ragam
Live TikTok Saat Demo Sempat Diblokir, Pengamat: Ancaman Kebebasan Berekspresi dan Picu Maraknya Hoaks

Pengamat bilang pembatasan informasi semacam ini berdampak besar pada kebebasan berekspresi warga. Selain itu, pemerintah juga dianggap mengabaikan derasnya peredaran berita bohong atau hoaks.

Penulis: Naomi Lyandra, Hoirunnisa

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
tiktok
Logo TikTok terlihat di depan kantor pusat perusahaan di Culver City, California, Amerika Serikat. ANTARA/REUTERS/Mike Blak
Inti Berita
  • Kontroversi Pemblokiran Live TikTok & Klaim Berbeda: Fitur live streaming TikTok sempat diblokir saat demonstrasi, memicu perdebatan mengenai penyebabnya. Pemerintah (Menkomdigi) mengklaim ini inisiatif TikTok karena pelanggaran panduan komunitas, sementara Polda Metro Jaya sebelumnya memperingatkan live streaming dapat disalahgunakan untuk provokasi dan keuntungan pribadi, menciptakan ambiguitas di balik keputusan tersebut.
  • Ancaman terhadap Kebebasan Berekspresi dan Peningkatan Hoaks: Para pakar dari SAFEnet, Drone Emprit, dan Mafindo mengkritik pembatasan informasi ini. Mereka menegaskan langkah tersebut menghambat kebebasan berekspresi, mengurangi rasa aman publik, dan menciptakan jurang informasi yang justru diisi oleh penyebaran hoaks serta disinformasi yang merajalela di tengah masyarakat.
  • Desakan Transparansi, Etika Media, dan Solusi Substantif: Pembatasan ini dianggap kontraproduktif, memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan platform. Para ahli dan AMSI menyerukan transparansi mekanisme moderasi, penegakan etika jurnalistik untuk memerangi hoaks, serta mendesak pemerintah untuk fokus pada aspirasi rakyat, bukan sensor, yang juga merugikan UMKM.

KBR, Jakarta- TikTok akhirnya membuka sementara fitur live streaming di Indonesia, usai sebelumnya melakukan pembekuan sejak Sabtu (30/8). Pemblokiran fitur dilakukan usai pecah kerusuhan dalam aksi demonstrasi kemarahan rakyat akibat ucapan wakil rakyat di Senayan dan turut menolak tunjangan DPR.

Menurut Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, pembatasan informasi semacam ini berdampak besar pada kebebasan berekspresi warga. Selain itu, pemerintah juga dianggap mengabaikan derasnya peredaran berita bohong atau hoaks selama gelombang demonstrasi di berbagai daerah.

“Ada kesulitan untuk mengakses media sosial, bahkan ada yang mengaku kesulitan akses internet seperti itu. Tentu saja upaya-upaya pembatasan, baik itu misalnya disengaja ataupun secara teknis, secara infrastruktur, ini tentu saja akan berdampak ya sebetulnya bagaimana informasi beredar, bagaimana publik menyatakan pendapat dan juga ekspresinya,” kata Nenden dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (2/9/2025).

Nenden menekankan pentingnya transparansi dalam setiap tindakan moderasi atau pembatasan. Menurutnya, ketiadaan dasar hukum pemblokiran juga turut dipertanyakan.

“Terus kenapa? Atau ada indikator konten yang seperti apa yang kemudian akan dihapus, di takedown, dan bagaimana kalau kita mau banding. Ini yang kadang nggak ada itu adalah mekanisme appeal atau mekanisme banding,” ujarnya.

red
Ilustrasi Aplikasi TikTok di gawai. (ANTARA/Livia Kristianti)
KBR

Sentimen Negatif Publik

Nova Mujahid, Lead Analyst Drone Emprit, menyebut kehadiran live TikTok memberi rasa aman bagi publik.

“Banyak sekali warganet yang kemudian mempermasalahkan ini, sebab dilihat satu-satunya yang bisa membuat warganet yakin mereka tidak akan dipukuli polisi. Itu adalah karena adanya reportase langsung di lapangan. Jadi ketika diputus atau dibatasi, itu tentu saja menjadi problem,” Nova dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (2/9/2025).

“Platform yang paling tinggi interaksinya itu adalah TikTok terutama dengan live TikTok interaksi minimum 543 ribu per post. Ini tinggi sekali. Jadi kalau dibatasi informasinya justru penyebaran hoaks-nya akan makin tinggi,” tambah Nova.

Dia menyebut adanya pergeseran sentimen publik dari unjuk rasa yang dilakukan selama periode pekan terakhir di Agustus kemarin.

“Dari seminggu lebih dari tanggal 25 kita melakukan demonstrasi. Kalau dilihat sentimennya secara umum memang 83% perbincangan itu negatif. Dan dari 83% negatif itu semua dari sisi negatif terhadap pemerintah. Pemerintah, DPR, dan kepolisian,” ujar Nova.

Nova menjelaskan emosi publik bergerak cepat. Pihaknya mencatat eskalasi percakapan sangat tinggi.

“Awalnya orang joy (gembira) melakukan demonstrasi tetapi begitu tanggal 28 Agustus, orang terlihat banyak sekali unggahan-unggahan yang duka. Lalu dalam kurang dari 3 jam, itu kemudian menjadi marah. Itu lebih dari 6 ribu percakapan,” jelasnya pada KBR.

red
Ilustrasi - Massa berunjuk rasa di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (29/8/2025). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
KBR


Mafindo: Sensor Justru Menciptakan Jurang Informasi

Dari perspektif literasi digital, Aribowo Sasmito, Co-Founder Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menilai pembatasan semacam ini justru kontraproduktif.

“Memang salah satu masalah klasik itu bagaimana mencari keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan moderasi dan upaya mengatur lainnya. Karena rata-rata kalau terjadi sensor misalnya atau moderasi itu kan yang pertama kali dibilang adalah oh ini upaya membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat,” kata Aribowo dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (2/9/2025).

Namun ia menekankan risiko jurang informasi. Sebab, saat ada sensor maka masalah terkait lambannya informasi justru berbahaya bagi masyarakat.

“Justru gap ini diisi dengan ruang oleh bad actors. Jadi tujuan untuk melindungi masyarakat dengan membatasi malah tidak tercapai, malah jadi terjerumus,” tuturnya.

Aribowo juga mengingatkan soal ekosistem media sosial yang saling mempengaruhi satu sama lain.

“Sayangnya cara kerja algoritma medsos itu ya mana yang ramai itu akan disebarkan lebih masif. Jadi intinya kita semua ada di satu kapal yang harus sama-sama menjaga, saling menjaga diri. Karena yang bisa menentukan baik buruknya media sosial itu kita sendiri,” ujarnya.

Larangan Live Streaming di Media Sosial saat Demo

Peringatan datang dari Polda Metro Jaya menjelang aksi demonstrasi buruh yang digelar 28 Agustus lalu. Polisi secara tegas akan memantau dan melarang segala bentuk siaran langsung atau live streaming di media sosial, khususnya TikTok, yang berkaitan dengan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI.

Langkah tegas ini diambil bukan tanpa alasan. Polisi mengendus adanya modus operandi baru yang memanfaatkan keramaian demo untuk keuntungan pribadi sekaligus menyebarkan provokasi.

red
Polda Metro Jaya mengungkap barang bukti kasus anarkis yang terjadi dalam unjuk rasa pada 25 dan 28 Agustus 2025 di Jakarta, Selasa malam (2/9/2025). ANTARA/Mario Sofia Nasution
KBR

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkap bahwa beberapa oknum sengaja melakukan siaran langsung untuk memancing penonton memberikan gift atau hadiah virtual yang bisa diuangkan.

“Ini ada metode baru ini, mudah-mudahan tidak terjadi lagi mengajak masyarakat untuk melakukan aksi dengan live di TikTok. Mohon maaf, dengan live media sosial yang metodenya kalau tidak salah berharap ada gift ada hadiah dan lain sebagainya,” ujar Ade Ary kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (28/8/2025).

Dibantah Pemerintah

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menjelaskan bahwa penutupan fitur live dilakukan secara sukarela oleh pihak TikTok, bukan atas instruksi pemerintah.

"Live TikTok itu kami pun melihat dari pemberitahuan yang dilakukan oleh TikTok, bahwa mereka melakukan secara sukarela untuk penutupan fitur live dan kami justru berharap bahwa ini berlangsung tidak lama," katanya, dilansir dari ANTARA.

Meutya menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah menekankan bahwa negara terbuka dan mendengarkan aspirasi masyarakat, termasuk masukan terkait keberadaan fitur live TikTok.

Senada, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah meminta kepada platform jejaring sosial TikTok untuk menghentikan fitur live dan langkah itu dilakukan berdasarkan inisiatif dari platform terkait. Meskipun, kata dia, pihak Komdigi pernah memanggil TikTok dan Meta usai riuh demo di berbagai daerah.

"Perlu kami tegaskan di sini, bahwa kebijakan itu (ditangguhkannya fitur "LIVE") bukan atas instruksi dari pemerintah, tapi secara sukarela dilakukan oleh TikTok," kata Nezar saat ditemui wartawan di DPR RI, Selasa (2/9/2025).

Nezar mengatakan berdasarkan komunikasi dengan TikTok, dihentikannya fitur live di Indonesia terjadi karena temuan platform terhadap konten-konten digital selama gelombang demonstrasi yang dinilai tidak sejalan dengan panduan komunitas atau community guidelines dari TikTok.

red
Ilustrasi - Warga menggunakan aplikasi media sosial TikTok. ANTARA FOTO/Abdan Syakura
KBR

Penjelasan Pihak TikTok

Platform jejaring sosial, TikTok, menyatakan kembali diaktifkannya fitur live di Indonesia menjadi bagian platform untuk tetap menjaga pengalaman penuh bagi para penggunanya.

Bersamaan dengan itu, TikTok menjanjikan kepada para pengguna di Indonesia bahwa pihaknya akan menghadirkan platform ini sebagai ruang aman dan beradab untuk setiap penggunanya berekspresi menyampaikan pendapat.

"Bersamaan dengan langkah ini (mengaktifkan fitur Live), kami terus menempatkan upaya-upaya pengamanan tambahan selama beberapa waktu ke depan. Kami terus memantau situasi yang ada, dan memprioritaskan upaya dalam menyediakan platform yang aman dan beradab bagi para pengguna untuk berekspresi," kata Juru Bicara TikTok dalam pernyataan resminya, Selasa (2/9/2025) dikutip dari ANTARA.

Fitur live atau siaran langsung milik platform jejaring sosial TikTok terpantau sudah kembali aktif dan bisa digunakan di Indonesia setelah sebelumnya dinonaktifkan dalam kurun waktu tiga hari terakhir.

Pembatasan Bukan Menenangkan Publik tapi Sebaliknya

Pegiat media sosial Tommy Wibowo menilai pembatasan fitur live streaming di TikTok dan platform digital lain justru memperburuk situasi, alih-alih menenangkan publik. Menurutnya, di saat krisis politik dan sosial seperti pekan lalu, masyarakat sangat bergantung pada informasi real time yang bisa diakses langsung tanpa filter.

“Di masa genting seperti ini kan kita sangat bergantungan pada informasi yang real time. Kalau langkah-langkah yang diambil mengarah ke pembungkaman media dan hak-hak publik dalam mendapatkan informasi, hal ini justru bisa menjadi potensi aksi massa,” ujar Tommy kepada KBR, Selasa (2/9/2025).

Tommy menilai, membatasi live streaming hanya akan memicu kecurigaan baru terhadap negara. Sebab, masyarakat akan menganggap ada sesuatu yang ditutup-tutupi, khususnya soal kekerasan aparat di lapangan. Ia menegaskan bahwa yang dibutuhkan justru transparansi, bukan sensor.

“Kalau mau meredam amarah rakyat, dengarkan. Fokus pada tuntutan, kerjakan dengan baik. Jangan malah membatasi ruang publik. Itu hanya memperbesar rasa ketidakpercayaan,” tegasnya.

red
Pemulung mengais besi di Halte Bus Trans Jakarta Pasar Senen yang habis terbakar di Jakarta, Sabtu (30/8/2025). Akibat kerusakan halte di sejumlah tempat, seluruh layanan Trans Jakarta dan Jaklingko di Jakarta tidak beroperasi untuk sementara. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
KBR

Lebih jauh, ia menyebut generasi muda, khususnya Gen Z sudah jauh lebih cerdas dan kritis dalam menyikapi upaya pembungkaman informasi. Menurut Tommy, seberapa besar pun pemerintah atau platform berusaha membatasi, akan selalu ada cara untuk tetap bersuara.

“Aku yakin Gen Z sekarang jauh lebih cerdik. Seberapa besar upaya membatasi hak-hak publik, di situlah kami akan mencari solusi untuk terus bersuara. Live streaming bukan ancaman, justru ancaman negara yang bisa terekspos di sosial media,” jelasnya.

Selain itu, Tommy juga menyoroti dampak ekonomi dari pembatasan fitur live streaming. Selama ini, siaran langsung di TikTok bukan hanya dipakai untuk menyiarkan demonstrasi, tapi juga menjadi ladang usaha bagi para pelaku UMKM.

“Banyak teman-teman UMKM yang mengandalkan live streaming untuk jualan. Kalau fitur itu dimatikan, berarti mereka kehilangan sumber penghasilan. Kembalikan fitur live streaming karena banyak teman-teman UMKM yang menunggu untuk bisa lanjut bekerja,” tambahnya.

Seruan AMSI

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyerukan tiga hal penting yang mengajak media siber di Indonesia dapat menjaga integritas informasi dalam mewartakan gelombang demonstrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.

Dalam pernyataan terbuka AMSI yang diterima di Jakarta, Selasa, AMSI mengingatkan redaksi media-media siber untuk dapat mewaspadai upaya penyebarluasan provokasi, ujaran kebencian, maupun hoaks dan tetap menjaga agar percakapan publik di ruang digital tetap konstruktif terkait dengan penyampaian aspirasi publik yang demokratis.

"Semua pengelola media massa dan para jurnalisnya harus berkomitmen menerapkan standar etika jurnalistik tertinggi dalam peliputan dan publikasi berita terkait aksi demonstrasi dan situasi terkini di tengah situasi yang tidak menentu," demikian bunyi seruan pertama dari pernyataan terbuka AMSI yang ditandatangani oleh Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika dan Sekretaris Jenderal AMSI Maryadi itu.

Selanjutnya, poin seruan kedua yang disampaikan AMSI ialah mengajak semua media massa dan jurnalisnya harus menjaga integritas informasi, dan memastikan bahwa masyarakat menerima informasi yang faktual, terverifikasi, dan tidak bias, bebas dari manipulasi atau distorsi.

red
Petugas kepolisian berada di ruangan yang hangus terbakar di Mapolres Jakarta Timur, Jakarta, Sabtu (30/8/2025). Puluhan mobil dan sejumlah ruangan hangus terbakar akibat aksi unjuk rasa yang berlangsung ricuh. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
KBR

AMSI berpendapat hal tersebut merupakan prinsip kunci dalam menjaga kepercayaan publik dan demokrasi.

Lalu untuk seruan ketiga, AMSI mengajak semua media massa bisa menyediakan sanggahan terhadap misinformasi maupun disinformasi terkait pemberitaan penyampaian aspirasi rakyat yang rentan dimanipulasi pembuatannya menggunakan kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI).

"Media massa harus menerapkan disiplin verifikasi dalam pembuatan semua produk jurnalistiknya serta aktif melakukan cek fakta untuk menyanggah misinformasi atau disinformasi yang marak beredar, termasuk yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan deepfake," demikian bunyi seruan ketiga dari AMSI.

AMSI mengharapkan ketiga seruan ini bisa diikuti oleh para pengelola media terutama para anggotanya sehingga fungsi publik media sebagai pilar keempat demokrasi menyediakan informasi yang benar dapat berjalan dengan optimal dan kepercayaan masyarakat tetap terjaga.

Kiat Menghindari Hoaks

Mafindo menyarankan Anda untuk memeriksa sumber berita dan mencari bukti pendukung. Selain itu, perhatikan ciri-ciri hoaks seperti judul yang sensasional dan provokatif, alamat situs yang tidak terpercaya, sumber berita yang tidak jelas, serta foto atau video yang tidak asli. Untuk pemeriksaan fakta lebih lanjut, Anda bisa menggunakan situs cekfakta.com atau aplikasi Hoax Buster Tools (HBT) dari Mafindo.

Ciri-Ciri Informasi Hoaks

  1. Judul Sensasional
  2. Sumber Tidak Jelas
  3. Tidak Ada Bukti Pendukung
  4. Situs dan URL Mencurigakan:
  5. Memicu Emosi

Cara Memeriksa Fakta

  1. Periksa Sumber Berita
  2. Cari Bukti Pendukung:
  3. Gunakan Alat Bantu
  4. Berpikirlah Kritis
  5. Cek Keaslian Gambar/Video:

Anda bisa menggunakan aplikasi atau situs pemeriksa fakta, seperti Hoax Buster Tools (HBT) dari Mafindo atau cekfakta.com.

Obrolan lengkap episode ini juga bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media berikut:

Baca juga:

Demonstrasi Makin Direpresi, Mengapa Terus Terjadi?

Tiktok
demonstrasi
demonstran
DPR

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...