NASIONAL

FIAN Indonesia Soroti Dampak Konsumsi Jangka Panjang Susu Ikan

kalau lihat label itu kan ada banyak sekali senyawa-senyawa

AUTHOR / Naufal Nur Rahman

EDITOR / Muthia Kusuma

ibu dan anak
Sejumlah ibu dan anak menghadiri kegiatan Hari Pekan Menyusui Sedunia di Kota Dumai, Riau, Kamis (1/8/2024). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.

KBR, Jakarta– LSM yang mendorong pemenuhan hak atas gizi, FIAN Indonesia mengkritik wacana penggunaan susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi pada program makan bergizi gratis.

Dewan Nasional FIAN Indonesia, Hayu Dyah Patria menekankan, produk pangan susu ikan termasuk ultra-proses tinggi gula.

“Pengolahan itu penting, tapi kemudian kalau ultra-proses itu yang harus kita kritisi gitu ya. Makanya, keahlian atau kemampuan untuk membaca label makanan itu juga sangat penting sekali gitu, karena kalau lihat label itu kan ada banyak sekali senyawa-senyawa yang kita susah bahkan ngomongnya aja susah gitu kan. Nah itu yang harus dikritisi, itu senyawa-senyawa apa saja,” ucap Hayu Dyah Patria dalam siaran Ruang Publik di kanal YouTube Berita KBR, Jumat (13/09/2024).

Baca juga:

Hayu Dyah juga mempertanyakan dampak yang akan dialami oleh anak yang mengonsumsi susu ikan dalam jangka waktu panjang.

“Makanan ultra-proses itu ditandai dengan tingginya kandungan garam, gula dan lemak. Kemudian dari situ kemudian ada juga berbagai senyawa tambahan seperti zat pengawet, zat pewarna, zat penguat rasa dan macam-macam. Nah itu kemudian dinamakan ultra-proses, nah itu yang kemudian perlu dipertanyakan gitu kan. Apa dampaknya terhadap kesehatan manusia apalagi kalau itu dikonsumsi dalam jangka panjang,” tambah Hayu Dyah.

Sebelumnya, program Makan Bergizi Gratis menuai sorotan, karena termasuk program unggulan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Program makan bergizi gratis menyedot anggaran besar hingga Rp71 triliun pada 2025. Menu yang bakal disajikan juga selalu menarik perhatian publik, karena harus memenuhi keseimbangan nutrisi.

Belakangan yang santer diperbincangkan adalah wacana susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi. Wacana ini dimunculkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sembari menyinggung potensi besar ikan Indonesia diolah menjadi susu. Ia mengeklaim produksi ikan lokal mencapai 24,7 ton per tahun. Sementara, jika memilih susu sapi, maka harus mengandalkan impor yang porsinya mencapai 80 persen dari total kebutuhan nasional.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!