NASIONAL

Hampir 10 Juta Gen Z Menganggur, Bonus Demografi jadi Bencana Demografi?

Gen Z ini berkontribusi terhadap apa yang disebut bonus demografi. Tapi kalau mereka tidak siap atau tidak disiapkan, nah itu kan bahaya juga, karena jumlahnya tidak sedikit, dan bisa bahkan nanti.

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Sindu

Hampir 10 Juta Gen Z Menganggur, Bonus Demografi jadi Bencana Demografi?
Ilustrasi: Seorang pemuda mendaftar Program Prakerja di Jakarta. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Reza Rachmad Sidi, adalah sarjana komunikasi yang menganggur. Setelah lulus, ia berusaha mencari pekerjaan selama tiga bulan. Namun, hingga kini pemuda 24 tahun itu tak kunjung mendapat pekerjaan.

"Sudah berapa kali nyari kerja sudah pasti, ya. Kalau ditanya susah apa enggaknya, sudah pasti susah. Walaupun yang ditawarkan di berbagai platform job seeker, job seeker gitu kan juga banyak, tapi untuk tembus ke tahap interview saja sudah agak sulit banget," kata Reza kepada KBR, Selasa, (21/5/2024).

Salah satu faktornya lantaran syarat-syarat yang diminta perusahaan.

"Kalau ditanya kendala dari persyaratannya itu sudah pasti, kayak jumlah pengalaman dan good looking itu seharusnya tidak usah dicantumin sebenarnya. Apalagi yang soal perkara good looking itu sangat tidak penting sekali untuk menilai bagaimana pegawai itu dinilai kinerjanya. Dan juga kita nyari kerja itu juga nyari pengalaman, juga belajar gitu, jadi minimal pengalaman itu menurut saya tidak terlalu penting lah untuk dicantumkan sebagai syarat," imbuh Reza.

NEET

Perjuangan Reza mencari pekerjaan kemungkinan juga dialami jutaan pemuda Indonesia. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus tahun lalu, ada 9,89 juta anak muda di Indonesia yang tidak bekerja dan tidak sedang sekolah. BPS menyebutnya "not in employment, education, and training" atau NEET. 

Angka itu setara 22 persenan total penduduk usia muda Indonesia. Rentang usia mereka 15-24 tahun. Alasannya menurut BPS, karena putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, persoalan finansial, termasuk kewajiban rumah tangga.

Lulusan SMK

Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, jutaan anak muda yang menganggur itu masih mencari dan belum mendapat pekerjaan.

"Terbanyak disumbangkan dari lulusan SMK, anak-anak lulusan SMA, ini karena memang terjadi miss match. Yang terus didorong oleh pemerintah adalah membangun pendidikan dan pelatihan vokasi itu nyambung dengan pasar kerja, terjadi link and match antara pendidikan dengan pasar kerja, itu yang terus kita dorong. Jadi pendidikan dan pelatihan kerja harus berorientasi pada kebutuhan pasar kerja penyiapannya harus menyesuaikan pada pasar kerja," kata Ida usai rapat dengan DPR, Senin, (20/5/2024).

Karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan akan mengatur skema keahlian sumber daya manusia melalui sejumlah pelatihan untuk mengatasi persoalan tenaga kerja. Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor mengeklaim selama ini 90 persen yang mengikuti pelatihan berhasil bekerja atau diserap di dunia kerja.

"Pelatihan, penciptaan skill. Karena perusahaan dunia usaha dunia industri itu selalu kalau saya jadi wakil menteri selalu Pak Wamen kami mau menaikkan gaji mereka asal skill mereka ditingkatkan, kami mau menambah salary mereka asal mereka juga punya kompetensi yang bagus. Nah, oleh karena itu dunia usaha dunia industri yang sudah mempekerjakan mereka bisa juga kita rekrut adalah mereka juga bisa diberikan pelatihan sesuai yang diinginkan di dunia usaha tadi," kata Afriansyah.

Disaster Demografi?

Merespons fenomena tersebut, sosiolog dari Universitas Indonesia, Ida Ruwaida mendorong pemerintah segera menangani jutaan anak muda yang kini tidak produktif. Apalagi kata dia, saat ini sudah terjadi pergeseran cara pandang terhadap pekerjaan di generasi sekarang.

"Yang menarik kan sebetulnya juga data mengindikasikan tingkat partisipasi mereka di dunia pendidikan juga rendah. Karena kan tidak bisa dipungkiri juga orang sebagian mungkin tidak berpikir untuk sekolah tinggi-tinggi atau berijasah karena kaitannya juga dengan ternyata bisa jadi youtuber, bisa jadi apa, bisa jadi apa, ya, kan. Bekerja itu sebetulnya sudah berbeda orientasinya. Nah, artinya kan pemerintah juga harus mencoba memetakan sebetulnya potensi anak muda ini di mana, nah ini kesungguhan pemerintah untuk merancang agenda pembangunan untuk pemuda itu," kata Ida kepada KBR, Selasa, (21/5/2024).

Ida mengatakan, perlu ada program atau agenda strategis melibatkan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Sebab, ia tidak ingin bonus demografi yang dimiliki Indonesia pada 2030, berubah menjadi disaster atau bencana demografi.

"Gen Z ini berkontribusi terhadap apa yang disebut bonus demografi. Tapi kalau mereka tidak siap atau tidak disiapkan, nah itu kan bahaya juga, karena jumlahnya tidak sedikit, dan bisa bahkan nanti menjadi apa yang disebut sebagai disaster demografi," pungkasnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!