Gabah dengan kualitas lebih semestinya bisa dijual atau dihargai ...
Penulis: Astri Septiani
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Kalangan petani menyebut langkah pemerintah atau Bulog membeli gabah segala kualitas (any quality) Rp6.500 per kilogram bukan solusi melindungi penanam.
Sebab, menurut Pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) Kusnan, harga produksi gabah di petani sudah Rp6.000 per kilogram, bahkan lebih.
Kata dia, gabah dengan kualitas lebih baik semestinya bisa dijual atau dihargai hingga Rp7.000 per kilogram atau lebih tinggi dari harga Bulog.
“Berarti kita, petani, itu hanya untung Rp500 rupiah saja per kilo dari biaya produksi. Itu sangat kurang kalau ditotal. Hasil produksi saja kira-kira Rp6.000. Pendapatan petani itu enggak sampai Rp3 juta per bulannya. Itu kan juga di bawah UMK atau UMR-lah,” kata Kusnan kepada KBR, Senin, (05/05/25).
Kusnan menyebut faktor murahnya harga beli itu membuat petani memilih menjual gabahnya ke pihak lain seperti tengkulak ketimbang ke Bulog. Apalagi, jumlah gabah yang akan diserap Bulog hanya 3 juta ton saja atau 10 persen dari total produksi dalam negeri.
“Karena di samping birokrasinya terlalu ruwet juga, terlalu banyak. Lebih baik itu harga sama Itu dibeli oleh tengkulak. Kalau tengkulak langsung dibayar di tempat. Sekarang juga banyak persaingan antara pedagang atau perusahaan penggilingan itu kalau rendemennya sudah bagus, dia juga berani menerima dengan harga mahal,” kata dia.
Harga Dasar
Kusnan menyebut, para petani mendorong pemerintah menetapkan harga dasar gabah sebagai solusi melindungi produksi petani dalam negeri. Nantinya, harga dasar itu harus dipatuhi semua pihak, baik Badan Urusan Logistik (Bulog) maupun swasta.
Untuk gabah kualitas terburuk, dapat dibeli dengan harga terendah alias harga dasar. Sementara gabah berkualitas baik, harganya lebih tinggi di atas harga dasar yang ditetapkan
“Kalau Sudah ditetapkan aturan harga dasar misal Rp6.500. Berarti Siapapun yang membeli Harga gabah petani di lapangan di bawah Rp6.500 melanggar aturan itu dan harus ada tindak pidana. Artinya petani itu dilindungi, kan,” tambahnya.
“Itu harapan petani. Selama ini kan ada tarik ulur antara pemerintah dengan pedagang, pengusaha, atau korporasi dan pemerintah dengan petani yang memperjuangkan harga gabah,” ujarnya.
Ratusan Ribu
Mengutip ANTARA, tercatat ada sekitar ratusan ribu ton gabah segala kualitas (any quality) yang telanjur diserap dan masuk gudang Bulog. Gabah dengan kualitas apa adanya, membuat beras yang dihasilkan menurun. Kondisi itu juga mengganggu proses pengolahan gabah menjadi beras.
Dampak lain adalah nilai ekonomi gabah anjlok, dan mengakibatkan kerugian. Ujungnya, konsumen bisa dirugikan, karena mendapat beras yang dihasilkan dari gabah kualitas apa adanya.
Kualitas Gabah
Berdasarkan babel.bsip.pertanian.go.id, gabah ialah bulir padi yang terbungkus sekam. Perdagangan partai besar umumnya dalam bentuk gabah. Karena itu, gabah merupakan tahap penting dalam pengolahan padi. Secara kualitas, ada gabah kering panen dan gabah kering giling.
Secara mutu, kualitas gabah dipengaruhi produksi panen, yakni ketika waktu dan kemasakan panen yang tepat, mencakup kadar air dan warna. Mutu gabah yang baik memengaruhi kualitas beras.
Untuk menjaga mutu, pemerintah mengeluarkan standar mutu gabah sesuai SNI 224-2023. Standar tersebut meliputi syarat mutu, dasar penentuan tingkat mutu, dan berdasarkan proses perolehan gabah.
Syarat umum mutu meliputi:
- Bebas penyakit dan hama
- Bebas bau asing, apek, asam, dan bau lain.
- Bebas bahan kimia yang merugikan dan membahayakan, serta aman bagi konsumen.
Klasifikasi digolongkan tiga jenis mutu, yakni premium, medium I, dan medium III.
Premium misalnya, meliputi kadar air maksimum 22,0 persen, gabah hampa 1.0, butir rusak maksimum 0.5 persen, dan benda asing maksimum 0,01 persen.
Kualitas Beda, Dibeli Harga Sama
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.
Peraturan ini diklaim untuk melindungi petani dalam kerangka percepatan swasembada pangan nasional.
Dengan aturan tersebut, pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani Rp6.500 per kilogram (kg) dan meniadakan rafaksi (pengurangan) harga gabah.
Selain itu, Perum Bulog juga ditugaskan menyerap hasil panen petani untuk disimpan sebagai stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Inpres
Pemerintah juga mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri serta Penyaluran CBP.
Presiden telah memandatkan target pengadaan beras dalam negeri di 2025 sebanyak 3 juta ton dengan HPP Rp 6.500 per kilogram (kg) untuk GKP dengan segala kualitas (any quality) di tingkat petani.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengatakan, perintah presiden melalui peraturan tersebut menuntut pemangku kepentingan bekerja lebih keras dengan tetap membantu para petani.
“Bapak Presiden perintah ke kita semua untuk swasembada pangan. Itu mutlak. Hari ini kita kerjakan swasembada beras. Bulan Maret dan April ini adalah puncak panen, maka kita tugaskan Bulog untuk melakukan penyerapan. Harga GKP Rp6.500 hari ini itu tanpa rafaksi dan any quality," kata Arief dalam Dialog Kebangsaan 'Mewujudkan Ketahanan Pangan' di Sekolah Staf dan Pimpinan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Republik Indonesia (Sespim Lemdiklat Polri), Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa, (15/04/2025).
Arief menekankan pentingnya edukasi kepada petani untuk memastikan gabah yang dijual ke Bulog, berkualitas, bukan yang buru-buru dipanen.
"Ini yang dialami Bulog hari ini, karena apabila digiling, malah bukan meningkatkan produktivitas, tetapi rendemennya bisa kurang bagus. Jadi, perlu ada edukasi ke petani supaya beras Bulog nanti tidak tengik, tidak apek, dan warnanya menguning selama disimpan," kata dia.
Serapan Bulog
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menyatakan hingga awal Mei 2025, Perum Bulog menyerap 1,88 juta ton gabah dalam negeri. Angka tersebut diklaim tertinggi sepanjang sejarah.
Ia juga menyatakan, awal Mei ini stok beras nasional 3.517.294 ton, tanpa impor. Stok itu tertinggi sejak 57 tahun terakhir.
“Ini kita bisa lihat sejak berdiri Bulog 1969 menurut informasi saya terima. Tetapi, yang terpenting datanya sejak 1969 sampai hari ini 2025 itu tertinggi dalam sejarah,” Kata Amran dalam konferensi pers, Senin, (05/05/25), seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA.
Cara Meningkatkan Untung Buat Petani
Pengamat pertanian dari Core Indonesia, Eliza Mardian mengakui, langkah pemerintah menyerap gabah segala kualitas (any quality) Rp6.500 per kilogram dari petani, membuat untung mereka sedikit.
Namun, petani memiliki alternatif ingin menjual hasil gabahnya ke mana, Bulog atau pihak lain.
Namun ia menyarankan jika petani ingin mendapatkan selisih untung lebih besar, harus ada efisiensi dari sisi biaya produksi dan peningkatan jumlah produksinya. Kata dia, mekanisasi atau penggunaan mesin atau alat pertanian.
“Jadi, memang salah satu solusinya yaitu adalah dengan melakukan mekanisasi pertanian. Mekanisasi inilah yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, misalkan yang memang sekiranya cocok untuk lahan sempit terutama di Pulau Jawa,” kata dia kepada KBR, Senin, (05/05/25).
“Berbeda halnya jika mesin-mesin tersebut untuk di luar Jawa, misalkan seperti di Sulawesi, di Kalimantan, karena itu memang kan lahan pertanian luas-luas, sehingga itu tepat menggunakan mesin-mesin yang besar yang disediakan oleh pemerintah,” imbuhnya.
Ia berharap, langkah pemerintah menyerap hasil gabah dalam negeri membuat cadangan pangan pemerintah terpenuhi tanpa harus impor.
Kata Eliza, selama ini pemerintah banyak menuai protes lantaran mengimpor dalam jumlah besar serta tidak mampu menyerap beras di dalam negeri.
“Nah, saat ini cadangan pangan lumayan aman. Jadi, memang itu adalah sebuah menuju arah perbaikan,” kata dia.
Pada 2024, pemerintah menetapkan kuota impor beras 3,6 juta ton. Sedangkan yang telah terealisasi baru sekitar 2,9 juta ton.
Baca juga: