ragam
Guru Besar Unpad Soal RUU TNI: Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi

"Dan penolakan itu dilakukan dengan dua cara. Yang pertama yaitu untuk mencegah adanya peraturan yang memberikan atau membuka pintu masuk dwifungsi,"

Penulis: Astri Septiani

Editor: Resky Novianto

Google News
TNI
Ilustrasi senjata TNI. Foto: Wikimedia

KBR, Jakarta- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti menekankan agar niatan untuk kembali menghidupkan dwifungsi TNI harus ditolak.

Pernyataan itu disampaikan Susi menyikapi pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI oleh DPR dan pemerintah secara tertutup.

"Dan penolakan itu dilakukan dengan dua cara. Yang pertama yaitu untuk mencegah adanya peraturan yang memberikan atau membuka pintu masuk dwifungsi," kata Susi dalam konferensi pers di kanal Youtube Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik, Minggu (16/3/2025).

"Kemudian yang kedua yang tidak kalah penting adalah kekuatan atau konsolidasi kekuatan politik yang mempunyai kesadaran dan tanggung jawab untuk mengembangkan dan memelihara tata pemerintahan sipil yang demokratis," imbuhnya.

Susi menyebut upaya penolakan yang dilakukan bersama merupakan bentuk dari kesadaran masyarakat sipil. Untuk mempertahankan dan memperkuat tata pemerintahan sipil yang demokratis.

Dalam pernyataan bersama, masyarakat sipil yang terdiri dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Serikat Pekerja Kampus (SPK) menyatakan menolak kejahatan legislasi dalam pembahasan RUU TNI.

Pembahasan tersebut dinilai inkonstitusional, melanggar HAM, dan kebebasan akademik. Revisi ini disebut dilakukan secara diam-diam oleh DPR dan pemerintah.

Baca juga:

- Bivitri Susanti: Revisi UU TNI Kenapa Terburu, Tak Ada Kondisi Mendesak

Dwifungsi TNI
Dwifungsi ABRI

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...