NASIONAL

AAUI Bantah Ada Kartel Penetepan Premi Asuransi Risiko Banjir

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) membantah ada praktik kartel dalam penentuan premi asuransi risiko banjir. Dugaan praktik kartel itu sebelumnya diutarakan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

AUTHOR / Dimas Rizky

AAUI Bantah Ada Kartel Penetepan Premi Asuransi Risiko Banjir
kppu, kartel, asuransi banjir

KBR68H, Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) membantah ada praktik kartel dalam penentuan premi asuransi risiko banjir. Dugaan praktik kartel itu sebelumnya diutarakan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor mengatakan, terjadi perbedaan pendapat dengan KPPU soal penentuan premi tersebut. Kata Julian, penentuan premi berdasarkan hasil kesepakatan berguna untuk membatasi pembayaran perusahaan asuransi atas klaim dari konsumen.

"Di dalam asuransi itu, kalau harga preminya kekecilan, kemudian kerugiannya banyak, nanti perusahaan asuransi tidak bisa bayar juga. Kan yang dirugikan nanti masyarakat. Harga asuransi itu harus dihitung berdasar statistik. Statistik itu artinya harga itu tidak boleh terlalu rendah, juga tak boleh terlalu tinggi. Jadi berdasar data yang realistis," kata Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor saat dihubungi KBR68H.

Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor menambahkan, penetapan premi tidak bersifat wajib bagi perusahaan asuransi. Besok Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) berencana memanggil AAUI untuk menjelaskan dugaan praktik kartel dalam penentuan premi banjir.

Sebelumnya AAUI telah menetapkan tarif premi asuransi resiko banjir lebih tinggi dari tarif sebelumnya (untuk web: dengan kisaran 0,045-0,5 persen, lebih tinggi dari SK terdahulu yang hanya 0,015-0,07 persen). KPPU menyebutkan penetapan harga itu telah melanggar UU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!