"Marilah kita jangan terlalu lengah, jangan terlalu santai. Kita non-blok, kita tidak memihak, kita menghormati semua negara, itu maunya kita."
Penulis: Astri Septiani
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyoroti status darurat militer di Korea Selatan yang sempat ditetapkan oleh Presiden Korsel Yoon Suk Yeol. Prabowo mengajak semua pihak di dalam negeri tidak lengah menyikapi situasi tersebut.
Sebab kata dia, Indonesia merupakan jalur perdagangan dunia yang mungkin terdampak oleh situasi negara lain yang tengah memanas.
"Jadi saudara-saudara, marilah kita jangan terlalu lengah, jangan terlalu santai. Kita non-blok, kita tidak memihak, kita menghormati semua negara, itu maunya kita. Tapi saudara-saudara, 40 persen dari seluruh perdagangan dunia lewat lautan Indonesia, 40 persen seluruh perdagangan seluruh dunia lewat perairan kita. 70 persen energi Tiongkok, Korea, dan Jepang lewat perairan Indonesia," kata Prabowo dalam acara Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah yang digelar di Universitas Muhammadiyah Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (4/12/2024).
Menurut Prabowo, kondisi itu bisa memicu potensi Indonesia terseret dampak perang besar di negara lain.
Untuk itu Prabowo menilai butuh kepemimpinan politik yang handal. Ia menyebut kepemimpinan politik yang dimaksud bukan sekadar kepemimpinan politik dari pemerintah, namun perlu adanya kerukunan dan jiwa besar dari semua kalangan di tanah air.
Penuh Ketidakpastian
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga membahas kondisi geopolitik global yang penuh ketidakpastian. Kata dia, berdasarkan pengamatan pakar-pakar di Eropa, ada kemungkinan 17 persen terjadi perang nuklir di Eropa.
"Karena negara Barat mengizinkan peluru-peluru jarak jauh mereka menyerang Rusia. Rusia sekarang mengatakan dia boleh menyerang negara-negara Barat menggunakan senjata-senjata yang paling mutakhir. Belum Timur Tengah, belum di Asia, Taiwan dan Korea Utara," kata Prabowo.
Sebelumnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol sempat mengumumkan darurat militer diperlukan untuk melindungi negara dari apa yang dia sebut "kekuatan komunis". Namun kebijakan darurat militer tersebut menuai banyak protes masyarakat dan akhirnya dicabut.
Baca juga:
- Presiden Prabowo: Muhammadiyah Beri Contoh Toleransi dan Kehidupan Inklusif
- Istana Bantah Pernyataan Adik Prabowo soal Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara