NASIONAL

Atur dari Hulu, Penggunaan Sepeda Listrik

"Penyalahgunaan sepeda listrik ini, menunjukkan pemahaman masyarakat yang rendah."

AUTHOR / Resky Novianto

EDITOR / R. Fadli

sepeda listrik
Ilustrasi. Sepeda listrik. (Foto: Dokpri. MTI/Djoko Setijowarno)

KBR, Jakarta - Pengaturan terkait sepeda listrik tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. 

"Meski sudah ada aturannya, tapi banyak orang masih melanggar ketentuan yang berlaku," ujar akademisi prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno dalam rilis yang diterima KBR Media (29/7/2024).

Kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik, menurut Djoko, adalah satu sarana dengan menggunakan penggerak motor listrik yang digunakan untuk mengangkut orang di wilaya operasi dan/atau lajur tertentu. Adapun kendaraan tertentu yang dimaksud berupa skuter listrik, hoverboard, sepatu roda satu (unicycle), otopet, dan sepeda Listrik.

Skuter listrik adalah kendaraan tertentu dengan ukuran roda lebih kecil dengan peralatan mekanik berupa motor listrik beroda dua atau lebih dengan tempat duduk dan papan alas kaki (footboard) dan/atau pedal yang digerakkan dengan kaki dan/atau peralatan mekanik berupa mesin penggerak motor listrik untuk menjalankannya.

Sedangkan hoverboard, ujar Djoko, adalah kendaraan tertentu bertenaga Listrik yang terdiri dua landasan kaki diapit roda dan menggunakan teknologi sensor atau lainnya dengan pengguna yang mengarahkan kemiringan kaki dan badannya.

Otoped adalah kendaraan tertentu beroda dua atau lebih dengan papan alas kaki dan peralatan mekanik berupa motor listrik. Sepatu roda satu (unicycle) adalah kendaraan tertntu beroda satu dengan tempat duduk dan digerakkan dengan mekanik berupa motor Listrik.

Sedangkan sepeda listrik, lanjut Djoko, adalah kendaraan tertentu yang memiliki roda dua dilengkapi dengan peralatan mekanik berupa motor Listrik. Sepeda listrik dan (sepeda) motor listrik berbeda. Sepeda dibatasi kecepatan (maksimum) 25 kilometer per jam. Penggunaannya hanya dalam lingkungan, bukan di jalan raya. Maka dari itu, peran orangtua harus kuat untuk mengatur anaknya berkendara.

Diingatkan Djoko, persyaratan keselamatan yang wajib dipenuhi sepeda listrik (pasal 3 ayat 2), meliputi lampu utama, lampu posisi atau alat pemantul cahaya (reflector) pada bagian belakang, alat pemantul cahaya (reflector) di kiri dan kanan, sistem rem yang berfungsi dengan baik, klakson atau bel, dan kecepatan paling tinggi 25 km per jam.

Persyaratan bagi pengguna adalah mengggunakan helm, usia minimal 12 tahun, tidak diperbolehkan untuk mengangkut penumpang kecuali dilengkapi tempat duduk samping, dilarang melakukan modifikasi daya motor guna meningkatkan kecepatan, dan memahali dan mematuhi tata cara berlalu lintas.

Memahami dan mematuhi tata cara berlalu lintas, meliputi menggunakan kendaraan dengan tertib memperhatikan keselatamatan pengguna jalan lain, memberikan prioritas pejalan kaki, menjaga jarak aman dari pengguna jalan lain dan membawa kendaraan dengan penuh konsentrasi.

Wilayah berkendara berupa lajur sepeda, lajur khusus kendaraan tertentu menggunanakan penggerak motor lisrik, permukiman, jalan hari bebas kendaraan bermotor (car free day), kawasan wisata, area sekitar sarana angkutan umum massal dengan menggunakan penggerak motor lisrik terintegrasi, area perkantoran, area di luar jalan dan trotoar dengan memprioritaskan kecelamatan pejalan kaki.

Djoko juga mengutip data media yang menyebut, ada total 647 kecelakaan yang melibatkan sepeda listrik sepanjang Januari-Juni 2024. "Kecelakaan juga melibatkan anak-anak," jelasnya.

Keterlibatan dari hulu

Sepeda listrik, kata Djoko, berisiko menimbulkan kecelakaan di jalan karena banyak pengguna memanfaatkannya hingga jalan raya meski trotoar bisa dilewati kendaraan ini. "Sepeda listrik itu tidak berbunyi dan berkecepatan rendah, apalagi di jalan umum. Jalan nasional tak banyak trotoar," tuturnya.

Trotoar yang ada banyak yang tak cukup buat sepeda. Cara pengendalian dimulai dari hulu. Saat pembelian dilakukan, pembeli harus diingatkan bahwa kendaraan ini tak boleh dioperasikan di jalan umum. Pemberitahuan ini bisa disampaikan pihak dealer. Ada edukasi bagi pembeli.

"Penyalahgunaan sepeda listrik ini, menunjukkan pemahaman masyarakat yang rendah, diikuti pula dengan penegakan hukum yang masih rendah," jelasnya.

Baca juga:

Nekat Main di Malioboro, Pemda Yogya Ancam Sita Otopet

Ganggu Pengguna Jalan, Sekda DIY Larang Penggunaan Otoped

Selain edukasi dari pihak penjual, Korlantas, Ditlantas, Satlantas, Ditjenhubdat serta Dinas Perhubungan Provinsi dan Kota/Kabupaten setiap daerah perlu melakukan sosialisasi dan mengingatkan secara rutin.

"Pengawasan orangtua terhadap anak-anak harus ditingkatkan. Semua pihak harus berperan, termasuk edukasi di sekolah juga. Keselamatan tak mengenal ini tugas siapa, tetapi tanggung jawab bersama," imbuhnya.

Kampanye keselamatan perlu dilakukan rutin dan terus berulang, intens, tidak hanya dilakukan pada saat tertentu. Salah satu cara paling efektif adalah memasukkan materi dalam kurikulum sekolah.

"Dengan begini, anak-anak akan dituntut menerima dan memahami materi keselamatan yang ada. Jangan sampai anak-anak menjadi korban sekaligus pemicu kecelakaan di jalan yang dapat merugikan pengendara lain," terang Djoko.

Baca juga:

Sudah Dilarang, Skuter Listrik Muncul Lagi di Malioboro, Sekda DIY: Tertibkan!

Skuter Listrik Muncul Lagi di DIY, Sultan: Jangan Permainkan Pemda!

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!