“Semua keterlibatan TNI ini, yang tidak ada dalam wilayah keahliannya, hanya akan merusak lembaga-lembaga sipil tersebut."
Penulis: Heru Haetami
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meminta TNI selalu mengintrospeksi diri di tengah perkembangan zaman. Perintah itu disampaikan kepala negara saat memberi arahan dalam peringatan HUT ke-80 TNI di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Minggu (5/10/2025).
Prabowo mengatakan TNI harus mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan rakyat di atas segala kepentingan yang lain. TNI juga diminta membantu program-program pemerintah.
“TNI harus introspeksi diri dengan semua unsur organisasi yang kita miliki. TNI harus tanggap, TNI harus bantu penegak hukum, TNI harus bantu pemerintah daerah, pemerintah pusat, untuk menjaga kekayaan kita, sumber daya alam kita,” kata Prabowo.
Koalisi masyarakat sipil mencatat ada beberapa aspek yang mendesak diperbaiki. Mulai dari keterlibatan militer ke ranah sipil, praktik kekerasan yang melibatkan TNI, hingga impunitas di tubuh militer.
Terlibat Banyak Program, Masuk ke Sipil
Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), TNI memang harus segera berbenah. YLBHI menilai mandat Reformasi justru dikhianati, karena TNI makin masuk ke dalam ranah sipil dan bisnis.
“Kini, keterlibatan TNI semakin meluas dan terang-terangan. Fenomena ini terjadi sejak Prabowo Subianto menjadi presiden. Langkah untuk melakukan revisi kilat UU TNI dengan memperluas kewenangan TNI dalam wilayah-wilayah yang diatur dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), misalnya, telah memungkinkan para anggota TNI untuk masuk ke dalam wilayah-wilayah sipil secara lebih mendalam,” tulis YLBHI dalam keterangan resminya, Minggu (5/10/2025).
Baca juga: Kasus Keracunan MBG, 3 Upaya Hukum yang Bisa Ditempuh Korban
YLBHI mencatat keterlibatan TNI dalam sejumlah program prioritas Presiden Prabowo. Antara lain Makan Bergizi Gratis (MBG), food estate, dan Koperasi Desa Merah Putih.
Di program MBG, YLBHI mencatat ada 133 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dioperasikan TNI. Bahkan, akan ada 339 SPPG lain milik TNI yang sedang dipersiapkan.

Di program food estate, TNI menjadi leading sector untuk mengamankan ketahanan pangan nasional. Ini dilakukan melalui pengerahan prajurit TNI dalam pembukaan lahan.
“Selain itu, TNI juga terlibat langsung dalam salah satu unit bisnis Koperasi Merah Putih. TNI akan menjadi penyuplai obat untuk apotek-apotek dan klinik-klinik desa yang akan dibentuk sebagai unit usaha koperasi,” tulis YLBHI.
Menurut YLBHI, pelibatan TNI secara besar-besaran dalam implementasi program Prabowo telah menyeret militer jauh ke ranah politik, pemerintahan, dan bisnis.
Upaya itu justru semakin menegaskan TNI yang multifungsi, seperti pernyataan yang pernah disampaikan Panglima TNI Agus Subiyanto.
“Ini menjadi pintu masuk TNI ke ranah-ranah sipil dan membuka pintu bisnis untuk para anggota TNI,” tulis YLBHI.
“Harus dikoreksi bahwa keterlibatan TNI dalam soal-soal pertanian dan peran TNI dalam program-program seperti food estate, Brigade Pangan, pembelian gabah dan beras dari petani, serta melakukan pengawasan-pengawasan terhadap distribusi sarana produksi pertanian serta produksi pertanian, telah melenceng jauh dari fungsi pertahanan yang seharusnya diemban TNI.”
Prabowo diminta menghentikan keterlibatan TNI dalam program-program pemerintah yang berurusan dengan pangan, bisnis, dan sipil.
“Semua keterlibatan TNI ini, yang tidak ada dalam wilayah keahliannya, hanya akan merusak lembaga-lembaga sipil tersebut. Terlebih lagi akan merusak profesionalisme para prajurit dan perwira TNI,” desak YLBHI.
Sementara itu, Panglima TNI Agus Subiyanto mengatakan operasi militer selain perang menjadi sarana utama TNI mendukung agenda nasional. Mulai dari program strategis nasional, menjaga stabilitas keamanan dalam negeri, membantu tugas pemerintah di daerah, termasuk pembangunan dan ketahanan pangan serta penanggulangan bencana alam.
“Dengan kebijakan ini TNI tidak hanya siap di medan tempur, tetapi juga menjadi kekuatan yang bermanfaat, adaptif, dan selalu bersinergi dengan seluruh komponen bangsa,” kata Agus, dikutip dari ANTARA, Minggu (5/10/2025).
Pelaku Kekerasan, Mayoritas Usai Revisi UU TNI
Dalam satu tahun terakhir, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sedikitnya 85 peristiwa kekerasan yang dilakukan prajurit TNI.
“Memakan 182 orang korban dengan rincian 64 orang korban luka, 31 orang meninggal, dan 87 orang sisanya mendapatkan perlakuan yang seharusnya tidak terjadi dalam konteks negara hukum, seperti intimidasi dan juga teror,” kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (3/10/2025).

Dimas merinci, tindakan penganiayaan menjadi bentuk kekerasan paling besar yakni 35 peristiwa. Disusul intimidasi 19 tindakan, kemudian 13 penyiksaan, 11 penembakan, serta 7 kejahatan seksual.
“Ini yang terjadi hanya dalam satu tahun periode pemantauan. Jadi kita bisa lihat bahwa ada situasi atau konteks peristiwa kekerasan yang itu juga semakin tinggi,” katanya.
Baca juga: Ramai-ramai Uji Formil di MK, Soroti Legalitas UU TNI hingga Penempatan Jabatan Sipil
KontraS menemukan kecenderungan tindakan kekerasan terjadi usai diundangkannya revisi UU TNI, Maret 2025.
“Proporsinya sebanyak 62,3 persen dari total 85 peristiwa. Ini semacam penguat atau bukti yang konkret atau bukti yang sahih bahwa tindakan kekerasan yang terjadi, tindakan eksesif berlebihan yang dilakukan oleh prajurit TNI terjadi justru setelah undang-undang TNI yang lama digantikan dengan undang-undang TNI yang baru, yang dari awal diprotes keras,” katanya.
Dimas mengatakan temuan ini membuktikan kekerasan yang mengakar dalam institusi TNI akan sangat berbahaya lantaran terus dilanggengkan dengan alasan kultur militer.
Sementara itu, menurut YLBHI, permasalahan ketidakadilan dan diskriminasi penegakan hukum di lingkungan militer selama ini menjadi ruang impunitas bagi prajurit TNI yang melanggar hukum. Jika terus dibiarkan, kejahatan oleh militer akan sulit dituntut pertanggungjawaban.
Baca juga: Imparsial: Kekerasan Prajurit terhadap Sipil, Bukti Impunitas TNI
Presiden dan DPR didesak untuk memastikan penegakan hukum terhadap prajurit TNI dilakukan secara adil dan imparsial. “Presiden dan DPR harus melakukan revisi terhadap UU Peradilan Milier,” tulis YLBHI.
Pendekatan Militeristik di Papua
KontraS juga mencatat pengiriman prajurit TNI ke Papua semakin banyak dalam setahun terakhir. Dimas bilang, Papua menjadi wilayah episentrum dari tindakan kekerasan yang mencapai 23 peristiwa. Korbanya mencapai 67 orang.
“Kami melihat ada sejumlah kekerasan yang terus berulang dan bahkan angkanya cenderung naik kekerasan tersebut. Karena memang ada banyak sekali upaya-upaya penerjunan TNI baik itu TNI yang anggota TNI organik maupun yang non-organik,” kata Dimas.
Dimas mendesak pemerintah meninjau dan mengevaluasi kembali pendekatan keamanan serta pendekatan militeristik di Papua.

Menurut Dimas, pengerahan pasukan ke Papua dengan alasan "pembangunan" melalui Batalyon Teritorial Pembangunan sangat tidak relevan. Selain bertentangan dengan prinsip profesionalisme militer, juga akan menggerus kesempatan lapangan pekerjaan serta ruang gerak warga sipil.
“Karena lagi-lagi korbannya dari warga sipil itu cukup masif. Kami temukan juga korban dari aparat itu juga banyak. Dari TNI itu ada lima orang yang menjadi korban kekerasan dalam periode setahun terakhir sementara dari kepolisian itu ada 13. Jadi pendekatan keamanan ini tidak hanya kemudian mengancam kebebasan dan juga mengancam keselamatan dari warga sipil atau orang asli Papua, tetapi juga kebijakan keamanan dan juga kebijakan militeristik ini juga kemudian yang menjadi sasaran adalah prajurit-prajurit rendahan atau pangkat rendah itu baik di TNI maupun di Polri,” ucapnya.
Baca juga: Papua Terus Memanas, Mahfud Klaim TPNPB-OPM Enggan Dialog