NASIONAL
Bantah Daya Beli Turun, Mendagri: Masih Banyak Orang ke Salon
"Perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,38 persen. Artinya apa, masyarakat punya uang untuk merawat pribadi."
AUTHOR / Agus Luqman
-
EDITOR / Rony Sitanggang
KBR, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membantah deflasi beruntun selama lima bulan berturut-turut sebagai tanda turunnya daya beli masyarakat. Bantahan itu disampaikan Tito Karnavian saat memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2024, Senin (28/10/2024).
Tito mengatakan inflasi pada makanan minuman dan tembakau sebesar minus 0,59 persen tidak menggambarkan daya beli masyarakat. Menurutnya, daya beli masyarakat digambarkan oleh inflasi selain makanan minuman dan tembakau, atau disebut inflasi inti (core inflation).
"Masyarakat enggak punya uang, ada uang, tetap perlu makanan minuman untuk bisa hidup. Tapi tapi kalau kebutuhan sekunder, itu menunjukkan daya beli masyarakat. Kalau kita lihat, di luar makan minuman tembakau, mana yang tertinggi terjadi inflasi? Perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,38 persen. Artinya apa, masyarakat punya uang untuk merawat pribadi. Ya ke salon, mungkin datang ke apa namanya itu pijit kaki, potong rambut, buat fesyen-fesyen. Buktinya naik, 0,38 persen," kata Tito Karnavian dalam Rakor Pengendalian Inflasi yang ditayangkan di kanal Youtube Kemendagri, Senin (28/10/2024).
Kedua, kata Tito, adalah inflasi biaya pendidikan sebesar 0,29 persen. Menurutnya, itu membuktikan masyarakat ada uang untuk biaya sekolah anak-anak.
Ketiga, kata Tito, inflasi pada komponen penyediaan makanan minuman restoran sebesar 0,13 persen.
"Masyarakat mengeluarkan uang untuk restoran, membeli makanan minuman. Artinya apa, daya beli masyarakat ada. Yang lain, perlengkapan peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga. Beli kursi dan lain-lain. Keluar uang. Kalau keluar uang kan demand tinggi, harga naik," kata Tito.
Selain itu, sektor rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,05 persen.
"Demand untuk bidang ini tinggi. Artinya, rakyat belanja untuk rekreasi, olahraga budaya. Kalau rakyat ndak belanja, harga turun, karena demand turun," kata Tito.
Di sisi lain, kata Tito, deflasi terjadi pada sektor makanan minuman dan tembakau.
"Apakah ini good news atau bad news? Ini good news, karena kebutuhan pokok primer masyarakat, makan minuman harganya turun," kata Tito.
Deflasi kedua adalah sektor transportasi, minus 0,16.
"Transportasi darat laut udara turun. Good news atau bad news? Good news. Karena, transportasi penting bagi publik dan itu harganya menurun. Dari sini bisa kita ambil kesimpulan bahwa situasi saat ini baik. Harga minuman yang pokok-pokok itu turun. Kenapa bisa turun, karena suplainya cukup. Entah dari dalam negeri maupun dari luar negeri impor, jumlahnya cukup. Ketika suplai cukup, demand masih tetap tinggi karena butuh orang makan minum. Maka itu artinya terkendali, bagus," kata Tito Karnavian.
Baca juga:
- Deflasi Beruntun, Alarm Bahaya Ekonomi Indonesia?
- Deflasi Lima Bulan Berturut-turut, Mendagri: Daya Beli Masyarakat Masih Kuat
Sementara itu, Pelaksana Tungas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti meminta publik menyikapi secara bijaksana mengenai terjadinya deflasi selama lima bulan berturut-turut.
Amalia mengatakan penurunan yang terjadi adalah pada harga pangan bergejolak karena didorong pasokan (supply) dan permintaan (demand).
"Kalau kita lihat pergerakan harga volatile food ini terlihat lebih didorong oleh sisi suplai, yaitu bagaimana ketersediaan pasokan. Kemudian bagaimana harga itu dipengaruhi iklim pasokan dan logistik," kata Amalia.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!