BERITA

Dewan Pers: Ada Perusahaan Media yang Tidak Menggaji Wartawannya

KBR68H, Jakarta - Hari ini merupakan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

AUTHOR / Doddy Rosadi

Dewan Pers: Ada Perusahaan Media yang Tidak Menggaji Wartawannya
dewan pers, hari pers, gaji wartawan

KBR68H, Jakarta - Hari ini merupakan Hari Kebebasan Pers Sedunia. Tapi sejumlah persoalan yang menyangkut media dan jurnalisnya masih terjadi. Misalnya kasus kekerasan terhadap wartawan yang masih saja terjadi. Dewan Pers yang menyatakan, kasus kekerasan terhadap jurnalis diperkirakan bakal meningkat pada 2013 seiring digelarnya sejumlah Pemilukada di seluruh Indonesia. Bagaimana sebenarnya gambaran tentang kondisi medua dan juga jurnalis di Indonesia saat ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Sutami dengan Anggota Dewan Pers Muhammad Ridho dalam program Sarapan Pagi

Catatan Dewan Pers terkait dengan Hari Kebebasan pers kita semakin bebas atau tidak?

Semakin bebas tentu saja. Cuma banyak kekerasan kepada wartawan, kekerasan yang paling tidak kelihatan tapi terjadi adalah “kekerasan” majikan kepada wartawannya.
 
Berupa apa itu?

Tidak menggaji wartawannya sesuai dengan aturan, banyak yang tidak digaji diantaranya UMP. Dalam keadaan begitu dia dituntut segala macam, bagaimana bisa menegakan kode etik kalau digaji saja di bawah UMP.

Itu intimidasi dalam masa yang cukup lama ya?

Cukup lama dan kelihatannya sembuhnya juga akan lama.
 
Kenapa?

Mungkin masalah hitungan bisnis. Banyak orang nekat masuk ke dalam dunia media tanpa kalkulasi yang benar, bahkan ada yang sengaja main-main. Jadi membuat media terus kemudian seperti yang dikatakan Pak Leo, wartawannya dikasih kartu kemudian cari uang sendiri, kalau perlu setor kepada pemimpin redaksi dan majikannya.
 
Jadi mereka tidak menggaji sama sekali?

Ada yang tidak menggaji sama sekali, banyak yang menggaji di bawah UMP. 


Catatan lainnya bagaimana terutama jelang pemilu dan pemilukada? 


Ini masalah jurnalisme partisan. Jurnalisme partisan itu wartawan yang berpihak kepada satu ideologinya, kedua kepada partainya, ketiga kepada majikannya.

Pertama itu dia bisa bergerak sendiri ya?

Bisa bersama-sama perusahaan. Dahulu ada korannya partai komunis, korannya PNI, korannya NU, korannya Masyumi, korannya Golkar, korannya PAN. Kalau media cetak boleh itu partisan.
 
Yang tidak boleh apa?

Media elektronik kalau di Indonesia. Khususnya yang free to air, karena itu dia menggunakan ranah publik. Kita memang agak sedikit berkiblat ke Eropa dan bukan Amerika.

Dari catatan Dewan Pers, sekarang ini sudah berapa banyak media yang partisan?

Tidak ada yang mengaku. Oleh karena itu khususnya media cetak sekarang banyak yang betul-betul berusaha independen, berusaha menjaga jarak kepada seluruh kontestan baik itu partai atau calon gubernur, calon presiden, calon bupati. Karena kalau dia pro salah satu itu akan dimusuhi orang lain, misalnya kita punya empat calon terus kita pro pada salah satu calon, maka ketiga calon akan memusuhi dan kemudian tidak akan membeli media cetak itu, tidak akan pasang iklan di media cetak itu.

Salah satu yang terjadi di Bali ada media yang sangat pro terhadap salah satu calon dalam kontestasi pilkada dan menolak pemasangan iklan calon lainnya. Bagaimana Dewan Pers mengatasi hal ini dan mencegah ini terjadi di daerah lain?

Kalau Undang-undang Pers hanya tiga yang dilarang. Satu mengiklankan narkotik, mengiklankan iklan, mengiklankan yang mengganggu SARA. Masalah iklan-iklan itu diatur oleh KPU dan oleh KPI, sesungguhnya KPI di daerah-daerah sudah keras menegur masalah ini. Kalau masalah pemberitaan kalau tidak imbang akan melanggar kode etik jurnalistik. Memang nanti dampaknya media itu misalnya kalau calonnya gagal akan kena boikot yang cukup lama.    

Kalau kita lihat ranking kebebasan di Indonesia naik dari tahun lalu tetapi ancaman terhadap pekerja media semakin tinggi juga. Sebetulnya apa yang terjadi? 
 
Kalau yang mengancam tentara atau polisi lebih mudah dilawan karena mereka punya komandan, punya kontrol. Yang saya takut adalah preman-preman, mereka disuruh orang memukuli wartawan ini yang agak susah mengurusnya. Kalau yang memukul berpakaian seragam polisi atau tentara itu langsung dilaporkan ke Kapolri atau Panglima TNI urusannya lebih mudah. Walaupun tentu saja sampai pengadilan agak susah misalnya kasus Riau itu susah, tapi minimal kekerasan itu bisa dihambat. Kalau tentang kasus misalnya yang agak banyak pembunuhan terjadi justru wartawan di Filipina, ternyata wartawan-wartawan di Filipina ikut kelompok-kelompok yang bertentangan. Jadi mafia satu punya wartawan, mafia dua punya wartawan terus membunuh wartawan mafia satu. Oleh karena itu saya sangat menghimbau kepada wartawan jangan terlibat seperti itu, karena nanti akan rusak betul keselamatan wartawan secara keseluruhan.  
     

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!