ragam
Soroti Substansi Pasal di RUU TNI, Pakar Hukum: Mengerikan

Dari sisi materiilnya, dari subtansinya ini cukup mengerikan kalau saya baca ya. Yang pertama itu perluasan jabatan sipil untuk militer yang aktif.

Penulis: Ken Fitriani

Editor: Resky Novianto

Google News
nanik
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih, saat ditemui di UMY, Rabu (19/3/2025). (Foto : KBR/Ken).

KBR, Yogyakarta- Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) bakal segera disahkan menjadi Undang-Undang menjadi sorotan banyak pihak.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih menyebut, revisi tersebut janggal karena akan mengembalikan dwifungsi ABRI seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.

"Dari sisi materiilnya, dari subtansinya ini cukup mengerikan kalau saya baca ya. Yang pertama itu perluasan jabatan sipil untuk militer yang aktif. Nah ada penambahan enam jabatan di sini, kalau dulu sepuluh sekarang ditambah enam. Salah satunya adalah di Kejaksaan Agung, itu luar biasa itu," katanya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (19/3/2025).

Nanik mengungkapkan, selama ini untuk proses pemeriksaan perkara pidana ditangani oleh polisi. Namun di RUU TNI ini, TNI bisa masuk di Kejaksaan Agung.

"Nggak ada hubungannya sama sekali. Kalau kita melihat kan TNI urusannya di HANKAM ya, dia di garis depan di HANKAM. Kalau kamtibmas kan polisi, lalu pembelaan negara itu kan Kejaksaan Agung urusan perkara pidana," tuturnya.

"Kalau TNI bisa masuk ke Kejaksaan Agung maka akan terjadi tumpang tindih dalam penanganan perkara khususnya di pidana," imbuhnya.

Lebih lanjut Nanik menjelaskan, untuk penambahan usia pensiun TNI berpotensi menyebabkan penumpukan sehingga kaderisasi di tubuh TNI juga akan mandek. Hal ini karena ada penumpukan jabatan di level madya.

"Ini kan menjadi tidak sehat kan. Penumpukan orang itu kan berpotensi untuk ada chaos, ada masalah, ada konflik," tandasnya.

Terkait perluasan tugas operasi militer selain perang, Nanik mengungkapkan, hal ini sangat mengerikan. 

Dalam RUU itu TNI bisa masuk dalam penanganan narkotika, cyber atau kesehatan informatika, dan konflik warga negara Indonesia di luar negeri.

"Narkotika itu kan sudah ada BNN, cyber sudah ada BSSN dan konflik WNI sudah ada Kementerian Luar Negeri. Kan sudah ada tugasnya masing-masing, kenapa TNI harus masuk ke situ? Ini kan juga berpotensi ketidakharmonisan, tumpang tindih antar lembaga. Karena mereka (lembaga) itu sudah menjalankan dengan baik, " ujarnya.

Nanik mengingatkan, apapun agenda yang direncanakan dalam RUU TNI, mestinya harus tetap menjaga keberlangsungan supremasi sipil dalam sistem demokrasi.

Hal ini sekaligus untuk menyelaraskan adanya batasan yang jelas dan tegas terhadap keterlibatan TNI dalam jabatan sipil.

"Secara formil, pembahasan RUU TNI saat ini dinilai kontroversial karena tidak melibatkannya meaningful participation dari masyarakat. Apalagi selama pembahasan dilakukan secara tertutup dan memunculkan kekhawatiran pada supremasi sipil," tegasnya.

Baca juga:

Besok Mau Disahkan, Komnas HAM Dorong Pembahasan RUU TNI Diperpanjang

Nanik mengatakan, secara objektif tugas dari militer atau TNI adalah pertahanan dan keamanan nasional dan tidak akan terlibat dalam struktur pemerintahan sipil. Namun dengan adanya RUU TNI, ia khawatir tugas tersebut akan bergeser menjadi subjektif.

"Indonesia adalah negara demokrasi sehingga dalam setiap pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan harus mendapat persetujuan dari masyarakat," ujarnya.

Nanik menambahkan, hak masyarakat harus tetap dipenuhi oleh pemerintah agar tidak menghidupkan kembali sistem dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru. Karenanya hubungan antara militer dengan sipil harus dipisah dengan tegas.

"Walaupun dengan dalih pengawasan akan lebih melekat, masuknya TNI ke dalam ranah tersebut tetap tidak benar. Mengapa seakan berniat dihidupkan kembali? Artinya akan terjadi kemunduran dalam demokrasi Indonesia," tegas Nanik.

"Terlepas dari segala proses politik yang terjadi, dalam hukum sudah jelas diatur melalui UUD 1945 terkait tugas dari TNI, di mana harus ada batas yang tegas antara TNI dengan ranah sipil sehingga sesuai dengan ketentuan konstitusi," pungkasnya.

Baca juga:

Imparsial: Butuh People Power Batalkan Revisi UU TNI

RUU TNI
pakar
Orde Baru

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...