NASIONAL

Bantah Tuduhan Upeti Tambang, Bahlil: Bohong Besar

"Saya sudah klarifikasi investigasi seperti apa yang teman-teman lakukan belum ada sama sekali yang dibagi, yang ada suudzon aja bawaannya,"

AUTHOR / Resky Novianto

Dugaan upeti IUP tambang
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (01/04/24). (Antara/Aditya Pradana)

KBR, Jakarta- Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia kembali membantah terlibat dalam permainan  Izin Usaha Pertambangan atau IUP.  Sebagai menteri investasi, Bahlil mengakui berwenang mencabut izin-izin usaha tidak produktif. Namun, dia menegaskan Peraturan Presiden 70 soal penataan penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk pemerataan investasi belum dilaksanakan.

Itu disampaikan Bahlil,   saat rapat kerja di Komisi VI bidang Investasi DPR RI.

"Ini bahasa bocor alusnya kalau rakyat miskin dikasih bansos, masyarakat elit dikasih IUP. Ini kan bohong besar sekali, belum ada itu pembagian IUP pada berdasarkan Perpres 70 itu, dan saya sudah klarifikasi investigasi seperti apa yang teman-teman lakukan belum ada sama sekali yang dibagi, yang ada suudzon aja bawaannya," kata Bahlil di Komisi VI, Senin (1/4).

Kata dia,  verifikasi awal serta rekomendasi pencabutan IUP tidak produktif itu sepenuhnya dilakukan menteri ESDM.

“Persepsi mereka terhadap Keppres tentang Satgas Percepatan investasi yang seolah-olah Satgas ini yang memverifikasi 2.078 IUP itu bohong besar, akibat bohong besar ini lah datanya rusak begini,” kata Bahlil.

Baca juga:

Sebelumnya, dalam laporan Majalah Tempo, Bahlil disebut berwenang mencabut dan menghidupkan kembali IUP dan HGU, yang diduga mengutip upeti dan saham.

Belakangan semua informasi tersebut dibantah, bahkan Bahlil sempat melapor ke Dewan Pers dan Bareskrim Mabes Polri.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!