NASIONAL

70 Ribu Koperasi Desa Merah Putih, Solusi atau Beban Baru?

"Nanti ada middle man lagi ya seperti dulu misalnya di Bumdes kan dikasih tuh melalui kepala desa kepala desa, akhirnya ya kan ada konsentrasi modal modal di orang orang tertentu seperti itu," ujarnya

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Muthia Kusuma

Google News
koperasi
Ilustrasi hasil kerajinan UMKM yang dipasarkan lewat Dinas Koperasi dan UKM. ANTARA

KBR, Jakarta- Pengamat koperasi Dewi Tenty Septi Artiany menilai rencana membangun 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih berisiko gagal jika tidak dikelola dengan baik. Hal itu disampaikan Dewi dalam Diskusi Ruang Publik KBR, Kamis (6/5/2025).

"Karena biasanya yang sudah sudah seperti itu saja, seperti angin pada saat berhembus ada kemudian hilang. Nah, jangan sampai nanti 70 ribu ada pada saat pemerintahnya tidak mengurus koperasi ini secara baik. Kenapa saya bilang pemerintah tidak mengurus secara baik? Karena memang koperasinya bikinan pemerintah, tidak yang dari masyarakat sendiri," ucap Dewi.

Dewi juga menyoroti koperasi yang dibentuk pemerintah sering kali tidak bertahan lama, berbeda dengan koperasi yang tumbuh dari inisiatif masyarakat. Dewi mengingatkan agar program ini tidak hanya berfokus pada kuantitas, tetapi juga ada kualitas.

Dewi juga menegaskan pentingnya kejelasan dalam struktur permodalan.

"Nanti ada middle man lagi ya seperti dulu misalnya di Bumdes kan dikasih tuh melalui kepala desa kepala desa, akhirnya ya kan ada konsentrasi modal modal di orang orang tertentu seperti itu," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan pembentukan Koperasi Desa (Kop Des) Merah Putih di setiap desa untuk menjadi pusat kegiatan ekonomi. Tujuannya adalah menyerap hasil pertanian lokal dan mempersingkat rantai distribusi dari petani ke konsumen.

Itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan usai melaksanakan rapat terbatas, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, awal pekan ini.

"1 Desa diperkirakan telan anggaran Rp3-5 miliar, dan kan dana desa Rp1 miliar per tahun, 5 tahun Rp5 miliar. Ini diperlukan di depan. Maka tadi ada Himbara bisa nanti menanggulangi dulu kemudian diangsur. Intinya bentuk koperasi desa merah putih di 70 ribu sampai 80 ribu desa," ujar Zulhas.

Baca juga:

Zulhas menambahkan, pemerintah akan mengoptimalkan dana desa yang telah ada untuk mendukung pendanaan program ini. Selain Dana Desa, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan memberikan skema pendanaan cicilan selama tiga hingga lima tahun agar koperasi bisa segera beroperasi.

Dalam kesempatan yang sama Menteri Koperasi, Budi Arie, menyatakan pembangunan Koperasi Merah Putih tak berarti pemerintah pusat akan mendirikan koperasi dari nol. Menurut dia, akan ada tiga model pembangunan Koperasi Merah Putih.

"Satu, membangun koperasi baru. Dua, merevitalisasi koperasi yang sudah ada. Yang ketiga, membangun dan mengembangkan jadi ada tiga model. Kalau ada yang belum ada kita buka baru, Karena ada 64 ribu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) yang juga siap bermigrasi menjadi koperasi. Jadi nanti seperti itu, tinggal kita lihat kondisi kopersi di desa-desa," ujar Budi Arie.

Namun, kebijakan ini menuai kritik. Anggota Komisi Dalam Negeri di DPR, Mohammad Toha, menegaskan Dana Desa tidak seharusnya digunakan untuk koperasi, karena dapat menghambat pembangunan desa.

"Itu berarti dana desa terserap untk koperasi semuanya, sehingga desa tidak bisa melakukan pembangunan disana, baik pembangunan fisik maupun non fisik. Dana desa itu peruntukannya kan bukan untuk Koperasi. Ini bisa menjadi lho nanti. Dan mereka enggak bisa ngapa-ngapain kalau Dana Desa terserap di Koperasi," Anggota Komisi bidang Dalam Negeri di DPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha (5/3/2025).

Anggota Komisi bidang Dalam Negeri di DPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha mengingatkan, Dana Desa dapat digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, pembangunan infrastruktur, dan pendidikan.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!