Sistem kemiliteran itu baik untuk organisasi militer tapi diterapkan pada organisasi sipil dia akan timbul masalah.
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: R. Fadli

KBR, Jakarta – Jika militer menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga maka akan berpotensi menuai masalah.
Sebab, kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, militer erat kaitannya dengan sistem hirarkis yang membuat pengambilan keputusan mutlak dari atasan ke bawahan alias satu komando. Sedangkan dalam kementerian/lembaga sipil tak bisa sistem semacam itu diterapkan.
“Didalam kementerian/lembaga sipil kita tidak bisa menerapkan sistem kemiliteran semacam itu yang hierarkis. Sistem kemiliteran itu baik untuk organisasi militer tapi diterapkan pada organisasi sipil dia akan timbul masalah. Didalam organisasi sipil itu kan pengambilan keputusan harus ada dialog, harus ada musyawarah. Tidak bisa diselesaikan dengan senjata, tidak bisa diselesaikan dengan hirarki, itu harus berdasarkan kepada undang-undang.” ucapnya di diskusi publik Instagram @koreksi_org, Minggu (16/3/2025).
Usman berpandangan, jika memang ada prajurit TNI yang berkompeten untuk menduduki jabatan sipil, semestinya mundur atau pensiun dari keanggotaan militer demi profesionalitas TNI.
Dia menambahkan penempatan militer ke kementerian/lembaga sipil justru bisa melemahkan TNI yang punya tugas utama di sektor pertahanan nasional.
“Kekhawatiran utama kami justru melemahkan militer dan melemahkan fungsi utama dari militer yaitu pertahanan negara apa saja itu, yang pertama menjaga integritas wilayah, yang kedua menjaga kedaulatan negara, ketiga, menjaga keselamatan segenap bangsa atau tumpah darah bangsa Indonesia,” katanya.
Baca juga:
Apresiasi Panglima TNI, Imparsial: TNI Harus Fokus pada Pertahanan Negara, Bukan Politik