Kasus kebebasan beragama dan berkepercayaan (KBB) sejak Desember 2023 hingga November 2024 masih cukup tinggi.
Penulis: Shafira Aurel, Wahyu Setiawan, Ardhi Ridwansyah
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Setara Institute mendesak pemerintah tegas menghadapi aksi-aksi intoleran yang marak terjadi belakangan ini.
Wakil Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos menginginkan pemerintah tidak berdiam diri melihat adaaksi-aksi pembubaran maupun kerusuhan yang menyangkut kegiatan keberagaman. Sebab menurutnya, negara harus hadir menjamin hak-hak setiap warga untuk bebas berpendapat dan beragama.
Bonar menilai, pemerintahan Prabowo Subianto tidak memiliki sikap tegas untuk menindak aksi-aksi intoleran. Kata dia, pemerintah harus mengambil sikap tegas yang harus dijadikan pedoman baik di pusat maupun daerah.
"Saya sama sekali tidak melihat upaya serius dari pemerintahan Prabowo yang mungkin memang belum 100 hari kerja, tapi untuk melakukan upaya-upaya untuk menjaga supaya kelompok intoleran ini tidak bangkit kembali. Dan sedapat mungkin memang sejak awal kelompok-kelompok intoleransi ini harus dihambat, harus dibatasi aktivitasnya. Jangan sampai membuat kerugian pada kelompok minoritas," ujar Bonar kepada KBR, Rabu, (18/12/2024).
Wakil Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos meminta pemerintah bersungguh-sungguhmenciptakan kedamaian dan kerukunan di tengah beragamnya perbedaan di tanah air.
"Nah, kalau pusatnya masih belum jelas apa yang harus dilakukan, ya, tentu saja aksi-aksi ini akan terus terjadi," imbuhnya.
Bonar menduga, maraknya aksi intoleran belakangan ini terjadi dikarenakan perpindahan fase pemerintahan dan pengaruh politik di dalamnya.
Dilindungi UUD 1945
Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan beragama dan berkeyakinan diakui Undang-Undang Dasar 1945 dan harus dijamin negara.
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan, setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, juga dengan jelas mengatur setiap orang berhak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut keyakinannya.
Puluhan Kasus KBB
Dari catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), kasus kebebasan beragama dan berkepercayaan (KBB) sejak Desember 2023 hingga November 2024 masih cukup tinggi.
KontraS mencatat, ada sekitar 32 peristiwa pelanggaran terkait KBB. Pelanggaran itu umumnya dialami kelompok agama minoritas seperti penganut Kristen, umat Buddha, juga Ahmadiyah dan Syiah. Antara lain, sembilan tindak pengrusakan, sembilan persekusi, sembilan pelarangan ibadah, dan empat penyegelan fasilitas rumah ibadah.
Jalsah Salanah Ahmadiyah Dibatalkan
Yang belum lama terjadi, Penjabat (Pj) Bupati Kuningan, Agus Toyib melarang Jalsah Salanah di Desa Manislor, dengan alasan menjaga ketertiban dan suasana kondusif.
Pembatalan kegiatan itu disampaikan setelah rapat pertemuan Pemerintah Kabupaten Kuningan bersama Forkopimda, yang juga dihadiri perwakilan dari organisasi keagamaan dan tokoh masyarakat, Rabu, (4/12/2024).
“Dengan alasan keamanan dan kondusivitas wilayah Kabupaten Kuningan, maka Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mengizinkan dan melarang kegiatan Jalsah Salanah yang diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, baik secara intern (warga lokal) maupun dari wilayah lain di Iuar Kuningan,” jelasnya dilansir dari situs Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jumat, (6/12/2024).
Pj Bupati Agus Toyib mengungkapkan, pelarangan Jalsah Salanah didasarkan kepada Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 12 Tahun 2011 tentang larangan kegiatan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.
Baca juga: