Menurut Tito, deflasi hanya terjadi pada sektor tertentu saja.
Penulis: Astri Yuana Sari, Heru Haetami
Editor: R. Fadli

KBR, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeklaim, daya beli masyarakat masih kuat meskipun terjadi deflasi selama lima bulan beruntun.
Menurut Tito, deflasi hanya terjadi pada sektor tertentu saja. Hal ini disampaikan Tito dalam rapat koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (7/10/2024).
"Karena yang terjadi penurunan adalah sektor pangan, sementara daya beli masyarakat tetap meningkat, karena ditandai dengan inflasi inti yang di luar makanan minuman, itu terjadi kenaikan, demand masyarakat tetap tinggi," kata Tito.
Tito mengatakan, deflasi yang terjadi berdampak kepada inflasi tahunan (year-on-year) pada September 2024 yang mencapai 1,84 persen. Menurut Tito, capaian ini adalah yang terendah selama dua tahun terakhir.
"The lowest at least in the last 2 years, bahkan selama masa pemerintahan pak Jokowi, sekali lagi ini adalah yang terendah, dan dibanding masa pemerintahan sebelumnya juga terendah, dan mungkin dari tahun 45 ini yang terendah tapi terendahnya terendah yang baik," kata Tito.
Belum Serius
Sementara itu, kalangan pengamat menilai, pemerintah belum serius mengatasi kondisi deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut.
Menurut Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti, hal itu terbukti dari tidak adanya kebijakan konkret yang dikeluarkan pemerintah.
Untuk itu, Esther pun mendorong Bank Indonesia segera menurunkan suku bunga acuan atau BI rate yang saat ini di level 6,25 persen. Tujuannya, untuk menghindari terjadinya deflasi berkepanjangan.
"Saat ekonomi lesu maka kebijakan pemerintah yang diharapkan adalah kebijakan ekspansif, baik sisi moneter maupun sisi fiskal. Kalau tidak maka ini merupakan early warning system untuk resesi. Solusi yang harus dilakukan adalah turunkan tingkat suku bunga," ujar Esther kepada KBR, Senin (7/10/2024).
Esther juga mengingatkan, tugas Bank Indonesia bukan hanya menjaga nilai tukar atau kurs rupiah saja, tetapi juga menstabilkan harga.
Menurutnya, bank sentral tidak perlu harus selalu menunggu aksi dari negara-negara maju untuk berani mengambil keputusan dari kebijakan moneternya yang lebih ekspansif.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi Indonesia kembali mengalami deflasi pada September 2024. Tingkat deflasi bulanan tercatat 0,12 persen.
Sedangkan secara tahunan terjadi inflasi 1,84 persen.
Baca juga:
Jokowi Minta Cek Soal Penyebab Deflasi Lima Bulan Beruntun
Deflasi Lima Bulan Beruntun, Alarm Bahaya Ekonomi Indonesia?