NASIONAL
HKBP Tolak IUP Tambang, Dukung Energi Hijau
Konfesi HKBP 1996 menjadi landasan gereja menolak izin tambang.
AUTHOR / Resky Novianto, Astri Septiani, Heru Haetami, Ardhi Ridwansyah
-
EDITOR / Sindu
KBR, Jakarta- Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), menolak konsesi izin tambang, meski pemerintah telah memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Lewat keterangan yang diterima KBR, Ephorus HKBP, Pendeta Robinson Butarbutar mengatakan Konfesi HKBP 1996 menjadi landasan gereja menolak izin tambang. Konfensi tersebut diputuskan berdasarkan tugas HKBP yang bertanggung jawab menjaga lingkungan dari eksploitasi manusia atas nama pembangunan.
"HKBP ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah lama dieksploitasi umat manusia untuk atas nama pembangunan. Namun, sejak lama telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan hingga pemanasan Bumi yang tak lagi terbendung," kata Robinson dalam surat HKBP yang diterima KBR, Minggu,(10/06/2024).
"Yang harus diatasi dengan beralih secepat mungkin kepada pendekatan penggunaan teknologi ramah lingkungan, green energi, seperti solar energi, wind energi, dan yang lainnya yang masih akan dikembangkan," imbuhnya.
Sebelumnya, ormas keagamaan diberi keleluasaan mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga terkesan enggan menerima hak keistimewaan tersebut.
Tanggapan PGI
Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI, Henrek Lokra menyebut, mekanisme pemberian izin usaha tambang itu belum jelas.
"Karena masih sesuatu hal yang baru, dan belum jelas mekanisme dan scheme-nya." ujar Henrek kepada KBR, Minggu, (5/5/2024).
Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI, Henrek Lokra menegaskan, organisasinya belum mengambil sikap atas rencana bagi-bagi izin usaha tersebut.
"Belum dapat instruksi dari pimpinan." ujarnya.
Sementara PP Muhammadiyah masih mengkajinya, sedangkan Nahdlatul Ulama siap menerima pemberian izin tambang dari pemerintah.
NU Siap
Bahkan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mempersiapkan infrastruktur bisnis untuk mengelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah ke ormas keagamaan.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan, pemberian itu merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya agar tujuannya tercapai. Gus Yahya menjamin pengelolaan IUP akan dilakukan transparan.
“Nahdlatul Ulama akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya,” kata Gus Yahya, seperti dikutip KBR dari NU Online, Senin, (03 Juni 2024).
Gus Yahya menyebut NU memiliki jaringan organisasi yang mengakar hingga menjangkau ke tingkat desa, serta lembaga-lembaga layanan masyarakat di berbagai bidang yang mampu menjangkau seluruh Indonesia.
“Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasi yang lengkap, dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,” ujar Gus Yahya di Jakarta, Senin, (3/8/2024).
“Itu semua akan menjadi saluran efektif untuk mengantarkan manfaat dari sumber daya ekonomi yang oleh pemerintah dimandatkan kepada Nahdlatul Ulama untuk mengelolanya,” imbuhnya.
IUP Ormas Keagamaan, Misi Suci, dan Kejahatan Tambang
Ormas keagamaan yang selama ini membawa misi suci akan masuk ke wilayah abu-abu, dan terseret ke kejahatan pertambangan, jika memaksakan diri mengelola IUP tambang. Analisis ini disampaikan Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi merespons pemberian izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
"Dunia pertambangan di Indonesia ini masih pada wilayah grey area. Artinya banyak kejahatan pertambangan yang dilakukan selama ini dan itu untouchable. Saya khawatir kalau organisasi keagamaan yang selama ini membawa misi yang suci, maka dia akan terseret dalam kondisi kejahatan pertambangan tadi," kata Fahmy kepada KBR, Jumat, (07/06/24).
Menurutnya, pemberian WIUPK merupakan kebijakan yang blunder dan tidak tepat. Sebab, ormas keagamaan tidak memiliki kapabilitas dan kemampuan dana untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi pertambangan.
"Saya khawatir dengan berbagai cara ormas keagamaan hanya akan bertindak sebagai makelar atau broker. Nah, dalam kondisi macam itu yang diuntungkan lebih besar, ya, pihak swasta. Sedangkan ormas itu hanya memperoleh bagian yang kecil," kata Fahmy.
Sarat Kepentingan Politik
Ia menilai, keputusan ini sarat kepentingan politik ketimbang untuk kepentingan ekonomi masyarakat. Fahmi menduga, pemberian IUP ialah upaya Jokowi meninggalkan legasi agar tetap disayangi ormas keagamaan setelah lengser.
"Barangkali Jokowi berharap nanti setelah Oktober sebagai RI 1 masih ada yang membela Jokowi. Saya kira itu terbukti statement dari komandan banser yang menyatakan 'siapapun yang menyakiti Jokowi dan keluarganya maka akan berhadapan dengan banser'. Barangkali hal seperti itu yang diinginkan Jokowi dengan memberikan konsesi IUPK pada ormas keagamaan," tambahnya.
Ia mendesak pemberian izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada Ormas Keagamaan dicabut. Kata dia, cara meningkatkan kesejahteraan melalui ormas keagamaan bukan dilakukan dengan memberikan WIUPK.
Profitability Index
Kata dia, pemerintah bisa memberikan PI (profitability index) kepada ormas keagamaan, seperti yang dilakukan perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah.
"Pemerintah bisa memberikan yang disebut dengan PI atau profitability index misalnya 10%. Nanti, ormas akan mendapatkan manfaat dari PI tadi. Misalkan 10% dari hasil penjualan atau 10% dari keuntungan. Nah, itu dananya bisa dimanfaatkan dan tanpa risiko sama sekali," usulnya.
Pemberian PI dinilai lebih sesuai, sebab tidak berisiko dan tidak berpotensi menjerembabkan ormas keagamaan ke kubangan dunia hitam pertambangan.
"Menurut saya pemberitahuan WIUPK tadi itu lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Nah, kalau tujuannya memang cukup mulia tadi sesungguhnya, kan, tidak harus dengan memberikan konsesi tadi," tambahnya.
IUP Ormas Keagamaan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan tersebut diteken 30 Mei 2023.
Dalam regulasi itu ada aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Aturan itu tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas. Pada Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas dan organisasi keagamaan.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menambahkan, besaran lahan tambang untuk ormas keagamaan akan diberikan secara proporsional dan adil. Salah satu parameter adalah jumlah anggota atau jemaah ormas keagamaan tersebut. Ia mengatakan, penawaran prioritas tambang kepada ormas keagamaan dijadwalkan tuntas pekan depan.
“Besar, ya? salah satu yang mau saya jelaskan pemberian kepada PBNU adalah eks-KPC. Sudah tulis saja kenapa kalian malu-malu? Berapa cadangannya nanti tanya begitu sudah kita kasih, baru, tanyakan kepada mereka saja. Saya bukan ahli nujum juga,” ucap Bahlil, dalam konferensi pers, Jumat, (7/6).
IUPK Melanggar Undang-Undang
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), pemberian wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kepada ormas keagamaan adalah pembangkangan terhadap konstitusi dan undang-undang.
Dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara disebutkan, pemberian IUPK diprioritaskan kepada BUMN/BUMD, dan badan usaha swasta, dan harus melalui proses lelang.
Menurut Kepala Divisi Kampanye WALHI, Fanny Tri Jambore, di era Jokowi, izin pertambangan jadi alat transaksi kekuasaan dan obral sumber daya alam, terutama sektor batu bara.
"Hampir 5 juta hektare lahan telah diubah menjadi kawasan pertambangan batu bara, dengan setidaknya hampir 2 juta hektare berada di kawasan hutan," katanya lewat siaran pers yang diterima KBR.
Menurut Fanny, tren perusakan lingkungan akibat tambang tidak akan menurun. Sebab, .Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen-ESDM) terus meningkatkan target produksi batu bara nasional. Yakni, dari 618 juta ton pada 2022, menjadi 625 juta ton pada 2023, dan tahun ini 628 juta ton.
Situasi itu membuat Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar kesembilan dunia dengan 600 juta ton CO2 di sektor energi pada 2021.
Baca juga:
Editor: Sindu
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!