BERITA

Dahsyatnya Peran Ayah ASI

Andika, ayah seorang putri berumur 2 tahun 8 bulan, mengaku awalnya sama sekali tidak perduli dengan istrinya yang tengah menyusui anaknya. Menurutnya, ia merupakan tipe suami yang enggan mencari tahu tentang seluk-beluk dunia persalinan, termasuk ibu yan

AUTHOR / Dimas Rizky

Dahsyatnya Peran Ayah ASI
Ayah ASI, AIMI

KBR68H, Jakarta - Andika, ayah seorang putri berumur 2 tahun 8 bulan, mengaku awalnya sama sekali tidak perduli dengan istrinya yang tengah menyusui anaknya. Menurutnya, ia merupakan tipe suami yang enggan mencari tahu tentang seluk-beluk dunia persalinan, termasuk ibu yang menyusui. Namun pengalaman sakit kuning anaknya akhrnya membuka mata dia akan pentingnya menjadi ayah yang perduli ASI.

Kisah ini berawal dari celotehan seorang suster rumah sakit yang menyindir istri Andika yang enggan memberikan asupan tambahan susu formula untuk anaknya. Kegigihan sang istri yang menolak susu formula dan lebih memilih memberikan ASI, akhirnya membuat Andika ingin tahu segalanya tentang dunia ASI, dan khususnya menjadi ayah yang mendukung ASI.

Banyak Manfaatnya

Dari pengalaman itu Andika akhirnya sadar, ASI adalah menjadi sangat penting bagi bayi. “Setidaknya gak perlu biaya ekstra untuk mengeluarkan uang membeli susu. Karena ASI alami datang sendiri,” timpalnya. Itu baru sisi ekonomisnya. Lainnya adalah praktis. “Kalau mau keluar rumah, gak perlu susah untuk menyiapkan ini-itu, termasuk botol susu, bawa susu persediaan, dan lainnya,” tambah dia. 

Sekjen Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia AIMI Farahdiba Tenrilemba mengatakan, selain dampak ekonomis dan praktis, ibu pekerja yang menyusui juga lebih produktif dalam bekerja. Katanya, ASI memberikan kekebalan ekstra pada bayi untuk tahan sakit. Karena itu, ibu yang menyusui secara rutin, akan santai dalam bekerja dan tak perlu cemaskan kesehatan anaknya.

“Ini ilmiah lho. Sudah ada penelitiannya,” ujarnya. Farahdiba juga menyatakan ASI merupakan investasi jangka panjang bagi si buah hati. Hal ini nampak dari tingkat kecerdasan bayi yang mengkonsumsi ASI, lebih tinggi dari anak non ASI. “IQ bisa naik lebih cepat hingga 10 tingkat juga,” tambahnya.

Peran Ayah yang Peduli ASI

Sebuah penelitian menyebutkan 50 persen keberhasilan ibu menyusui juga ditunjang oleh sang ayah. Benarkah demikian? Farahdiba Tenrilemba mengatakan, kehadiran ayah sangat penting untuk mendampingi istri yang tengah menyusui. Di sini, ada faktor emosi yang dirasakan sang istri; proses melahirkan merupakan proses hidup mati bagi ibu dan bayi.

“Setidaknya rasa letih, dan sakit yang dialami istri, bisa terobati dengan kehadiran sang suami. Artinya, istri tidak merasa sendirian dalam merawat dan membesarkan buah hati,” ungkapnya.

Proses dampingan ini juga sekaligus menyatakan kepedulian suami terhadap sang istri yang sudah melewati proses kehamilan.  

Sementara itu Andika menyatakan ayah peduli ASI, semacam dukungan kepada sang istri untuk terus memberikan ASI. Kata dia, ayah memang tidak  bisa menggantikan peran ibu yang memberikan ASI, namun tindakan dan sikap ayah setidaknya bisa mengurangi pekerjaan ibu merawat si kecil. Dukungan itu bisa berupa mengganti peran merawat anak.

“Ya sehabis pulang kerja, gantian tugas ayah yang merawat anak.  Mandiin, ganti popok, nimang-nimang. Ya pokoknya sebisanya peran itu kita yang ganti. Tujuannya biar istri juga bisa istirahat sejenak,” tuturnya.

Andika percaya, peran serta ayah dalam merawat buah hati, akan memberikan kedekatan khusus kepada anak. Menurut dia, menjadi ayah yang peduli ASI akan mewujudkan hal itu.

“Kadang saya iri terhadap istri saya. Kalau dia lagi kasih ASI, ada tatapan kasih sayang dari ibu kepada anaknya, dan sebaliknya. Saya tidak mau kehilangan momen itu. Makanya saya juga mau ikut andil dalam merawat anak saya,” tutupnya.

*Silakan ikuti akun twitter komunitas ayah perduli ASI di @ID_AyahASI guna mengetahui info lebih jauh. 

Editor: Anto Sidharta

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!