NASIONAL

Guru Terancam Kriminalisasi, Perlindungan Hukum Lemah

"Meskipun sudah ada banyak peraturan yang melindungi profesi guru, namun dalam praktiknya, banyak guru yang justru menjadi korban"

AUTHOR / Astri Septiani, Naufal Nur Rahman

EDITOR / Muthia Kusuma Wardani

guru
PGRI membentangkan poster dukungan kepada guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (24/10/2024). (FOTO: ANTARA/La Ode Muh Deden)

KBR, Jakarta- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, maraknya kasus kekerasan di lingkungan sekolah telah membuat profesi guru semakin rentan. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji mengungkapkan keprihatinannya terkait maraknya kasus kriminalisasi terhadap guru.

"Meskipun sudah ada banyak peraturan yang melindungi profesi guru, seperti Undang-Undang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, namun dalam praktiknya, banyak guru yang justru menjadi korban," ujar Ubaid kepada KBR, Jumat, (8/11/2024).

Ubaid melihat bahwa akar masalahnya terletak pada lemahnya sistem perlindungan yang seharusnya melindungi guru, termasuk kurangnya peran lembaga perlindungan terhadap guru dalam mendidik dan mendisiplinkan siswa.

Baca juga:

"Dalam konteks perlindungan profesi guru mestinya ada pimpinan sekolah juga bisa berperan, organisasi profesi guru juga bisa berperan, TPPK tim pencegahan dan penanggulangan kekerasan di level sekolah juga berperan, Satgas di kabupaten kota mestinya berperan, satgas di provinsi juga mestinya berperan, dinas, kemudian kementerian juga punya peran. Nah kenapa kemudian guru banyak yang dikriminalisasi? Ya karena memang lembaga-lembaga tadi yang saya sebutkan itu mati, tidak berperan," tambahnya.

Ubaid Matraji menegaskan maraknya kasus kekerasan di sekolah semestinya menjadi perhatian semua pihak terkait untuk terlibat aktif dalam pencegahannya.

"Masih banyak darurat kekerasan di sekolah. Tugas pencegahan kekerasan ini menjadi tugas kita semua, ya gurunya, kayak institusi pencegahan dan ini harus terlibat semua dan memahami gitu yang masuk ke kekerasan fisik itu bagaimana yang masuk ke kekerasan seksual itu bagaimana, yang termasuk kekerasan psikis gitu gimana. Jadi harus jelas, sehingga jangan kemudian ada pihak yang dituduhkan melakukan kekerasan tapi mereka tidak merasa karena ketidaktahuannya gitu," tegas Ubaid.

Kasus Supriyani

Kasus kriminalisasi terhadap guru belakangan mendapat sorotan luas, setelah viralnya kasus yang dialami Supriyani, seorang guru honorer asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Supriyani dijadikan terdakwa atas kasus dugaan kekerasan terhadap siswa. Dia diadukan orang tua muridnya yang merupakan polisi dengan jabatan Kepala Unit Intelkam di Polsek Baito.

guru
Sejumlah guru menangis saat aksi dukungan bagi guru honorer Supriyani yang sedang menjalani sidang, di Pengadilan Negeri Andoolo, Sulawesi Tenggara, Senin, (28/10/2024). (FOTO: ANTARA/Jojon)

Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan mengatakan kasus pemidanaan terhadap Supriyani terkesan dipaksakan. Dia menyebut, tak ada bukti yang menguatkan tuduhan terhadap Supriyani. Andre justru menyebut, selama menjalani proses hukum, Supriyani kerap mendapat intimidasi, hingga diminta uang damai atau diperas hingga puluhan juta rupiah.

“Ibu Supriyani ini masih coba dihubungi oleh pihak-pihak dan terkesan dipaksakan untuk melakukan perdamaian. Padahal, pada saat persidangan ini sudah mulai, kami menyatakan bahwa kami menolak yang namanya apapun itu bentuknya perdamaian. Karena kami melihat bahwa perdamaian ini sebenarnya tidak tulus. Justru perdamaian ini seakan mau mengarahkan ibu Supriyani supaya mengaku bersalah dan meminta maaf kemudian perkara ini selesai,” ujar Andre dipantau dari kanal YouTube Berita KBR, Rabu (06/11/2024).

Baca juga:

Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan mengatakan, karena mendapat intimidasi dan tidak paham hukum, kliennya terpaksa menandatangani surat damai dengan orang tua siswa. Perdamaian itu difasilitasi Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga. Belakangan, Supriyani mencabut surat perdamaian itu yang memicu somasi Bupati Surunuddin akibat dugaan pencemaran nama baik.

Kasus Supriyani ini memicu kritik dari berbagai pihak, mengenai posisi dilematis para guru dalam mendisiplinkan siswa. Para guru khawatir upaya mendisiplinkan siswa berujung pada ancaman pidana.

Dalam catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sepanjang 2015 hingga 2020, kriminalisasi terhadap guru mencapai 150 kasus.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!