indeks
Cegah Kekerasan Seksual, Peserta PPDS Harus Tes Mental

"Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga."

Penulis: Hoirunnisa

Editor: Sindu

Google News
Cegah Kekerasan Seksual, Peserta PPDS Harus Tes Mental
Ilustrasi: Peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) akan dites mental untuk mencegah kekerasan seksual. Foto: Freepik

KBR, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memeriksa secara massal kesehatan semua peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di seluruh Indonesia.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono menyebut tes dilakukan untuk memastikan para calon dokter dalam kondisi baik guna mencegah berulangnya kekerasan seksual.

Sebab sebelumnya, ada seorang dokter peserta PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) membius FH (21) sebelum memerkosanya di lantai tujuh RSUP Hasan Sadikin. Modus tersangka PAP (31) adalah melakukan tranfusi darah. Saat itu, FH tengah mendampingi ayahnya yang kritis.

"Ini akan dilakukan program penilaian MMPI khusus, nanti kita akan bekerja sama dengan kolegium pendidikan anestesi. Tadi, pencegahannya adalah melakukan tes MPPI, tes mental. Jadi, tidak hanya pintar, tetapi mereka juga sehat secara jasmani dan rohani supaya bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia," ujar Dante kepada wartawan, Kamis, (10/4/2025).

Dante mengklaim, Kemenkes sebenarnya sudah memastikan para tenaga medis memiliki kesehatan mental yang baik melalui tes MMPI atau Minnesota Multiphasic Personality Inventory. Namun, ke depan pemerintah akan memberlakukan tes yang lebih ketat.

"Menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang sesuai dengan janji dari dokter," kata Dante.

Kriminal

Dugaan pemerkosaan FH (21) oleh PAP 31 terjadi menjelang Ramadan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung, Selasa dini hari, 18 Maret 2025.

Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin, Bandung, Rachim Dinata Marsidi menyebut tindakan peserta PPDS Unpad itu kriminal, bukan belajar.

"Kalau terekam ini (CCTV) lewat di situ keliatan, kan. Ini kan semua dilaporkan ke pihak yang berwenang. Dan bukti sudah dilaporkan ke Polda Jabar ini dilapor ke sana. Jadi, setelah kejadian ini, awal puasa kalau enggak salah, ini kita laporkan ke polisi visum kedua laporannya sudah ke polisi," sebut Rachim.

Kata dia, peserta PPDS Unpad berinisial PAP itu tengah belajar soal tata cara pembiusan (anestesi) di RSUP Hasan Sadikin. Namun, kini PAP telah dikeluarkan dan diserahkan ke Fakultas Kedokteran Unpad dan kepolisian.

"Sudah dikembalikan ke fakultas. Dia itu titipan fakultas kan, bukan pegawai di sini gitu. Jadi, ini si orang PPDS-nya sudah kita kembalikan ke fakultas. Jadi, kalau dari saya begitu kejadian, kita langsung stop. Dan setelah itu kita kembalikan," ujar Rachim dalam keterangannya melalui telepon, Bandung, Rabu (9/4/2025).

Tersangka

Kini, peserta PPDS Unpad berinisial PAP itu telah ditetapkan Polda Jawa Barat sebagai tersangka pemerkosaan keluarga pasien.

Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), Surawan mengatakan, terduga pemerkosa FH (21) itu telah ditangkap pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung.

"Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga," kata Surawan saat rilis pengungkapan kasus pemerkosaan pasien di Bandung, Rabu, (9/4/2025), seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Kamis, 10 April 2025.

PAP dijerat Pasal 6 huruf c Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Lalu, dalam waktu dekat, Komisi Kesehatan DPR juga akan memanggil sejumlah pihak terkait kasus pemerkosaan peserta PPDS Unpad terhadap keluarga pasien. Mereka yang dipanggil antara lain Kemenkes, RSHS Bandung, dan Dekan FK Unpad.

Pemanggilan dilakukan untuk klarifikasi, evaluasi, dan mencegah berulangnya hal serupa.

Baca juga:

PPDS Unpad
Kekerasan Seksual
RSUP Hasan Sadikin
Kemenkes

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...