NASIONAL

Buron KPK Harun Masiku Terdeteksi di Dalam Negeri

Politikus PDI-P itu sempat keluar negeri sehari dan kembali lagi ke tanah air.

AUTHOR / Astri Septiani, Muthia Kusuma Wardani

Buron KPK Harun Masiku Terdeteksi di Dalam Negeri
Salah satu buronan KPU Harun Masiku. (Foto diolah dari sumber asli dari KPU.go.id)

KBR, Jakarta- Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan penanganan kasus Harun Masiku merupakan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mahfud menyatakan, Kemenkopolhukam tak boleh mengintervensi, karena bukan merupakan ranahnya.

"Kan, bukan tugasnya. Itu jalurnya KPK. Yang saya itu tugasnya Kejaksaan Agung dan kepolisian, polhukam. Hanya koordinasi biasa aja sehari-hari rutin dengan KPK. Tetapi, kewenangan-kewenangan kasus korupsi yang ditangani KPK tentu KPK sendiri yang menangani. Kita tidak boleh ikut intervensi kecuali KPK minta bantuan," kata Mahfud, Selasa, (8/23)

Mahfud menambahkan, Kemenkopolhukam akan membantu jika diminta KPK. Contohnya kata dia, pada kasus Lukas Enembe, Kemenkopolhukam membantu melakukan pemblokiran aset hingga memfasilitasi penangkapannya.

Keberadaan Harun Masiku

Sebelumnya, Divisi Hubungan Internasional Polri menduga tersangka buron KPK Harun Masiku berada di dalam negeri.

Kepala Divisi Hubinter Polri, Krishna Murti mengatakan, politikus PDI-P itu sempat keluar negeri sehari dan kembali lagi ke tanah air.

"Ada data perlintasan yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan ada di dalam negeri, jadi rumor-rumor yang beredar seperti itu, ya kami sampaikan. Tap, kami tidak menghentikan pencarian terhadap yang bersangkutan di luar negeri," ucap Khrisna kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, (7/8/2023).

Namun, ia tidak memerinci tanggal perlintasan tersangka kasus suap pergantian antar-waktu anggota DPR RI tersebut.

"Lupa tanggalnya, tapi ada. (tahun ini ya?) Iya. Sehari setelah dia keluar, dia kembali lagi. Jadi sebetulnya dia bersembunyi di dalam, tidak seperti rumor. Tapi kita tidak menghentikan pencarian di luar," ucap Khrisna.

Respons KPK dan Kasus Harun

Menanggapi laporan tersebut, KPK berkomitmen menindaklanjuti temuan Polri. Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, secara teknis data itu akan telusuri lebih jauh oleh Deputi Penindakan agar keberadaan Harun yang sudah buron tiga tahun ini mendapat titik terang.

Harun Masiku buron setelah ditetapkan tersangka KPK. Ia buron sejak 27 Januari 2020. Harun sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Polisi turut dilibatkan dalam pencarian Harun Masiku. Tercatat 34 polda ikut dilibatkan dalam mencari bekas caleg PDIP Dapil Sumatra Selatan.

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka suap sekitar Rp600 juta kepada bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Duit itu diduga untuk mempermulus lajunya menjadi anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar-Waktu (PAW) DPR periode 2019-2024.

Putusan Hakim

Pada Senin, 24 Agustus 2020, majelis hakim memvonis eks-Komisioner KPU Wahyu Setiawan dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Ia terbukti bersalah dalam perkara suap Pergantian Antar-Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

Dalam sidang putusan, Wahyu bersama Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp600 juta dari bekas caleg PDIP Saeful Bahri.

Suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan memengaruhi putusan KPU dalam rapat pleno untuk memuluskan keinginan eks-caleg PDIP Dapil Sumsel I Harun Masiku menggantikan Riezky Aprilia melalui mekanisme PAW.

Lebih Rendah dari Tuntutan

Putusan Wahyu Setiawan lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa KPK. Dalam surat tuntutan yang dibacakan dalam sidang pada Senin, (3/8/2020), JPU KPK menuntut Wahyu Setiawan dengan hukuman 8 tahun penjara.

Dalam sidang tersebut, JPU KPK Takdir Suhan menyampaikan, selain pidana pokok, juga menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun sejak yang bersangkutan selesai menjalani pidana pokok.

Banding

Putusan sidang tingkat pertama dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, 7 September 2020. Yakni vonis 6 tahun penjara bagi Wahyu.

Putusan itu masih lebih rendah dari tuntutan JPU KPK, yang meminta hakim memvonis Wahyu 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsdider 6 bulan kurungan.

Mengutip Antara.com, putusan banding juga tak menjatuhkan hukuman tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.

Kasasi

Dalam sidang kasasi kasus yang sama, Mahkamah Agung (MA) kemudian memperberat hukuman Wahyu Setiawan. Yakni, dari enam tahun menjadi tujuh tahun penjara, pada sidang kasasi, Jumat, 2 Juni 2021.

MA juga menambah jumlah denda yang harus dibayarkan Wahyu, dari Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan, menjadi Rp200 juta subsider 6 bulan penjara.

Tak hanya itu, pidana tambahan juga ditambahkan dalam kasasi yang diajukan KPK, yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik menjadi 5 tahun, dari sebelumnya 4 tahun.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!