indeks
Rencana Kenaikan PPN 12 Persen, Pakar: Tunda atau Kaji Ulang!

Kajian itu harus mengacu pada fungsi pajak yang mencakup tiga aspek, yakni stabilisasi, alokasi, dan distribusi.

Penulis: Ken Fitriani

Editor: Sindu

Google News
Rencana Kenaikan PPN 12 Persen, Pakar: Tunda atau Kaji Ulang!
Suasana Pasar Beringharjo Yogyakarta menjelang rencana kenaikan PPN 12 persen, Jumat, 22 November 2024. Foto: KBR/Ken

KBR, Yogyakarta- Pemerintah diminta menunda atau mengkaji ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen awal tahun depan. Permintaan itu disampaikan Pakar Ekonomi Makro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Imamuddin Yuliadi.

Alasannya, kenaikan PPN akan menggerus daya beli masyarakat, menurunkan tingkat konsumsi, serta menaikkan biaya produksi UMKM. Akibatnya, sektor UMKM berpotensi kehilangan pasar.

“Sebagai bagian dari masyarakat, selama masih ada pilihan lain selain menaikkan pajak, saya minta agar kenaikan pajak ini dapat ditunda dan dikaji ulang,” katanya dalam rilis yang dikirimkan, Jum'at, (22/11/2024).

Imamudin menambahkan, kenaikan PPN 12 persen akan mengakibatkan harga barang dan jasa yang dikonsumsi naik, sehingga besar kemungkinan terjadi inflasi.

"Untuk kalangan menengah ke atas, mungkin kenaikan ini tidak akan berdampak signifikan. Tetapi, untuk kalangan menengah terutama UMKM jelas akan menekan biaya produksi mereka. Oleh karena itu, solusi perlu dicari untuk kelompok yang rentan ini agar dapat mengurangi beban produksi bagi pelaku usaha," jelasnya.

Imamuddin menilai, alasan kenaikan PPN untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan meneruskan agenda-agenda pembangunan yang sudah ada, tak sepenuhnya dapat diterima.

"Namun sebenarnya protes masyarakat bukan hanya terkait dengan kenaikan pajaknya. Tetapi, juga sejauh mana akuntabilitas pemerintah dalam mengelola pajak," ujarnya.

Kaji Ulang

Imamuddin mendorong pengkajian ulang rencana kenaikan PPN 12 persen. Kajian itu harus mengacu pada fungsi pajak yang mencakup tiga aspek, yakni stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Artinya, jika penerimaan pajak pemerintah meningkat, maka pengeluaran fiskal pemerintah juga harus meningkat. Terutama untuk memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat.

Kata dia, distribusi dan alokasi pajak harus tepat sasaran, seperti untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Selain itu, stabilisasi ekonomi juga perlu dilakukan dengan menggerakkan sektor-sektor yang vital.

“Pemerintah juga harus profesional. Jika masyarakat benar-benar merasakan manfaat dari pembangunan yang dibiayai oleh pajak—seperti jalan yang lebih baik, pendidikan yang lebih baik, fasilitas kesehatan yang lebih baik, dan pelayanan publik yang lebih profesional, masyarakat mungkin akan lebih menerima kebijakan tersebut. Di negara lain, masyarakat cenderung tidak mempermasalahkan soal pajak, karena mereka mendapatkan timbal balik yang lebih besar,” ungkap guru besar UMY bidang ilmu ekonomi ini.

Menurutnya, masih ada ruang untuk perbaikan kebijakan fiskal dengan meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas pemerintah agar kepercayaan masyarakat semakin baik. Karena itu, sebelum kenaikan PPN diterapkan, perlu ada sosialisasi yang jelas kepada masyarakat mengenai bagaimana penggunaan dana pembangunan dilakukan dengan benar, akuntabel, serta penekanan terhadap kebocoran dana dan praktik korupsi.

“Selain itu, pemerintah sebaiknya mengundang para pakar dan pemangku kepentingan terkait, baik itu dari sektor pariwisata, perbankan, dan lainnya, agar masyarakat dapat menyampaikan aspirasi mereka, dan solusi yang terbaik dapat ditemukan," imbuhnya.

"Pemerintah juga harus memberikan pilihan pembangunan alternatif lainnya yang dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat, agar tidak menimbulkan reaksi emosional. Menaikkan PPN menjadi 12 persen di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang masih memiliki PR, akan berpotensi memperburuk sektor riil," pungkasnya.

Kenaikan PPN 12 persen mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam Pasal 7 Ayat 1 disebutkan, tarif PPN 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen akan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Baca juga:

PPN 12 Persen

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...