NASIONAL
Gubernur Dedi Kini Membantah Vasektomi Jadi Syarat Bansos
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana memperketat syarat penerima bantuan sosial di wilayahnya.

KBR, Jakarta- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi membantah vasektomi (memandulkan pria) jadi syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan sosial (bansos) dari provinsi.
Dedi mengklaim, tidak ada kebijakan vasektomi bagi penerima bansos. Ia berdalih, syarat keluarga berencana (KB) adalah anjuran, terutama bagi calon penerima bansos dengan banyak anak.
"Bisa dilihat di media sosial saya. Media sosial saya adalah kepada penerima bantuan yang anaknya banyak, diharapkan berkeluarga berencana, dan keluarga berencana itu kalau bisa yang melakukan laki-laki. Dan, tidak vasektomi saja, kan, ada yang lain, ada pengaman," kata Dedi di Kantor Kementerian Hak Asasi Manusia, Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA.
Tidak Urgen
Namun, apa yang disampaikan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kadung menuai polemik, dan mendapat berbagai tanggapan sejumlah kalangan. Antara lain dari Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono. Menurutnya, belum urgen menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos.
"Kami belum membahas itu (vasektomi). Bagi Kemenesos, itu bukan hal urgen," jelasnya di Semarang, Kamis, 8 Mei 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA.
Wamensos menjelaskan, Kementerian Sosial tetap akan memakai Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai syarat penerima bansos. Di dalam DTSEN tersebut ada berbagai indikator penerima bansos.
"Di DTSEN itu sudah dibadi. Siapa yang miskin, siapa yang miskin ekstrem, siapa yang rentan, siapa yang kaya. Nah, Kemensos di dalam memberikan bantuan sosialnya itu dasarnya dari desil-desil itu," imbuhnya.
Vasektomi untuk Bansos?
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana memperketat syarat penerima bantuan sosial di wilayahnya.
Salah satu syaratnya adalah kewajiban mengikuti program keluarga berencana (KB), khususnya bagi laki-laki atau biasa disebut vasektomi.
"Warga masyarakat yang berpenghasilan rendah atau warga ekonomi ke bawah yang dikategorikan miskin itu saya selalu temui anaknya lebih dari tiga. Kalau terlalu banyak, yang saya perhatikan jangankan untuk sekolah, untuk biaya melahirkan saja tidak terbayar," katanya.
Ia beralasan, langkah ini untuk menekan beban ekonomi keluarga miskin agar tidak semakin berat dengan bertambahnya jumlah anak.
"Kemudian apa artinya bantuan tersebut, kalau jumlah anaknya bertambah terus kan, tidak bisa meningkatkan derajat ekonominya sehingga saya sampaikan agar Penerima bantuan Pemprov Jabar ini di-KB,”ucapnya di Balai Kota Depok, Selasa, (29/4/2025).
Dedi bahkan mengusulkan warga yang bersedia vasektomi akan diberi insentif Rp500 ribu. Ia juga menegaskan, vasektomi bukan mematikan kejantanan, namun vasektomi berperan menjaga keseimbangan perekonomian.

Melanggar HAM?
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro menegaskan, tidak boleh ada pemaksaan vasektomi.
Sebab menurutnya, vasektomi adalah bagian dari otoritas atas tubuh seseorang yang tidak bisa dipertukarkan dengan bansos.
"Itu juga menyangkut privasi, ya, vasektomi atau apa pun yang dilakukan terhadap tubuh merupakan bagian dari hak asasi. Jadi sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lain, ya," ujar Atnike di kantor Komnas HAM, Jumat, (2/5/2025).
"Penghukuman aja nggak boleh pidana dengan penghukuman badan yang seperti itu tuh sebetulnya bagian yang ditentang di dalam hak asasi. Apalagi itu dipertukarkan dengan bantuan sosial. Pemaksaan KB aja itu pelanggaran HAM," kata Atnike.
Tidak Tepat
Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai rencana vasektomi tidak tepat, karena bertentangan dengan konstitusi dan undang‑undang kesejahteraan sosial.
Selain itu, rencana vasektomi juga dinilai melanggar prinsip hak asasi manusia dan otonomi tubuh individu.
"Kewajiban melakukan vasektomi atau metode KB lain bagi laki-laki tidak selayaknya menjadi penghalang memperoleh bantuan sosial. Karena penerimaan bantuan sosial diatur sebagai hak mendasar warga negara yang diamanatkan konstitusi dan undang‑undang, bukan instrumen untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk," ujar Achmad kepada KBR, Rabu, (7/5/2025).
"Bantuan sosial seharusnya berfungsi sebagai jaring pengaman sosial yang sifatnya darurat dan bersifat pemberdayaan, bukan instrumen kontrol demografis," tambahnya.
Bansos Hak Warga Negara
Achmad Nur Hidayat juga menjelaskan, penerimaan bantuan sosial sebagai hak warga negara diatur dalam beberapa payung hukum strategis.
Pertama, Pasal 34 UUD 1945 menegaskan kewajiban negara memelihara fakir miskin dan anak terlantar sebagai wujud penerapan sila kelima Pancasila tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, UU 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menjabarkan kewajiban negara dan pemangku kepentingan memberikan berbagai bentuk layanan sosial termasuk bantuan sosial kepada kelompok miskin, tidak mampu, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Ketiga, UU 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menegaskan, bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi acuan utama pemerintah pusat dan daerah dalam menyalurkan bantuan sosial, sehingga setiap penerima sudah melalui seleksi data objektif dan akurat.
"Dengan landasan ini, bantuan sosial bersifat universal untuk kelompok rentan, bukan program bersyarat yang mengintervensi hak reproduksi," kata Achmad.

Masalah Mendasar
Achmad menambahkan, meski grafik kemiskinan ekstrem di Indonesia cenderung menurun, kemiskinan struktural masih menjadi persoalan mendalam lantaran akses terbatas terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi.
Fenomena di banyak daerah menunjukkan, masyarakat terjebak lingkaran kemiskinan jangka panjang. Meski pendapatan mereka kadang di atas garis kemiskinan resmi, tetapi tetap sulit keluar dari kondisi rentan.
"Pemerintah sebaiknya memprioritaskan upaya penanggulangan kemiskinan struktural melalui kebijakan inklusif yang memutus siklus kemiskinan, serta meningkatkan akses dan kesempatan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat," ucap Achmad.
"Dengan demikian, bantuan sosial akan kembali kepada tujuan aslinya yakni menjaga kesejahteraan dan martabat warga negara, tanpa syarat yang mengekang kebebasan pribadi," jelasnya.
Tentang Vasektomi
Vasektomi adalah Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) bagi laki-laki. Cara ini menyerupai metode ikat kandungan untuk perempuan, atau biasa disebut tubektomi.
Vasektomi dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dengan cara mengoperasi ringan, mengikat atau mengoperasi saluran sperma pria untuk menghambat, dan tidak bertemu sel telur perempuan (istri) saat berhubungan seksual. Kondisi ini membuat sperma tak bisa membuahi sel telur, akibatnya istri tidak bisa hamil.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!