"Nah tetapi yang harus kita ingat bahwa tidak hanya memberi pengampunan, tetapi jauh dari pengampunan itu harus dilihat Bagaimana upaya pemulihan, menyentuh akar masalah," jelasnya.
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua menyambut baik langkah Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada kelompok bersenjata yang terlibat konflik di Papua. Menurut Kepala Kantor Komnas HAM Papua Frits Ramandey, kebijakan ini mencerminkan komitmen politik yang baik dalam upaya menyelesaikan konflik di Papua secara damai.
"Ini adalah kemauan politik yang baik ya dari Pak Prabowo tentu dia seorang tentara punya pengalaman operasi, kita sebut saja di Timor Leste, lalu di Papua dalam pembebasan sandera dan penanganan di wilayah-wilayah konflik. Tentu Prabowo punya pengalaman itu untuk penyelesaian konflik, jadi kalau kita lihat memang kalau menyelesaikan konflik bersenjata dengan menggunakan senjata tentu sampai kapanpun tidak akan selesai," ucap Frits kepada KBR, hari ini.
Meski begitu, Frits mengingatkan pengampunan ini harus diikuti dengan langkah pemulihan dan penyelesaian akar masalah konflik.
"Nah tetapi yang harus kita ingat bahwa tidak hanya memberi pengampunan, tetapi jauh dari pengampunan itu harus dilihat Bagaimana upaya pemulihan, menyentuh akar masalah," jelasnya.
Baca juga:
Frits menjelaskan, pengampunan harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk korban, kelompok sipil bersenjata, pemerintah, serta masyarakat sipil melalui proses dialog kemanusiaan.
"Dan ini sejalan dengan apa yang pernah kami gagas di Komnas HAM untuk upaya dialog kemanusiaan gitu. Jadi kami tidak menyebutnya dialog damai, tapi kami menyebutnya dialog kemanusiaan. Kenapa menjadi dialog kemanusiaan sehingga yang hadir itu para pihak. Misalnya kelompok sipil bersenjata. Lalu saya politiknya, pemerintah Indonesia, perwakilan pemerintah, lalu para korban, lalu pihak pihak yang dianggap selama ini bekerja untuk kepentingan itu. Nah itu menjadi penting," kata Frits.
Kepala Kantor Komnas HAM Papua Frits Ramandey menanyakan syarat penerima pengampunan hukuman yang akan menjadi kebijakan Prabowo, sebagai salah satu upaya menyelesaikan konflik di Bumi Cendrawasih itu. Dia berharap, pengampunan hukuman tidak hanya ditujukan bagi para terpidana yang tengah menjalani masa hukumannya, melainkan juga pihak yang tengah menghadapi hukuman terkait konflik di Papua.
"Yang sedang berusaha menjalani hukuman ini bagaimana juga? yang belum ada putusan, tentu sebagai kepala Komnas HAM saya menyambut baik komitmen politik untuk penyelesaian Papua dengan cara yang memberi pengampunan, tetapi sekali lagi pemberian pengampunan harus dipertimbangkan dampak, pemberian pengampunan juga harus diikuti dengan upaya pemulihan, pemulihan baik itu korban-korban yang masih ada di pengungsian, atau korban pelanggaran Wasior dan Wamena yang sampai sekarang belum disentuh," tambahnya.
Proses Hukum Tetap Harus Berjalan
Ketika ditanya apakah amnesti juga seharusnya berlaku untuk anggota militer yang terlibat dalam pelanggaran HAM di Papua, Frits menegaskan pentingnya melanjutkan proses hukum. Menurutnya, pengampunan untuk pelanggaran HAM berat tidak dapat diterapkan, karena hal itu bertentangan dengan prinsip penegakan hukum.
"Kalau kita konteks kan di dalam pelanggaran HAM berat yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM, itu tidak bisa karena harus tetap melanjutkan ke proses hukum itu, untuk memastikan bahwa negara itu menghargai penegakan hukum. Bahwa nanti di dalam putusannya itu amnesti dan abolisi itu menjadi pertimbangan yang meringankan itu di luar, tetapi proses penegakan hukum tidak boleh berhenti dengan kebijakan Presiden ini, karena itu unsurnya adalah unsur negara bahwa pelakunya individu tetapi itu unsur negara gitu," tegasnya.
Baca juga:
Tim Khusus
Frits juga merekomendasikan pembentukan tim khusus di bawah presiden untuk menangani konflik Papua secara komprehensif. Tim ini diharapkan dapat bekerja langsung dengan berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, untuk memetakan akar masalah dan memberikan solusi yang tepat.
Dia juga mengkritisi pendekatan administrasi yang dilakukan pemerintahan sebelumnya, seperti Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) era Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono maupun tim Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Menurutnya peran tim-tim itu kurang efektif karena melakukan pendekatan efektif tanpa menyelesaikan akan masalah.
"Mereka ini kan bekerja secara administrasi untuk memberi rekomendasi tentang bagaimana percepatan pembangunan, itu tidak menyelesaikan problem karena apapun kebijakannya akan tersandera dengan siklus kekerasan di Papua. Terpenting sekarang adalah tim yang dibentuk presiden untuk membantu Presiden melalui Kementerian teknis dalam rangka menyentuh substansi konflik," jelasnya.
Frits pun menegaskan Komnas HAM Papua siap mendukung langkah Presiden Prabowo dalam upaya penyelesaian konflik Papua.
"Itu kita butuh waktu dan butuh orang-orang yang bisa diterima oleh kelompok sipil bersenjata, faksi-faksi politik, tapi juga pemerintah Indonesia. Kami Komnas HAM Papua tentu sangat bersedia membantu memberi dukungan kepada kemauan baik dari Presiden Prabowo," pungkasnya.