BERITA

Ahli Geologi Jarang Dilibatkan dalam Penanganan Bencana

Sejumlah daerah di Indonesia masih mengalami bencana banjir dan longsor. Sebut saja misalnya di Bandung Jawa Barat yang melumpuhkan kota tersebut.

AUTHOR / Doddy Rosadi

Ahli Geologi Jarang Dilibatkan dalam Penanganan Bencana
bencana, geologi

Sejumlah daerah di Indonesia masih mengalami bencana banjir dan longsor.  Sebut saja misalnya di Bandung Jawa Barat yang melumpuhkan kota tersebut. Sementara di Manado, terjadi bencana longsor yang sebabkan 14 orang meninggal dunia. Apakah pemerintah sudah melakukan upaya terbaik dalam menangani bencana di sejumlah daerah? Simak perbincangan KBR68H dengan  anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia IAGI, Lambok Hutasoit dalam program Sarapan Pagi

Menurut anda pemerintah sebetulnya sudah melakukan cukup maksimal untuk mencegah timbulnya korban bencana?

Belum. Seperti tadi disebutkan banjir itu apakah sudah dipetakan daerah-daerah yang rawan banjir, apakah masyarakat sudah diberitahu, sudah disosialisasikan saya kira belum cukup. Sebetulnya mengenai bencana bukan hanya pemerintah, masyarakat sadarlah misalnya daerah-daerah bantaran sungai jangan ditinggali, kalaupun ditinggali harus menyesuaikan misalnya dengan rumah-rumah panggung dan sebagainya. Jadi kalau ditanya pemerintah saya pikir pemerintah belum optimal, masih banyak yang harus dilakukan.
 
Sebenarnya seperti apa potensi bencananya?

Iya memang rawan bencana tapi tidak semuanya. Misalnya gempa kita tahu Kalimantan tidak rawan, Kalimantan tidak ada gunung merapi, di Bangka dan Belitung tidak ada. Jawa juga ada zonasi-zonasi gempa, maksudnya ada yang tinggi ada yang rendah.

Daerah-daerah yang selama ini rawan atau potensi bencananya tinggi itu justru menjadi “tempat favorit” orang-orang tinggal. Ada konsep pembangunan yang ramah bencana dari para ahli geologi?

Dari kami tentu ada. Sudah dipetakan misalnya daerah rawan longsor, kami sudah mengatakan sebaiknya jangan, kegiatan-kegiatan manusia jangan sampai mengganggu. Seperti longsor di Cipularang, saya kira Jasa Marga kurang memperhatikan dengan baik. Karena kita sama-sama tahu cuaca sekarang beberapa hari yang lalu hujan ekstrem, hujan itu bisa mengakibatkan longsor. Jadi kita tahu ya disitu itu seharusnya dibuat dinding penahan longsor, itu tidak ada. Jadi tindakan manusia juga bisa mengakibatkan daerah yang tidak rawan bisa jadi rawan, karena penanganan yang salah.

Para ahli dari IAGI pernah diajak bicara untuk pembangunan di sejumlah daerah?

Kalau kawan-kawan diajak ngomong tapi belum tentu dilakukan. Kembali lagi tol Cipularang, dulu pernah ada longsor, dulu pernah dibilang rutenya jangan lewat situ.

Kasus seperti itu sering terjadi?

Sering. Tapi mereka ada juga pertimbangan lain misalnya ekonomi dan sebagainya, kalau buat jalurnya lebih panjang duitnya tidak ada atau bagaimana, bukit disikat saja.

Kalau begitu sejumlah proyek seperti tol begitu lebih mengutamakan keuntungan ekonomi daripada asas keselamatan?

Saya kira itu yang mereka perhatikan, asas keselamatan diperhatikan juga tapi prioritas kedua.

Para ahli geologi ikut merasa tanggung jawab terhadap bagaimana penanganan bencana di Indonesia, rekomendasinya diberikan ke siapa?

Kepada pemerintah yang jelas. Bisa ke menteri, kepala daerah, bupati dan sebagainya.

Merasa tidak sering dilibatkan para ahli geologis?

Saya kira begitu. Banyak kegiatan-kegiatan ya dijalankan, geologis tidak didengarkan pendapatnya.

Kalau dibandingkan dengan Jepang bagaimana?

Kalau di sana mereka walaupun tidak 100 persen didengarkan geologis itu tapi jauh lebih bagus dari negara kita.
 
Harapan anda para ahli geologi ini dilibatkan seperti apa oleh pemerintah?

Kalau memang mau ada rencana pembangunan dari awal harus dilibatkan. Misalnya jalan  tol, di daerah mana itu harus mempertimbangkan faktor geologis, kemudian bahan baku bangunan dari mana. Kemudian pada saat pembangunan harus ada geologis.  

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!