NASIONAL

DPR: Kuliah Kedokteran Mahal, Rogoh Kocek Dalam

Misalnya, lanjut Dede, untuk biaya kuliah di Fakultas Kedokteran diperlukan biaya hingga ratusan juta rupiah.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / R. Fadli

Kedokteran
Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR RI, Dede Yusuf (19/6/2024). (Foto: Screenshot Youtube Komisi X DPR RI)

KBR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR RI, Dede Yusuf mengatakan, meski kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) sudah ditunda Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), namun masih tetap ada yang biaya kuliahnya sangat mahal.

Misalnya, lanjut Dede, untuk biaya kuliah di Fakultas Kedokteran diperlukan biaya hingga ratusan juta rupiah.

“Untuk masuk Kedokteran saya sudah dapat banyak data, itu biaya institusinya bisa beli (mobil) Alphard satu hanya untuk membayar biaya gedung. Belum UKT-nya mungkin ratusan juta. Padahal menteri kesehatan selalu mengatakan kita kekurangan dokter, nah ini kita dilematis,” saat rapat Panja Pembiayaan Pendidikan dengan Pemerintah, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Lanjutnya, dia pun mengingat pernyataan Presiden Joko Widodo yang fokus dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Seingat saya Pak Jokowi pada periode akhir kemarin mengatakan kita akan fokus pada sumber daya manusia, fokus kepada sumber daya manusia ini berarti kita harus mempersiapkan anak-anak kita untuk masuk industri 5.0 atau 4.0 di mana penggunaan kemampuan berpikir yang kritis, analitis harusnya sudah disiapkan menuju 2045 generasi emas yang sekitar kurang lebih 20 tahun lagi jadi mulai partisipasi dari sekarang,” jelasnya.

Baca juga:

Pemerintah Batalkan Kenaikan Iuran UKT

Wapres Minta Biaya UKT Tidak Bebani Mahasiswa

Oleh sebab itu, menurut dia, dengan biaya kuliah yang sangat mahal seperti itu tentu bisa menghambat peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!