ragam
Sekolah Rakyat Dimulai, Pro Kontra Dituai

"Ada tiga hal yang harus dihindari atau dimitigasi ..."

Penulis: Shafira Aurel, Ardhi Ridwansyah, Sindu, Aura Antari, Heru Haetami

Editor: Sindu

Google News
Sekolah Rakyat Dimulai, Pro Kontra Dituai
Salah satu orang tua siswa Sekolah Rakyat menangis saat menjemput anaknya yang ikut simulasi tinggal di asrama di Sentra Handayani, Jaktim. Foto: kemensos.go.id

KBR, Jakarta- Sekolah Rakyat (SR) hari ini mulai dilaksanakan di sejumlah daerah di Indonesia, Senin, 14 Juli 2025. Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) siswa SR dilaksanakan serentak di 63 titik di Indonesia. Pembukaan dipusatkan di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 10 Kabupaten Bogor di STIS Cibinong.

Total ada 256 rombongan belajar (rombel). Rinciannya, 3 SD, 112 SPM, 141 SMA. Tercatat, ada 6.130 siswa, meliputi 75 tingkat SD, 2.800 SMP, dan 3.225 untuk jenjang SMA.

Menteri Sosial Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Wamensos Agus Jabo Priyono sebelumnya telah mengecek kesiapan SR di STIS, Cibinong, Bogor Jawa Barat.

Pengecekan dilakukan lantaran MPLS SRMP 10 STIS dimulai awal pekan ini. Pada momen kunjungan itu, Gus Ipul meminta kepala sekolah dan para guru merangkul semua siswa yang datang dari beragam latar belakang.

"Ada tiga hal yang harus dihindari atau dimitigasi. Yang pertama bullying atau perundungan. Kedua, jangan sampai ada pelecehan seksual. Yang ketiga, tidak boleh ada intoleransi," katanya di Cibinong, Minggu, 13 Juli 2025.

"Karena tidak memakai tes akademik, maka akan memerlukan waktu untuk konsolidasi agar mereka bisa memahami pelajaran. Maka, MPLS-nya itu, matrikulasi atau orientasinya itu bisa tiga bulan nanti, sampai mereka sama," imbuhnya.

Dasar Hukum dan Target

Sekolah Rakyat dibentuk dengan dasar hukum Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 49/HUK/2025 tentang Tim Formatur Penyelenggaraan Sekolah Rakyat.

Pemerintah menargetkan 200 Sekolah Rakyat untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat miskin. Nantinya, 100 SR dibangun dengan APBN dan didukung Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU).

Sisanya, dibangun dengan dukungan swasta, dan kerja sama melibatkan Kementerian BUMN dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).

Tahun ini, 100 SR ditargetkan beroperasi. Dari target itu, 64 sudah menandatangani kontrak kerja, tiga di antaranya masih memerlukan perbaikan dari KemenPU. Sementara 47 lainnya, dalam tahap survei.

Anggaran

Sekolah Rakyat menggunakan anggaran pendidikan pada program perlindungan sosial, yang alokasinya disesuaikan satuan kerja pelaksananya.

Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) misalnya akan bertanggung jawab pada pemenuhan dan pembangunan sarana prasarananya.

Lalu, Kemendikdasmen untuk hal-hal yang terkait pemenuhan guru dan penyesuaian kurikulum, dan Kemensos untuk operasionalisasi sekolah dan asrama.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut hingga saat ini sudah terdapat 53 lokasi yang siap menyelenggarakan Sekolah Rakyat. Dengan anggaran rata-rata Rp100 miliar per sekolah.

Berdasarkan laman Kementerian Keuangan, pendidikan masuk alokasi prioritas APBN 2025 dengan jumlah anggaran Rp724,3 triliun. Tahun lalu, anggaran pendidikan 2024, Rp665 triliun.

red
Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) siswa Sekolah Rakyat (SR) serentak di 63 titik di seluruh Indonesia, Senin, 14 Juli 2025. Foto: Kemensos.go.id


Visi Misi

Sekolah Rakyat merupakan gagasan Presiden Prabowo untuk keluarga miskin. SR memiliki visi mencetak agen perubahan di setiap keluarga miskin, lewat pendidikan berkualitas untuk mengentaskan kemiskinan.

Ada empat misi yang diusung, yakni:

1. Menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan cinta tanah air

2. Menguatkan rasa percaya diri, berbudi pekerti luhur, dan berkarakter.

3. Menanamkan pola pikir pantang menyerah dan gigih dalam meraih masa depan.

4. Memberikan pendidikan berkualitas untuk siap menjalani pendidikan tingkat lanjut.

Distribusi Sekolah rakyat meliputi:

  • Jawa (34 lokasi) mencakup Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, dan sejumlah kabupaten di Jawa Timur semisal Surabaya, Malang, dan Banyuwangi.
  • Sumatra (13 lokasi), Aceh, Padang, Bengkulu, dan Medan.
  • Sulawesi (8 lokasi) di Makassar, Palu, dan Gowa.
  • Kalimantan (3 lokasi) di Banjarbaru dan Banjarmasin.
  • Maluku (2 lokasi) dan Papua (1 lokasi).
  • Bali dan Nusa Tenggara (3 lokasi) di Kupang dan Bali.

Kurikulum

Sekolah Rakyat menggunakan kurikulum khusus dan kontekstual. Kurikulum yang digunakan menggabungkan kekhasan lokal dan pendekatan nasional, dengan cakupan tiga muatan: Kurikulum Asrama, Kurikulum Sekolah Formal, dan Kurikulum Persiapan.

Kurikulum Persiapan meliputi pemetaan bakat lewat penilaian kesiapan fisik, mentak, dan akademik siswa. Perangkat ini jadi fondasi kuat sebelum proses belajar lebih intensif.

Kompetensi Lulusan

Kurikulum yang dirancang untuk Sekolah Rakyat itu diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang unggul dalam:

1. Karakter Kepemimpinan

2. Nilai akhlak dan keagamaan

3. Ketuntasan akademik

4. Penguasaan bahasa dan literasi digital

5. Kewirausahaan.

red
Salah satu orang tua siswa Sekolah Rakyat menangis saat menjemput anaknya yang ikut simulasi tinggal di asrama di Sentra Handayani, Jakarta Timur. Foto: kemensos.go.id


Siapa Murid Sekolah Rakyat?

Tahun ini, ada 100 siswa di SRMP 10 STIS Cibinong. Mereka terbagi dalam empat rombongan belajar (rombel), dan akan mengenyam pendidikan tingkat SMP.

Para murid Sekolah Rakyat berasal dari keluarga dengan kategori miskin ekstrem dan miskin. Proses seleksinya diklaim adil dan transparan, disertai izin resi dari orang tua untuk menjalani pendidikan berbasis asrama penuh atau boarding school.

SR diklaim untuk memberikan akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak yang paling membutuhkan.

Siapa Gurunya?

Para tenaga pendidik di Sekolah Rakyat diklaim dipilih dengan standar kualitas tinggi. Mereka berasal dari berbagai jalur penugasan resmi, yakni:

1. Guru P3K Penuh Waktu yang sudah ditempatkan sesuai regulasi;

2. Guru P3K Paruh Waktu untuk mendukung fleksibilitas kebutuhan pengajaran;

3. Lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang diseleksi sebagai calon guru baru;

4. Guru ASN yang ditugaskan pemerintah.

Komposisi tenaga pendidikan tersebut diharapkan dapat menjamin proses belajar mengajar berjalan efektif, inspiratif, dan berorientasi pada perubahan sosial.

Pada 9 Juni 2025, Kementerian Sosial (Kemensos) menyeleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Jabatan Fungsional Guru SR. Rekrutmen dilakukan untuk pemenuhan guru di 100 titik lokasi SR tahap satu di seluruh Indonesia.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti saat itu menyatakan, tengah mematangkan kebutuhan guru pengajar untuk Sekolah Rakyat. Dia menyebut kebutuhan pengajar untuk seluruh lokasi sekolah rakyat sekitar 60 ribu orang.

"Rekrutmen gurunya kita dukung, tetapi nanti skemanya kita masih bicarakan lebih lanjutnya. Mengenai kurikulumnya memang ada dua skema," kata Gus Ipul kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (10/3).

Adaptasi

Tim Sekolah Rakyat Unesa dan Wakil Rektor bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Martadi menjelaskan, konsep SR diadaptasi dari sejarah pendidikan masa kolonial, yang bertujuan memberikan akses pendidikan bagi kelompok miskin.

"Kalau saat itu Sekolah Rakyat di zaman kolonial dibangun untuk memerangi kolonialisme, kemudian mengatasi buta aksara untuk masyarakat bawah, nah sekarang beda, yang kita atasi bukan penjajahan, tetapi kita sedang menyiapkan generasi terbaik untuk menuju era Indonesia Emas 2045," ucapnya dalam Ruang Publik KBR, Rabu, (12/03/2025).

Martadi mengklaim, sekolah ini tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga membentuk karakter, dan kesiapan sosial anak-anak yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah.

“Harapannya mereka akan mendapatkan layanan pendidikan yang baik, mereka bisa mengangkat perekonomian keluarga, sehingga kita bisa memangkas rantai kemiskinan structural,” imbuhnya.

Stigmatisasi

Sejak digagas Presiden Prabowo, program Sekolah Rakyat sudah menuai kritik berbagai pihak dan kalangan. Executive Chair Indonesia National Commission for UNESCO, Itje Chodidjah menilai, Sekolah Rakyat tidak urgen. Menurutnya, SR berpotensi menciptakan diskriminasi baru bagi anak-anak peserta didik.

Sekolah Rakyat juga bisa menciptakan stigmatisasi bahwa anak-anak dari keluarga miskin desil satu dan desil dua yang paling layak diberikan aksesibilitas atas layanan pendidikan gratis dan berkualitas.

"Saya sebagai praktisi pendidikan 40 tahun lebih ke mana-mana, ke berbagai wilayah, daerah 3T dan sebagainya. Dan membuat mereka berkumpul di dalam satu komunitas sendiri seolah-olah melegitimasi bahwa anda adalah kelompok marjinal yang patut saya treatment tersendiri," katanya dalam Ruang Publik KBR, Rabu, (12/03/2025).

Selain itu, Itje Chodidjah juga menyebut, SR memiliki sejumlah tantangan besar, meliputi anggaran yang besar, serta ketersediaan dan kualitas guru. Menurutnya, program ini harus dikaji kembali. Pemerintah juga didorong membenahi dan meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia yang masih belum memenuhi standar akreditasi.

"Sekarang saja kalau kita cermati guru-guru yang mengajar di daerah di daerah-daerah pinggiran banyak sekali yang merasa kewalahan dalam tanda kutip," pungkasnya.

red
Menteri Sosial Syaifullah Yusuf meninjau rumah salah satu anak calon siswa Sekolah Rakyat di Jakarta Timur. Foto: kemensos.go.id


Kelompok Miskin Permanen

Itje menambahkan, Sekolah Rakyat berpotensi membuat murid-murid menjadi kelompok miskin permanen. Program ini seolah-olah membuat obat yang akan mengobati sistem pendidikan yang sudah lama dan belum berjalan baik, namun kenyataannya hanya akan membuat kesenjangan baru di masyarakat.

"Saya sebagai praktisi pendidikan 40 tahun lebih ke mana-mana, ke berbagai wilayah, daerah 3T dan sebagainya. Dan membuat mereka berkumpul di dalam satu komunitas sendiri seolah-olah melegitimasi bahwa anda adalah kelompok marjinal yang patut saya treatment tersendiri," ujarnya.

Menurut Itje, ketimbang membangun baru, sebaiknya pemerintah membenahi dan meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia yang masih belum memenuhi standar akreditasi.

"Dan seolah-olah ini adalah obat manjur, obat sakit panas buat semua penyakit. Nanti akan kemiskinan hilang, pendidikan langsung akan berkualitas. Loh yang ini yang sudah ada puluhan tahun ini belum berkualitas," kata Itje.

Kualitas Guru

Itje mengatakan, tantangan terbesar Sekolah Rakyat adalah ketersediaan dan kualitas guru. Itje juga mengatakan dalam waktu tiga bulan, apabila melihat kenyataan yang sekarang, akan sangat menantang bagi tenaga pengajar.

"Guru-guru yang mengajar di daerah, enggak usah daerah 3T, deh, di daerah-daerah pinggiran, di Jakarta, di Surabaya. Guru banyak sekali yang merasa kewalahan dalam tanda kutip. Karena apa? Karena selain menggarap akademik, sisi lain daripada kecakapan guru ini belum tergarap. Yaitu sisi sosio-emosional ini," ungkapnya.

Itje mengatakan, anak-anak jalanan di tempat penampungan Departemen Sosial di beberapa wilayah tidak senang ketika berada di sana. Sehingga, sebagai Ibu Asrama, pemerintah harus menyiapkan hidup anak. Bukan hanya menampung dan seolah-olah memberi mereka bantuan.

"Membangun manusia tidak instan. Membangun manusia tidak cukup dengan mengatakan bahwa membangun yang baru mungkin lebih baik daripada membenahi yang lama. Kalau itu barang, barangkali rumah, jembatan, mungkin saya sepakat. Tapi kalau memproses manusia, ini butuh waktu. Butuh waktu dan butuh pencermatan," tuturnya.

red
Puluhan siswa mengikuti simulasi Sekolah Rakyat di Sentra Handayani, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis, 10 Juli 2025. Foto: kemensos.go.id


Kesenjangan Sosial Baru?

Analisis serupa disampaikan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). JPPI menilai SR hanya akan menciptakan kesenjangan sosial baru. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji menyebut, jika sekolah rakyat diterapkan, sistem pendidikan di Indonesia akan balik ke sistem kolonial.

"Ini ada sekolah khusus bangsawan, ini ada sekolah khusus anak-anak kewarganegaraan Belanda, ini ada sekolah khusus priyayi, ini sekolah khusus pribumi, jadi anak-anak kita itu sudah dikotak-kotakkan. Ini pasti akan memperparah kesenjangan, ya. Sekolah Rakyat, ya, ya, pasti mutunya akan lebih buruk. Akan memperparah kesenjangan," kata Ubaid kepada KBR, Senin, (13/1/2025).

Ubaid Matraji menyebut, saat ini saja kesenjangan telah menjadi salah satu faktor masalah pendidikan di tanah air.

"Ada satu sekolah yang sangat berkualitas, sangat unggul, tetapi sekolah yang lain gurunya saja nggak ada, sekolahnya gentengnya bocor, kalau ada gurunya, jarang masuk, fasilitasnya nggak lengkap gitu antara sekolah satu dan sekolah yang lain. Apalagi ini Sekolah Rakyat dikelola Kemensos, malah kualitasnya pasti berantakan sekali," ucap Ubaid.

"Ini itu sudah kesenjangan kualitasnya jomplang, kesenggangan kesejahteraan guru sekolah dengan guru madrasah juga jomplang. Guru sekolah lebih sejahtera daripada guru madrasah, guru madrasah lebih sejahtera daripada guru desantren misalnya. Apalagi nanti ada sekolah rakyat di Kemensos. Menurut saya ini akan mempertaruhkan kesenggangan dan ada bias kelas ya." imbuhnya.

Alih-alih membuat program sekolah rakyat, Ubaid mendorong pemerintah memperbaiki persoalan yang ada di sistem pendidikan yang saat ini berjalan.

"Sekarang kan sistem pendidikannya itu bagaimana supaya inklusif. Caranya, ya, semua anak dijamin oleh pemerintah dapat jatah bangku sekolah. Apakah kalau ada sekolah negeri, ya, dijatah di sekolah negeri. Kalau sekolah negeri sedikit, lalu harus melibatkan swasta, ya, libatkan swasta. Yang bayarin siapa? Ya, pemerintah. Apakah kita punya uang? Banyak sekali 20 persen dari APBN itu, banyak sekali," pungkasnya.

Masalah Baru?

Sebelumnya, Ketua Komisi bidang Pendidikan (X) DPR RI, Hetifah Sjaifudian telah meminta pemerintah segera membuat konsep dan mekanisme yang jelas terkait Sekolah Rakyat. Sebab, ia tidak ingin ada permasalahan baru di kemudian hari.

"Tetapi selalu harus ada kajiannya, dan juga konsekuensi anggaran seperti apa. Segala upaya untuk membuat anak-anak kita itu terpenuhi hak pendidikannya dan tidak ada terdiskriminasi itu yang paling penting," ujar Hetifah kepada KBR, Selasa, (14/1/2025).

red
Ilustrasi: Kondisi anak dan perempuan di Papua. Foto: ANTARA


Kualitas Pendidikan di Daerah

Sejauh ini kualitas pendidikan antardaerah berbeda-beda. Dari semua daerah di Indonesia, kualitas pendidikan di Papua jauh tertinggal dibanding daerah lain. Semisal dari segi indeks Aktivitas Literasi dan Membaca (ALIBACA) Kemendikbud pada 2019.

Di periode itu, Provinsi Papua dan Papua Barat masuk kategori terendah. Bahkan, Provinsi Papua masuk kategori sangat rendah di bawah 20 persen.

Di Papua, ketimpangan juga terjadi antara kota dan desa. Pendidikan di desa jauh ketinggalan dibanding kota. Salah satu faktornya, kesejahteraan guru yang rendah. Kondisi itu membuat minat seseorang menjadi guru minim sehingga jumlah guru di sana sedikit.

Ketua Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Papua, Elipas menyebut, kurangnya tenaga pengajar di Papua salah satunya tercermin di tempatnya tinggal di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah.

Kata dia, guru di Papua khususnya daerah perdesaan dominan merupakan guru honorer ketimbang aparatur sipil negara (ASN). Guru honorer tersebut kesejahteraannya memprihatinkan sehingga berdampak pada keengganan mereka kembali mengajar.

Walhasil, kegiatan belajar mengajar terhambat, karena jumlah guru yang sedikit. Bahkan, ada sekolah yang tidak beroperasi karena faktor tersebut dan ada juga yang mengajar namun hanya di hari-hari tertentu saja.

Sekolah Dibongkar

Elipas bilang, gedung sekolah yang sebelumnya dibangun pemerintah setempat juga ada yang dibongkar warga lantaran kesal tak ada kegiatan belajar mengajar. Itu terjadi di Kampung Waitakatou, Distrik Tigi Timur, Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah.

“Mereka bongkar juga karena satu tahun, dua tahun, itu tidak berjalan dengan baik. Faktor tidak berjalan itu karena pertama itu kesejahteraan guru. Banyak guru yang mau mengajar tapi karena kurangnya kesejahteraan guru, sekolah-sekolah ketinggalan lalu sekolah yang tidak berjalan selama satu tahun oleh masyarakat sekitar situ mereka bongkar,” ucap Elipas kepada KBR, Rabu, (11/10/2023).

Dampak dari sekolah yang tak berjalan optimal itu, membuat pendidikan anak-anak sekitar terlantar. Kata dia, anak-anak yang tak berpendidikan itu ada yang menjadi pencuri dan melakukan hal kriminal lainnya.

Dia pun menyinggung bahwa kini guru honorer di daerahnya sudah dua tahun belum digaji oleh pemerintah daerah, padahal sebelumya di tahun 2020 ke bawah, masih menerima gaji enam bulan senilai Rp6 juta.

“Pendidkan ini sangat penting. Jadi, harapan saya kesejahteraan guru itu harus diprioritaskan supaya sekolah-sekolah baik di daerah saya dan pada umumnya di Papua bisa berjalan dengan baik. Jadi di Papua tidak berjalan dengan baik karena kesejahteraan guru,” kata Elipas.

Baca juga:

Sekolah Rakyat
Kemensos
MPLS

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...