Dugaan pemerkosaan itu dilakukan dokter PPDS Unpad berinisial PAP menjelang Ramadan 2025.
Penulis: Arie Nugraha, Sindu
Editor: Sindu

KBR, Bandung- Seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) membius FH (21) sebelum memerkosanya di lantai tujuh RSUP Hasan Sadikin.
Menurut Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin, Bandung, Rachim Dinata Marsidi, kejadian yang dilakukan seorang calon dokter spesialis Fakultas Kedokteran Unpad semester 2 itu dilakukan menjelang Ramadan 2025. Namun, ia tidak bisa menjelaskan rinci, dan menyarankan menghubungi Fakultas Kedokteran Unpad dan Polda Jabar.
"Itu otak kriminal bukan belajar, kalau kesalahan tindakan itu belajar. Kalau ini kan kriminal, niatnya sudah lain. Kalau di kita jelas ini kan mengenai pelecehan seksual, kekerasan memukul atau verbal. Ini sudah ada semua di sana," kata Rachim.
"Kalau terekam ini (CCTV) lewat di situ keliatan, kan. Ini kan semua dilaporkan ke pihak yang berwenang. Dan bukti sudah dilaporkan ke Polda Jabar ini dilapor ke sana. Jadi, setelah kejadian ini, awal puasa kalau enggak salah, ini kita laporkan ke polisi visum kedua laporannya sudah ke polisi," sebut Rachim.
Kata dia, Dokter PPDS Unpad berinisal PAP itu tengah belajar soal tata cara pembiusan (anestesi) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin. Namun, kini PAP telah dikeluarkan dan diserahkan ke Fakultas Kedokteran Unpad dan kepolisian.
"Sudah dikembalikan ke fakultas. Dia itu titipan fakultas kan, bukan pegawai di sini gitu. Jadi, ini si orang PPDS-nya sudah kita kembalikan ke fakultas. Jadi, kalau dari saya begitu kejadian, kita langsung stop. Dan setelah itu kita kembalikan," ujar Rachim dalam keterangannya melalui telepon, Bandung, Rabu (9/4/2025).
Antisipasi Kejadian Berulang
Rachim menegaskan, guna mengantisipasi kejadian serupa terulang, RSUP Hasan Sadikin Bandung menekankan kembali kepada seluruh dokter calon spesialis yang hendak belajar di sana untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Ia mengancam, bakal mengeluarkan dokter calon spesialis yang melanggar aturan, dan dikembalika ke universitas asal mereka.
"Jelas ini di sini kan ada tata cara membikin integritas. Kalau melanggar itu, ya, enggak ada lagi alasan yaitu dikeluarkan. Kalau dikeluarkan, ini artinya tidak bisa praktik di sini dan kembali kepunyaan fakultas kedokteran. Ini dikembalikan ke sana, kalau memang berat dan lain-lain," ungkap Rachim.
Kemudian, RSUP Hasan Sadikin tidak akan kembali menerima pelanggar dari fakultas kedokteran untuk belajar, namun masih berpeluang belajar di rumah sakit lain. Aturan itu telah diberlakukan untuk pengawasan seperti meminimalisasi tindakan kriminal yang sudah terjadi.
"Itu kan niat orang. Kita punya integritas ini, tata cara bagaimana belajar di sini. Begitu melanggar kan ada sedang, kecil, dan besar. Makanya ini kami keluarkan, jadi kami ada punya integritas itu yang ditandatangani kedua belah pihak PPDS-nya dan kami," ungkap Rachim.
Kini, RSUP Hasan Sadikin Bandung akan meningkatkan pengawasan setiap dokter yang tengah belajar, setelah adanya kasus kekerasan seksual oleh dokter calon spesialis.
Rachim khawatir kekerasan seksual kembali terulang, karena itu seluruh ruangan belajar dokter calon spesialis akan disiagakan seorang pendamping.
"Ini kriminal. Kalau residen (dokter calon spesialis) ini belajar semua benar, kalau ada apa-apa tindakan semua diawasi. Jadi, kalau ada anak buah ini otaknya kriminal ini tidak tahu, kalau mau belajar ini kan ada pengawas. Ini di ruangan pasti ada pendampingan," tukas Rachim.
PAP Dipecat dari Unpad
Sementara itu, Dekan FK Unpad, Yudi Hidayat, otoritasnya dan RSUP Hasan Sadikin berkomitmen mengawal kasus kekerasan seksual ini dengan tegas dan transparan. Selain itu, Yudi memastikan akan mengambil tindakan untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua.
"Memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar," ujar Yudi dalam siaran medianya.
Yudi menegaskan Unpad dan RSUP Hasan Sadikin sepenuhnya mendukung proses penyidikan kasus ini oleh Polda Jabar dan berkomitmen melindungi privasi korban dan keluarga.
Yudi menyebutkan terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSUP Hasan Sadikin, dan bukan karyawan rumah sakit yang bertanggung jawab langsung ke Kementerian Kesehatan.
"Maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS," pungkasnya.
PAP Jadi Tersangka Pemerkosaan Keluarga Pasien
Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menetapkan seorang dokter peserta PPDS Unpad berinisial PAP (31) sebagai tersangka pemerkosaan keluarga pasien.
Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), Surawan mengatakan, terduga pemerkosa FH (21) itu telah ditangkap pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung.
"Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga," kata Surawan saat rilis pengungkapan kasus pemerkosaan pasien di Bandung, Rabu, (9/4/2025), seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Kamis, 10 April 2025.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka pemerkosaan diindikasikan memiliki sedikit kelainan perilaku seksual.
"Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan," imbuhnya.
Ancaman Hukuman
Dalam kesempatan yang sama, juru bicara Polda Jabar, Hendra Rochmawan menjelaskan, dugaan pemerkosaan keluarga pasien terjadi 18 Maret 2025.
Saat itu, tersangka PAP meminta korban menjalani tranfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS Hasan Sadikin, sekitar pukul 01.00 WIB. Saat itu, korban FH sedang mendampingi ayahnya yang kritis.
Usai kejadian, korban merasakan perih saat buang air kecil. Ia lantas melaporkan kejadian itu ke Direktorat Reskrimum Polda Jabar. Tercatat, sudah ada 11 saksi telah diperiksa, mulai dari korban, ibu, dan adiknya, beberapa perawat, dokter, dan pegawai rumah sakit.
Dokter PPDS Unpad berinisial PAP itu dijerat Pasal 6 huruf c Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman maksimalnya 12 tahun penjara.
Baca juga: