BERITA

Fokus Inpers untuk Pencegahan Konflik di Daerah

KBR68H, Jakarta

AUTHOR / Doddy Rosadi

Fokus Inpers untuk Pencegahan Konflik di Daerah
inpers, gangguan keamanan

KBR68H, Jakarta – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Inpres penanganan gangguan keamanan di daerah. Inpres itu memberikan kewenangan kepada kepala daerah dalam mencegah dan juga mengatasi konflik di daerahnya masig-masing. Seperti apa sebenarnya peran kepala daerah berdasarkan Inpres tersebut. Simak perbincangan KBR68H dengan juru bicara Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek dalam program Sarapan Pagi

Dalam inpres penanganan gangguan keamanan di daerah sebenarnya peran dari kepala daerah seperti apa?

Bahwa pemerintah telah menerbitkan Inpres No. 2 Tahun 2013 perlu saya jelaskan beberapa apa dan bagaimana latar belakang kenapa inpres itu harus diterbitkan oleh pemerintah. Sejatinya inpres itu bermaksud untuk meningkatkan efektifitas penanganan gangguan keamanan secara terpadu, terpadu antar dan oleh instansi terkait. Apa dasar hukumnya, dasar hukumnya dimaksudkan pada Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-undang No. 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial. Kemudian dasar hukum berikutnya adalah turunan dari Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Di dalam Pasal 26 dan Pasal 27 salah satu tugas pokok pemerintah daerah adalah menangani, menjaga ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Berangkat dari pemikiran semacam itulah kemudian kita tidak bantah, bahwa terjadi adanya potensi terhadap kerawanan gangguan keamanan sosial, konflik komunal yang boleh dibilang meningkat, di 2013 tentu kita harus meningkatkan penanganan secara efektif, terpadu antar dan oleh instansi terkait. Bagaimana peran kepala daerah, bahwa sejatinya memang di tingkat pusat telah dibentuk tim koordinasi terpadu yang diketuai Menkopolhukam, kemudian kementerian/lembaga apakah itu Menteri Dalam Negeri, Kapolri, Kepala BIN dan seterusnya menjadi anggota di dalam menangani itu. Kemudian disana juga sudah dirancang rencana aksi, bagaimana penanggulangan, kapan dan siapa ini masih terkait kerangka tertib sipil. Di tingkat daerah diketuai gubernur, bupati/walikota yang juga melakukan fungsi koordinasi, termasuk bantuan keamanan dari pihak kepolisian dimana katakanlah TNI sifatnya membantu. Artinya apa yang dimaksud inpres ini, inpres ini memerintahkan kepada kita bahwa peran gubernur, bupati/walikota itu lebih besar untuk dapat meminta dan menindaklanjuti segera. Disana intinya peran gubernur, bupati/walikota lebih besar dan tentunya kita tidak boleh mengalami keterlambatan, utamanya kita harus segera melakukan pencegahan secara seksama dan terpadu yang dilakukan secara terkoordinir oleh di tingkat pusat Menkopolhukam di tingkat daerah peran gubernur, bupati/walikota. Tetapi tetap kepada pihak-pihak terkait kepolisian memegang peran dan tanggung jawab yang besar dalam mencegah dan menanggulangi. Jadi kesulitan-kesulitan operasional di lapangan bisa tertanggulangi, karena sejatinya pemerintah daerah punya kewajiban yang sangat besar termasuk juga dukungan pembiayaan. Kita ingin betul-betul penanganan gangguan keamanan begitu efektif, terpadu, dan tepat sasaran.

Kalau kita lihat hal barunya apa? bukankah tugas kepala daerah seperti itu?

Kita coba menajamkan kembali peran dan fungsi masing-masing. Ini lagi-lagi kembali bagaimana mengkoordinasikan secara terpadu di tingkat daerah, Menkopolhukam menyatakan bahwa kenali betul yang namanya potensi konflik di tingkat daerah. Mereka adalah aparat pemerintah daerah yang tentu berkoordinasi dengan kepolisian setempat, Kapolda, BIN. Pada tingkat pemerintah daerah yang paling lokal katakanlah kepala desa, kelurahan, kecamatan segera early warning system. Sekarang kita coba mengaktualisasikan kembali, sehingga betul-betul efektif penanggulangan konflik sosial ini secara terpadu.

Jadi intinya lebih ke pencegahan yang ditingkatkan?

Iya pasti pada pencegahannya, kalaupun ada tentu pada penanggulangan dan penanganan.

Apakah inpres ini juga poin-poinnya mengandung misalnya harus ada netralitas dari kepala daerah terhadap mereka yang berkonflik?

Iya pasti. Jadi kepala daerah berdiri untuk dan atas segala kepentingan, dia tidak boleh bergerak untuk kepentingan tertentu. Karena biar bagaimanapun sebagaimana tujuan bernegara adalah melindungi segenap tumpah darah, itu tugas negara tugas pemerintah termasuk pemerintah pusat dan daerah.
 
Bagaimana dengan kaitan akan ada rencana pilkada serentak?

Kalau pilkada serentak sebetulnya sebuah gagasan untuk menjamin efektifitas dan efisiensi. Jadi sekarang sedang bergulir rencana pemerintah menerbitkan rancangan peraturan pemerintah, atas permintaan dari DPR RI di Komisi II kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk menerbitkan Perpu. Untuk mempercepat bagi kepala-kepala daerah yang akan berakhir di 2014 dan dipercepat menjadi 2013. Dalam data Kementerian Dalam Negeri ada 43, dari 43 itu 28 sudah mengajukan di 2013 sisanya masih alot. Termasuk juga Pilkada Lampung dimana belum ada titik temu antara gubernur dengan KPUD, KPUD mengharapkan di 2013 bulan Oktober namun gubernur meminta di 2015. Kita berupaya menerbitkan Perpu atau setidaknya kita mempercepat Rancangan Undang-undang Pemilukada. Kalau ini bisa berhasil dua ini, baru kita membuka opsi terhadap pilkada serentak. Jadi pilkada serentak itu dalam data kita dan sudah kita simulasikan di DPR, katakanlah bagi kepala-kepala daerah yang dilantik 2010 nanti berakhir di 2015 ada sekitar 279 pilkada serentak yang mungkin dilakukan. Tetapi dengan satu opsi, ada kepala daerah yang karena satu dan lain hal dia berhenti kemudian kita mengangkat PJ selama satu tahun. Kemudian data kami ada 245 minus Yogyakarta, berarti 244 pilkada serentak di 2018. Jadi itu bagi kepala-kepala daerah yang berakhir di 2016, jadi ada pelaksana tugas selama dua tahun. Kalau 279 muncul di 2015 dan 244 di 2018 maka asumsi kami pilkada serentak itu basisnya apa, apakah hanya satu provinsi kemudian diikuti oleh beberapa kabupaten/kota ataukan pilkada secara nasional, itu kita hitung sekitar 2021 atau 2023 baru bisa serentak secara nasional.

Keluar inpres ini latar belakangnya itu juga?

Sebetulnya tidak terlalu terkait. Artinya mencoba semacam deteksi dini, kita mengenal betul potensi-potensi konflik di daerah. Karena sebagaimana kita ketahui ada beberapa jenis konflik, data di kita mengatakan katakanlah sengketa pilkada kita lihat 77 pilkada tahun 2012 ternyata terjadi 59 sengketa, melalui mekanisme hukum. Tetapi ada juga yang kemudian membawa konflik, membawa pertarungan antarpendukung, kemudian kita juga menemukan pergeseran makna politik dan demokrasi hanya sekedar tujuan berkuasa. Demokrasi itu dipakai hanya sebuah cara untuk memperoleh kekuasaan, bukan bagaimana tujuan dan nilai itu dikedepankan, kadang-kadang kita mengatakan demokrasi tapi kita mencederai demokrasi itu sendiri.

Sepanjang 2012 setidaknya 17 peristiwa disebabkan perseteruan suku, agama, ras, dan antarkelompok ya?

Diantaranya itu juga ada. Jadi kemarin paparan Menkopolhukam dihadiri oleh para gubernur, bupati/walikota, panglima militer, dan seterusnya. Disana ada konflik antar penganut agama, kemudian ada konflik bernuansa kesukuan, politik, sosial ekonomi, agraria, sumber daya alam, konflik lainnya yang bersifat tawuran antarkampung. Kemarin juga dikemukakan betapa mudahnya masyarakat mudah terprovokasi, media sosial yang mampu memprovokasi. Ini yang harus kita cegah bersama dan ini tanggung jawab kita bersama bagaimana menjaga keutuhan, nilai-nilai sosial, dan seterusnya sehingga masyarakat tidak mudah terprovokasi. Kita harus berbangga hati dengan kita memiliki Indonesia sebagai satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, kita ambil contoh India itu 114 macam suku tapi tidak ada bahasa pemersatu. 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!