BERITA

2025, Harus Ada 150 Ribu Insinyur per Tahun

KBR68H, Jakarta - Indonesia memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul untuk menyukseskan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

AUTHOR / Doddy Rosadi

2025, Harus Ada 150 Ribu Insinyur per Tahun
insinyur, kurang, mahasiswa, politik

KBR68H, Jakarta - Indonesia memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul untuk menyukseskan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Salah satunya yakni dengan mencetak banyak lulusan sarjana. Menteri Koordinator Perekonomian RI Hatta Rajasa mengatakan, Indonesia akan krisis insinyur hingga berakhirnya MP3EI pada 2025. Saat ini mahasiswa justru lebih senang mengambil jurusan politik. Kenapa hal ini bisa terjadi? Simak perbincangan penyiar KBR8H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia, Rudianto Handojo dalam program Sarapan Pagi.

Apa yang sebetulnya menyebabkan kita krisis insinyur?

Ini dimulai pada saat kita mengalami semacam deindustrialisasi. Pada saat dimana lebih menguntungkan untuk mengimpor barang jadi daripada membuat di dalam negeri dan yang kedua lebih mudah untuk mengekspor bahan baku mentah daripada mengolahnya di dalam negeri. Saat itulah turun kebutuhan akan keinsinyuran, sehingga remunerasi penghargaan terhadap para insinyur menurun sehingga berpaliing ke bidang lain yang dirasakan lebih memberikan penghasilan yang lebih baik.

Barangkali citra juga yang selama ini ditonjolkan oleh media ya?

Mulai dengan kata tukang berarti seolah-olah insinyur itu hanya pelaksana teknis saja. Padahal dari insinyurlah kita bisa berharap adanya nilai tambah, adanya daya saing, adanya tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan pengolahan maupun industri baru.

Sebenarnya seberapa parah krisis insinyur di Indonesia?

Saya coba membandingkan saja dengan negara-negara lain. Kita ingin maju seperti negara-negara yang sepuluh tahun terakhir ini maju pesat seperti India, Thailand, Malaysia. Kita paling rendah jumlah insinyurnya katakanlah per satu juta penduduk, Indonesia 2.671 insinyur per satu juta penduduk, kalau India 3.380, kalau Cina 5.730, Thailand 4.100, bahkan Vietnam yang kita anggap di belakang kita sekarang sekitar 9.000. Jadi memang rendah jumlah insinyur dibanding negara-negara lain, tapi selain itu penambahannya lebih rendah lagi. Kita penambahannya katakanlah per satu juta juga 194 orang insinyur per tahun, Malaysia 367 insinyur, Vietnam 282 insinyur, Cina dan India di atas 200 insinyur. Jadi penambahan kita sedikit, alhasil kita semakin sedikit. Padahal kita adalah negara besar di ASEAN dengan prospek demikian besar dan itu praktis akan menjadi pasar bagi insinyur-insinyur lain juga untuk datang ke sini karena kita kekurangan.

Kalau untuk peluang kerja apakah masih sangat besar?

Memang di media lebih menarik politik. Tetapi jangan lupa bahwa pada saat kita tidak bisa membuat apa-apa, pada saat kita tidak bisa mengolah apa-apa ini jadi masalah politik dan sosial juga jangan-jangan kita hanya bisa protes kenapa orang-orang asing yang bekerja. Kita juga hargai para insinyur yang menjadi politikus, tapi jangan terlalu sempit kita harus melihat bahwa 2015 ini menjadi pasar yang benar-benar terbuka di ASEAN. Sekarang saja sudah banyak orang dari Bangladesh, Hongkong, Cina, Filipina, India itu sudah masuk ke Indonesia. Karena tidak ada insinyur di tempat yang diperlukan itu.

Kita menghasilkan berapa insinyur per tahun?

Angkanya sekitar 40 ribu per tahun. Kita ingin kita bisa di tahun 2025 paling tidak menurut perhitungan saya harusnya sudah 150 ribu insinyur per tahun.

Penyelenggara pendidikan keinsinyuran memadai jumlahnya?

Bisa iya bisa tidak. Kalau kebutuhannya meningkat tentu dengan sendirinya lembaga pendidikan menyediakan. Tetapi akhir-akhir ini beberapa fakultas misalnya fakultas pertanian ditutup karena peminatnya minim sekali, kalau kita bisa menggalakkan bahwa kita butuh insinyur tentu minat akan berkembang fasilitas yang selama ini tutup bisa buka lagi.

Bagaimana dengan mengenai biaya kuliah yang lebih mahal dibanding jurusan lain seperti politik?

Tentu kami berharap Kemendikbud seperti Dirjen Dikti kuliah di institut teknologi harus ada sistem dimana yang tidak berpunya bisa juga menikmati. Sistem-sistem tersebut tentu terus bisa dikreasikan dan kami berharap itu bisa terjadi. Tapi saya ingin mengutip sedikit, kita itu yang masuk ke teknik dibanding seluruh mahasiswa yang ada itu angkanya sekitar 15 persen, Malaysia 24 persen, Vietnam 25 persen, dan Cina 38 persen. Jadi memang masuknya yang sedikit sebetulnya, harusnya kita bersama-sama membuat atau mengajak lebih banyak yang masuk ke fakultas-fakultas teknik dan kita harap pemerintah bisa memfasilitasi sistem yang membuat orang tidak usah takut masuk ke teknik.

Profesi keinsinyuran ini yang paling rendah ini bidang teknik apa?

Tidak semuanya sama, kalau di IPB tentu banyak yang berminat di pertanian tapi di universitas-universitas lain yang memiliki fasilitas pertanian praktis paling rendah. Karena mungkin dianggap tidak menarik dan tidak menggambarkan proses yang cepat. Pertanian ini mau melihat sesuatu mungkin 2-3 tahun, tingkat kesabaran itu yang akhir-akhir ini menurun, semua ingin cepat jadi.   

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!