NASIONAL
Ahli Peringatkan Keracunan Massal di Makan Bergizi Tak Boleh Disepelekan
"Masalah keracunan dari semua makanan yang sudah dibagi, 5 persen itu signifikan. Dan setiap nyawa itu berharga walaupun 0,01 persen."

KBR, Jakarta - Kasus keracunan massal murid Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 serta SMP PGRI 1 Cianjur, Jawa Barat, usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG), tidak boleh disepelekan. Ahli gizi masyarakat Tan Shot Yen mengatakan program itu bisa membahayakan keselamatan anak jika tidak dibenahi secara serius.
"Kalau dijalankan dengan benar, kita tidak perlu menghabiskan uang rakyat untuk sesuatu yang justru membahayakan anak-anak," kata Tan kepada KBR, Senin (28/4/2025).
Kasus keracunan massal itu terjadi Senin, 21 April 2025. Mengutip ANTARA, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur menetapkan insiden ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Puluhan siswa dari dua sekolah tersebut diduga keracunan setelah menyantap makanan dari program MBG.
Kepala Dinas Kesehatan Cianjur Yusman Faisal menyebut korban keracunan berjumlah 23 siswa di SMP PGRI 1 dan 55 siswa MAN 1 Cianjur.
Tan Shot Yen menilai program andalan Presiden Prabowo Subianto itu harus dihentikan. Harus ada evaluasi menyeluruh sebelum program itu aman dijalankan kembali.
"Nah ini mereka adalah orang-orang yang sudah terbiasa sebetulnya bisa menjalankan fungsi monitoring, supervisi, dan evaluasi. Dorongan kepada pemerintah ya yang nomor satu kalau saya lihat sih dengan 5 persen masalah keracunan dari semua makanan yang sudah dibagi, 5 persen itu signifikan ya dalam statistik itu signifikan. Dan setiap nyawa itu berharga walaupun 0,01 persen," ujar Tan.
Tan menjelaskan, keamanan pangan dalam program MBG harus mengikuti standar internasional Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Standar itu mengikuti sistem manajemen keamanan pangan yang berfokus pada pencegahan bahaya pada berbagai tahap produksi, mulai dari bahan baku hingga produk jadi.
Dia menekankan, keamanan pangan tidak hanya soal bahan makanan yang segar, tapi juga meliputi penyimpanan, cara memasak, pengemasan, distribusi yang mempertahankan suhu makanan agar tidak masuk ke zona kritis (5–60°C), dan tempat bakteri berpotensi berkembang.
"Kalau makanan disimpan pada suhu kritis, risiko bakteri seperti salmonella atau escherichia coli berkembang, yang bisa menyebabkan keracunan, disentri, hingga tipes," kata Tan.
Menurutnya, pengawasan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena MBG menyangkut makanan siap konsumsi, bukan produk makanan kemasan.
Baca juga:
- Masalah Terus Berulang, Mungkinkah Program MBG Dihentikan?
- Kasus Dapur Umum MBG di Kalibata, Fitra: Ada Masalah Krusial
Tan menyarankan agar BGN melibatkan dinas kesehatan, puskesmas, kantin sekolah, hingga kader posyandu untuk mengawasi program itu.
Dia menambahkan, seharusnya ada uji coba menyeluruh terhadap seluruh proses produksi dan distribusi makanan, bukan sekadar seremoni untuk pejabat.
"Supervisi, monitoring, dan evaluasi wajib dilakukan oleh mereka yang sudah terbiasa bekerja di masyarakat," tegasnya.
Ia menekankan, program MBG harus kembali ke tujuan awal yakni menjangkau wilayah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal). Ia juga mengingatkan anggaran besar yang digunakan, hampir mencapai angka ratusan triliun rupiah, harus dikelola secara adil dan tepat sasaran.
Perkuat Pengawasan
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan keselamatan dan kesehatan anak-anak adalah prioritas utama.
Dia mengklaim sampel makanan dari program MBG yang dimasak pada hari kejadian keracunan, sudah dikirim ke Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Jawa Barat. Hasil uji laboratorium ini diperkirakan akan keluar dalam waktu sekitar sepuluh hari.
Berdasarkan laporan awal, makanan yang dibagikan kepada siswa telah melalui proses pengolahan sesuai standar dan ketentuan yang berlaku.
Meski demikian, Dadan memastikan evaluasi menyeluruh tetap dilakukan mulai dari pengelolaan dapur, penyimpanan bahan makanan, hingga proses pengiriman ke sekolah. Dalam pernyataannya, Dadan menekankan perbaikan sistem akan dilakukan secara nasional.
Dadan mengatakan telah berkoordinasi dengan Dinkes Cianjur, sekolah terkait, serta penyedia makanan MBG. Ia menegaskan pengawasan dan perbaikan akan dilakukan di setiap rantai layanan pangan.
"Kami tidak hanya menyikapi kasus ini, tetapi membangun sistem pangan sekolah yang kuat, aman, dan berkelanjutan. Karena dari gizi yang baik, tumbuh anak-anak yang cerdas, sehat, dan siap memimpin masa depan bangsa," tegas Dadan dalam rilis yang diterima KBR, Rabu (23/4/2025).
BGN juga sedang memperketat pengawasan terhadap standar penyimpanan makanan, menyempurnakan sistem distribusi, serta meningkatkan transparansi menu harian melalui kanal digital. Pelatihan keamanan pangan bagi penyedia MBG juga akan diperluas dan diperkuat.
Perlu Investigasi
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar mendorong investigasi atas insiden ini. Ia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengecek seluruh sumber utama penyebab keracunan.
"Nah itu yang harus dicek sumber utamanya ya. Apakah dari dapurnya, dari proses angkutannya, atau dari tempat lain-lain,” ujar Muhaimin kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).
Ia berharap langkah-langkah cepat dan akurat bisa diambil agar masyarakat merasa tenang.
“Laboratorium Kesehatan Daerah harus cepat ya mengambil langkah-langkah supaya kita tenang,” ujarnya.
Kejadian di Cianjur bukan insiden keracunan pertama di program MBG. Pada Januari 2025 keracunan terjadi di SDN Dukuh 03 Sukoharjo dengan korban sebanyak 40 siswa. Selanjutnya, di SDN 03 Nunukan dan SMAN 2 Nunukan Selatan di Kalimantan Utara.
Pada Februari, ada sebanyak 28 siswa SDN 2 Alaswangi, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG di sekolah.
Selanjutnya terjadi di SDN 58 Lengkese, SD Kapunrengan, dan SD Bonto Ba'do, Takalar, Sulawesi Selatan.
Lalu, SDN 08 Sungai Raya, Desa Parit Baru Kubu Raya, Kalimantan Barat. Hingga di SDK Andaluri Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Baca juga:
- Celios Soroti Potensi Inefisiensi Anggaran MBG Hingga Rp131 Triliun
- Usut Tuntas Dugaan Pemangkasan Anggaran MBG
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!