Pertemuan tersebut setelah KPK menetapkan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor:

KBR, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaporkan temuan perkembangan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Pertemuan tersebut setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Hal itu diungkap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kompleks Istana Kepresidenan, hari ini.
"Beberapa kasus saya sampaikan kepada beliau, dan perkembangan-perkembangan terakhir terkait dengan tugas dan fungsi kami. (termasuk soal SYL?) Iya semua, (alirannya bagaimana pak?) terima kasih ya," katanya kepada wartawan, dikutip dari Antara pada Kamis (12/10/2023).
Baca juga:
- Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK, Jokowi: Tanyakan ke Penegak Hukum
- Syahrul Yasin Limpo Mundur sebagai Menteri Pertanian
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan, tengah mengusut dugaan aliran uang korupsi bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ke Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
"Apakah ada aliran dana ke Nasdem, itu nanti masih didalami lagi," kata Johanis dalam konferensi pers daring melalui Kanal YouTube KPK RI, Rabu (11/10/2023).
Pada Rabu, (11/10/2023) malam, KPK resmi menetapkan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementan. KPK mengusut dugaan korupsi ini dalam tiga klaster, diantaranya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penerimaan gratifikasi, dan pemerasan terkait jabatan.
Selain Syahrul, KPK juga menetapkan dua tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH). KPK belum menahan Syahrul dan Hatta. Sementara Kasdi ditahan di Rumah Tahanan KPK hingga 20 hari kedepan, hingga 30 Oktober 2023.
KPK menduga uang hasil korupsi yang dinikmati para tersangka mencapai Rp13,9 miliar. Jumlah tersebut bisa meningkat seiring pendalaman lebih lanjut oleh penyidik.
Para tersangka disangkakan Pasal 12 huruf (e), Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 TAHUN 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga:
Kronologi Perkara
Dalam konferensi pers, Johanis mengatakan, Syahrul diduga membuat kebijakan sepihak yang mewajibkan bawahannya memberikan setoran. Duit itu dipakai Syahrul untuk memenuhi kebutuhan Syahrul dan keluarganya. KPK menduga, uang yang diserahkan dalam bentuk tunai maupun transfer rekening bank dan jasa.
KPK menduga uang itu dipakai Syahrul untuk mencicil tagihan kartu kredit, dan pembelian mobil mewah.
KPK juga menduga tersangka meninggikan anggaran atau mark up proyek-proyek di Kementan. Serta meminta uang kepada para vendor yang mendapat proyek di Kementan.
Editor: Muthia Kusuma Wardani