ragam
Teka-teki Tujuh Mayat di Bekasi, Benarkah karena Terjun ke Kali?

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong agar proses autopsi tujuh korban itu dilakukan seefektif mungkin, untuk mengungkap penyebab kematian korban.

Penulis: Shafira Aurel, Heru Haetami, Astri Yuanasari, Ardhi Ridwansyah

Editor: Agus Luqman

Google News
temuan tujuh mayat di Kali Bekasi, tawuran remaja Bekasi, penganiayaan polisi, penyebab remaja tewas
Sejumlah anggota Komisi III DPR meninjau lokasi temuan jenazah di Kali Bekasi, Jawa Barat, Selasa (24/9/2024). (Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah)

KBR, Jakarta - Tujuh mayat remaja laki-laki ditemukan di Kali Bekasi, Jawa Barat, akhir pekan lalu. Mereka diduga tewas lantaran terjun ke sungai, saat menghindari patroli polisi.

Temuan mayat itu menghebohkan warga Bekasi. Tujuh mayat itu ditemukan persis di area belakang Masjid Al-Ikhlas Perumahan Pondok Gede Permai, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.

Penemuan berawal ketika seorang warga sedang mencari kucing di lokasi sekitar pukul 05.30 WIB pagi.

Hingga kini, polisi masih menyelidiki penyebab sebenarnya kematian mereka.

Meski begitu, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan, dari keterangan saksi, diduga para korban melompat ke sungai karena takut ada patroli polisi. Menurut Karyoto, korban merupakan sekelompok remaja yang kedapatan berkumpul untuk melakukan tawuran.

"Memang mereka menjeburkan diri ke sungai karena adanya ketakutan dengan patroli yang lewat atau yang menegur. Menegurnya sejauh mana, ini sedang kami dalami oleh Propram. Kami juga tidak mau tertutup, kami akan buka kejadian sebenarnya seperti apa," ujar Karyoto kepada wartawan, Minggu (22/9/2024).

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mendorong agar proses autopsi tujuh korban itu dilakukan seefektif mungkin, untuk mengungkap penyebab kematian korban.

"Terkait dugaan meloncat ke kali itu, disebabkan oleh apa? Apakah memang diduga oleh adanya patroli, lalu kabur, takut dengan kepolisian, atau apa? Ini prosesnya sedang berjalan, terus kita pantau penyelidikannya. Kita pastikan bahwa itu dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel, tidak ada yang ditutup-tutupi," kata Yusuf kepada KBR, Selasa (24/9/2024).

Wakil Ketua Komisi bidang Hukum di DPR, Habiburokhman bersama sejumlah anggota DPR lain pun turun ke tempat kejadian perkara.

Ia meminta polisi menyidik kasus ini dengan transparan dan akuntabel. Ia mendorong, pelurusan fakta terkait penyebab awal hingga akhir kematian para remaja yang diduga akan tawuran tersebut.

"Dicek latar belakangnya apa, sampai kejadiannya seperti apa. Makanya kami perlu melihat langsung, Pak Kapolres situasinya di sini seperti apa. Sehingga tidak timbul asumsi-asumsi, tuduhan-tuduhan yang tidak pas. Nanti kami akan lihat, Pak Kapolres situasi yang seperti apa, kami minta penjelasan dan pendapat apa info dari teman-teman dari Pak Kapolres," ucap Habiburokhman di Bekasi, Selasa, (24/9/2024).

Baca juga:

Ada tembakan?

Di lain pihak, Kapolsek Rawa Lumbu, Sukadi membantah aparat mengeluarkan tembakan saat pembubaran massa yang hendak tawuran.

Sukadi menyebut, saat kejadian hanya terdengar bunyi ledakan yang tidak diketahui asal-usulnya.

"Hanya ada bunyi ledakan ya, kalau yang saya introgasi. Kita tidak tahu ledakan itu. Tapi ledakan itu tidak mengarah ke orang. Hanya ledakan begitu saja. Akhirnya orang itu, anak-anak itu, merasa ketakutan," ujar Sukadi, Rabu (25/9/2024).

Pernyataan berbeda justru disampaikan Kapolres Metro Bekasi Kota, Dani Hamdani. Ia mengakui aparat melontarkan tembakan peringatan untuk membubarkan massa.

Meski demikian, Kapolres Metro Bekasi memastikan, Polda Metro Jaya telah memeriksa sembilan anggota Patroli Perintis Presisi Polres Metro Bekasi Kota.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meminta dugaan pelanggaran prosedur patroli polisi ditelisik lebih jauh oleh penyidik Propam Polri. Menurutnya, selama ini pembubaran massa yang dilakukan polisi kerap memakan korban jiwa.

Ia menyayangkan kepolisian yang kerap melakukan kekerasan saat berhadapan dengan anak di bawah umur.

Abdul Fickar menyinggung kasus Afif Maulana yang ditemukan tewas mengambang di Sungai Batang Kuranji, Padang, Juni lalu. Afif diduga tewas dianiaya anggota polisi.

"Jadi ada SOP yang dilanggar. Mestinya, kalau anak-anak itu melanggar, ya diproses hukum saja. Tidak usah digebukin atau disiksa. Diproses hukum saja, disidang dibawa ke pengadilan gitu, apa kesalahannya. Karena itu, seharusnya baik operasi, tindakan atau apa itu harus lebih manusiawi, dan harus lebih ditujukan kepada penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sehingga penegakan hukumnya itu juga penegakan hukum yang profesional," kata Fickar kepada KBR, Selasa, (24/9).

Fickar mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo ikut memerhatikan kasus kematian tujuh remaja di Bekasi. Mereka diduga tewas karena menceburkan diri ke sungai, lantaran dipergoki patroli polisi.

Ia juga mendorong keluarga korban menyeret kasus dugaan kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian ini ke ranah pidana.

Saat ini, Kepolisian telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus penemuan tujuh mayat di Kali Bekasi, Jawa Barat. Tiga tersangka yang diduga merupakan teman atau lawan tawuran ketujuh korban ini ditahan di Polres Metro Bekasi Kota.

Tiga tersangka ditetapkan atas dugaan membawa senjata tajam dan telah dilakukan penahanan oleh Polres Metro Bekasi Kota. Polisi juga akan melakukan tes psikologi forensik terhadap tersangka.

Baca juga:

Hukum
Bekasi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...