indeks
SPDN di NTT Banyak yang Mati Suri

Nelayan Nusa Tenggara Timur (NTT) diminta untuk membeli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Ini menyusul tidak berfungsinya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di provinsi itu.

Penulis: Silver Sega

Editor:

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
SPDN di NTT  Banyak yang Mati Suri
SPDN di NTT, Mati Suri

KBR, Kupang – Nelayan Nusa Tenggara Timur (NTT) diminta untuk membeli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Ini menyusul tidak berfungsinya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di provinsi itu.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, Abraham Maulaka, usulan ini sudah dibicarakan dengan berbagai pihak terkait, seperti Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Kupang dan Pertamina.

"SPDN banyak yang sudah mati suri. Oleh karena itu saya mengambil beberapa langkah terobosan untuk dilakukan reorganisasi pengelolaanya. Sekarang dalam proses dengan menghidupkan kembali SPDN yang ada di beberapa lokasi, nelayan tidak akan mengalami kesulitan," kata Abraham Maulaka di Kupang, Selasa (12/8).

Nelayan di Kupang sebelumnya memprotes kebijakan pemerintah yang membatasi pembelian solar, termasuk bagi nelayan. Pembatasan itu dinilai sangat merugikan nelayan. Menurut Sekretaris HNSI Kota Kupang, Wam Nurdin, selama ini solar yang dialokasikan bagi nelayan ke sejumlah  SPDN tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nelayan. Apalagi dengan pembatasan ini nelayan akan lebih sulit lagi mendapatkan solar.
 
Di NTT kuota solar bersubsidi bagi nelayan selama setahun sebanyak 1,6 juta kiloliter. Sedangkan  kapal nelayan yang beroperasi di NTT sebanyak 9 ribu kapal. Di NTT terdapat 60 SPBU, 8 Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), 9 SPDN, 41 Agen Minyak Tanah, 11 lembaga penyalur pertamax dan 6 lembaga penyalur solar nonsubsidi.

Editor: Anto Sidharta

SPDN di NTT
Mati Suri

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...