BERITA
AJI Jember: Kekerasan Jurnalis di Wilayah Tapal Kuda Tertinggi di Jawa Timur
Kabupaten Banyuwangi, Jember, Lumajang, Situbondo dan Bondowoso atau yang lebih dikenal wilayah tapal kuda.
AUTHOR / Hermawan Arifianto
KBR, Banyuwangi - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember Jawa Timur, mencatat selama kurun waktu dua tahun belakangan, kekerasan terhadap wartawan di Kabupaten Banyuwangi, Jember, Lumajang, Situbondo dan Bondowoso atau yang lebih dikenal wilayah tapal kuda meningkat.
Ketua AJI Jember Ika Ningtyas mengatakan, antara April 2015 sampai April 2016, sudah ada 3 kasus dengan 5 korban. Sedangkan tahun 2014 lalu terdapat 5 kasus kekerasan yang menimpa wartawan di wilayah tapal kuda.
Kata Ika, satu kasus yang paling menyita perhatian
yaitu teror bom terhadap tiga jurnalis Lumajang yang meliput
pertambangan pasir besi pada tanggal 5 November 2015 lalu.
“Selama ini itu terjadi sejak tahun 2011 sampai hari ini, kita itu selalu tinggi angkanya dibandingkan AJI Kota yang lain. Misalnya tahun 2011-2013 itu kita punya 3 kasus, kemudian 2014 itu ada 5 kasus dan yang sekarang ini ada 3 kasus dengan total 5 korban,” kata Ika Nigtyas hari ini (3/5/2016).
Ika menyayangkan masih tingginya kasus kekerasan terhadap wartawan di wilayah tersebut. Padahal kemerdekaan pers sudah dijamin dalam undang-undang. Undang-undang Pers menyebut, upaya menghalang-halangi aktivitas jurnlistik merupakan tindak pidana yang bisa dihukum penjara 2 tahun atau denada 500 juta rupiah.
AJI Jember menilai, masih tingginya angka kekerasan terhadap wartawan ini menunjukan bahwa narasumber dan masyarakat tidak punya itikad untuk mendukung pers yang merdeka. AJI Jember mengingatkan jurnalis agar selalu berpegang teguh kepada Undang-undang Pers dan kode etik jurnlistik. Sebab pelanggaran terhadap kedua pedoman ini justru menjadikan jurnalis semakin rentan sebagai korban kekerasan.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!