NASIONAL

Fenomena "Dinasti Kekeluargaan" dalam Kepengurusan Partai, Kemunduran Demokrasi?

"Demokrasi yang baik tentu partai politik modern, dan karena itu ketika partai berbasis kekeluargaan tentu menunjukkan bahwa demokrasi belum matang, belum berkualitas," katanya

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

Google News
BEM SI
Ilustrasi: Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa Demo Tolak Dinasti Politik di Kawasan Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Praktik politik kekeluargaan atau yang kerap disebut politik dinasti semakin masif terjadi. Tidak hanya pada posisi tertentu dalam pemerintahan, tetapi juga dalam internal kepengurusan partai.

Fenomena kekeluargaan dalam struktur kepengurusan partai pun menuai sorotan. Pasalnya, dalam kepengurusan terdapat hubungan kekeluargaan antara satu anggota dengan anggota lainnya, seperti misalnya terdapat hubungan orang tua dan anak, suami-istri, hingga kakak beradik di dalam partai.

Praktik ini pun dinilai mengancam demokrasi karena dibarengi dengan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, mekanisme penentuan kepengurusan ini juga dinilai tidak dilakukan secara transparan dan beralasan yang jelas.

Kepengurusan Partai

1. Partai Amanat Nasional (PAN)

Teranyar, Partai Amanat Nasional (PAN) mengumumkan struktur kepengurusan yang baru.

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan membawa kedua putrinya masuk ke dalam struktur kepengurusan DPP PAN periode 2024-2029. Zita Anjani yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) dan Putri Zulkifli Hasan menjabat sebagai Badan Pengawas dan Disiplin Partai.

Pengumuman itu dilakukan bersamaan dengan Halal Bihalal di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Minggu (20/4/2025).

"Partai kita bikin ringkas saja. Satu tujuannya pemenang pemilu. Itu yang paling penting. Oleh karena itu, pemenang pemilunya kita bagi tugas," ujar Zulhas.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menjelaskan mekanisme kepengurusan partai ini sudah melalui berbagai pertimbangan dan disesuaikan dengan kebutuhan partai.

Ia menyebut kedepan partainya akan berfokus pada Pemilu dan kesejahteraan masyarakat.

"Sudah sesuai. Tujuan kita yang pertama adalah bagaimanapun bisa hadir di tengah-tengah masyarakat, menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sehingga diingat nanti pada saat Pemilu bahwa PAN ternyata berbuat untuk masyarakat, ini target kita dengan tentu kerja-kerja keras yang nyata untuk hadir dan berada di tengah-tengah masyarakat," katanya kepada KBR, Jumat (25/4/2025).

"Kita juga akan menunjukkan keberpihakan kita pada masyarakat dalam bentuk kebijakan-kebijakan pro rakyat, agar masyarakat betul-betul mendapatkan jaminan akan suatu kesejahteraan yang lebih baik, dan perkembangan ekonomi yang lebih baik," imbuhnya.

2. Partai Demokrat

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengumumkan struktur pengurus partainya untuk 5 tahun ke depan di Kantor DPP Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu (23/3).

Dalam kepengurusan yang baru ini AHY menggandeng ayahnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali terpilih menjadi Ketua Majelis Tinggi Partai, adiknya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai Wakil Ketua Umum, serta istrinya Annisa Pohan Yudhoyono sebagai Ketua Umum Srikandi Partai Demokrat.

"Saya bangga karena hadir semangat dan sukacita dari para pengurus baru ini yang mudah-mudahan bisa menjadi kekuatan dan menjadi sesuatu yang efektif untuk perjuangan kami ke depan," ucapnya.

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga menjelaskan dalam komposisi kepengurusan partai sudah meliputi berbagai kekuatan dan sesuai dengan AD/ART. Ia menyebut sebagai partai yang ingin terus menambah jaringan dan kekuatan Demokrat membuka ruang seluas-luasnya bagi kader-kader baru, maupun tokoh senior.

"Kepengurusan ini juga akan menjadi melting pot antara senior para pendiri, para pejuang partai yang telah berkiprah selama 20 tahun di Partai Demokrat. Jadi artinya yang kita hadirkan dan kita bentuk dalam DPP ini benar-benar meliputi berbagai elemen termasuk berbagai profesi, dan yang jelas juga memenuhi prasyarat 30 persen diisi oleh perempuan," tambahnya.

3. PDI Perjuangan

Sebagai partai besar, kepengurusan PDI Perjuangan juga menjadi sorotan publik.

Partai yang berlogo banteng ini di nakhodai oleh Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum serta sang anak, Puan Maharani sebagai ketua bidang politik.

Sebelumnya, Megawati menolak bahwa kehadiran Puan merupakan bentuk upaya memprioritaskan keluarga dalam tubuh partai merah tersebut.

Lalu, pertanyaannya lazimkah fenomena kekeluargaan dalam partai ?

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam menilai fenomena dinasti dalam internal partai merupakan fenomena yang menimpa semua partai politik, dan semakin mengental belakangan ini.

Ia menyebut memang sejatinya partai memiliki kewenangannya sendiri dalam menentukan para nakhodanya. Tetapi menurutnya, jika fenomena ini terus dilanggengkan maka nilai demokrasi bisa luntur secara perlahan.

"Kalau lazim itu karena kebiasaan kan, tetapi tidak ideal ketika partai itu menjadi partai keluarga. Karena partai politik itu adalah organisasi yang menghimpun dari banyak kekuatan, mengartikulasikan suara publik. Sehingga kalau kemudian ini hanya diisi oleh keluarga tentu tidak bisa menjadi partai yang progresif sesuai aspirasi publik," ujar Arif kepada KBR, Jumat (25/4/2025).

"Idealnya rekrutmen kepengurusan partai ini terbuka peluang bagi siapa saja yang mumpuni. Sehingga kader-kader yang potensial, yang punya kapasitas juga berkesempatan untuk duduk di jabatan-jabatan strategis partai. Jangan lebih mengutamakan faktor kekeluargaan, meskipun ini persentasenya kecil ya," tambahnya.

Arif menambahkan ada sejumlah indikasi yang bisa membuat partai itu cenderung dinilai sebagai kekeluargaan. Salah satunya yakni jabatan-jabatan strategis diisi oleh keluarga, dan keputusan partai yang cenderung sentralistik.

red
foto: freepik.com

Kemunduran Demokrasi

Lebih lanjut, Arif juga berpendapat adanya fenomena kekeluargaan dalam partai politik turut menurunkan kualitas demokrasi.

"Demokrasi yang baik tentu partai politik modern, dan karena itu ketika partai berbasis kekeluargaan tentu menunjukkan bahwa demokrasi belum matang, belum berkualitas," katanya.

Mengapa Partai Bisa terjebak dalam Dinasti Politik?

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam mengatakan sistem pengkaderan partai yang tidak matang menjadi salah satu faktor yang bisa mendorong terjadinya dinasti politik.

Padahal menurutnya, setiap kader memiliki hak yang sama untuk bisa mengepakkan jenjang karir politiknya. Selain itu, ia juga menyoroti tidak meratanya keterlibatan perempuan dalam struktur kepengurusan partai.

"Ya emang posisi perempuan secara undang-undang sudah diatur, bahwa perempuan minimal 30 persen dalam struktur kepengurusan. Hanya saja masalahnya ini sering kali hanya sekedar formalitas semata," imbuhnya.

Dari Mana Sumber Keuangan Partai Politik?

Sumber pendanaan partai tercantum dalam Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No 2 Tahun 2011.

Terdapat tiga sumber keuangan parpol, yakni;

1. Iuran anggota;

2. Sumbangan yang sah menurut hukum; dan

3. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Bantuan keuangan Partai Politik pada daerah dialokasikan tiap tahunnya melalui APBD dengan memperhatikan kondisi keuangan/kemampuan suatu daerah.

Besar bantuan dana dari APBN maupun APBD telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol.

Dalam PP tersebut, parpol di tingkat pusat yang berhasil memperoleh kursi di DPR RI berhak menerima bantuan sebesar Rp1.000 per suara sah dari pemilu sebelumnya.

red
Foto: Rumahpemilu.org

Parpol Didesak Transparan soal Pengelolaan Dana Partai

Kalangan pegiat anti-korupsi mendesak para partai politik untuk transparan dalam pengelolaan dana partai.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Seira Tamara mengatakan hal ini menjadi penting agar mencegah terjadinya tindak pidana korupsi ataupun penyalahgunaan lainnya.

"Seharusnya partai politik mengumumkan penerimaan sumbangannya secara transparan dan akuntabel. Secara reguler diupdate di website untuk seluruh unsur pemasukan, tidak hanya yang berasal dari APBN/D saja. Ini penting agar publik juga bisa ikut mengawasi," katanya kepada KBR, Jumat (25/4/2025).

Publik Berhak Mengetahui

Pengamat kebijakan publik The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti juga menilai selama ini tidak ada partai politik yang berani untuk memberitahu secara terang benderang terkait dana yang diperolehnya.

Padahal menurutnya, publik memiliki hak untuk tahu dan mengawasi terkait penggunaan dana partai ini. Hal ini dikarenakan ada uang masyarakat yang digunakan untuk mendanai partai politik.

"Transparansinya nggak jelas siapa yang memberi dana, ini keluar untuk apa, apakah untuk kegiatan kampanye yang positif misalnya, atau justru untuk sewa dalam tanda kutip Buzzer. Nah itu yang menjadi PR. Artinya mereka itu tidak punya aturan internal yang jelas soal misalnya bagaimana sih dana partai itu dikelola. Terus bagaimana misalnya pengawasannya, sistem kontrolnya seperti apa, dan auditnya seperti apa," ujar Felia kepada KBR, Jumat (25/4/2025).

Lebih lanjut, Felia juga mendorong adanya pemberian sanksi yang tegas bagi parpol yang menyalahgunakan dana partai.

"Sejauh ini saya belum pernah melihat partai politik atau lembaga negara yang menerapkan mekanisme sanksi terkait dengan misalnya fraud yang dilakukan partai politik. Sanksi mungkin bisa dengan pembekuan aktivitas parpol untuk sementara waktu atau di pemilu selanjutnya tidak bisa mengikuti, atau sesuatu semacam itu," pungkasnya.

Baca juga:

Pelantikan Kepala Daerah, PR Besar Wujudkan Pemerintahan Tanpa Korupsi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!