saksi tambahan yang sengaja tidak dipanggil, bahwa itu jebakan terhadap dirinya," jelas dia.


Julius menegaskan, fakta banyaknya kejanggalan dalam proses peradilan para terpidana mati telah terjadi sejak eksekusi-eksekusi sebelumnya. Banyak putusan mati yang didasarkan pada data penyelidikan yang lemah.


"Eksekusi pertama  ada kejanggalan di mana ada schizofreni akut, yang secara hukum dikategorikan sebagai seorang yang melakukan gangguan kejiwaan, dan itu tidak boleh dihukum,"


 "Ada nama yang bukan nama dirinya, dia Afrika, tapi lucunya nama tersebut di luar negeri sedang ditahan karena proses hukum. Tapi dieksekusi di kita, padahal bukan namanya. Dan dalam putusan dan pertimbangan, kita temukan kejanggalan. Misalnya ada pernyataan, dikarenakan terdakwa adalah seorang berkulit hitam. Jadi sudah patut diduga bahwa mereka terlibat dalam peredaran narkotika, luar biasa, ada stigma yang bertentangan dengan hukum dan ham, diskriminatif," terang Julius. 


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!