KBR68H, Jakarta
Penulis:
Editor:

KBR68H, Jakarta – Pemerintah diminta menata ulang kebijakan kegiatan pertambangan. Pakar hukum pertambangan Ryad Chairil mengatakan, selama ini tumpang tindih aturan masih terjadi dalam usaha pertambangan. Akibatnya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi rendah. Menurut dia, sebab utamanya karena usaha pertambangan di Indonesia dikelola oleh dua kementerian, yaitu ESDM dan Perindustrian.
“Karena ini menjadi konflik antara departemen pertambangan dengan departemen perindustrian dari dulu. Di dalam kewenangan UU baik di UU 11 maupun UU sekarang, yang namanya pertambangan itu, kan, mulai dari eksplorasi, eksploitasi, penjualan, pengolahan, pengangkutan, sama kayak migas. Di hilirnya migas. Tapi kemudian ketika pencatatan, ketika urusannya dengan pengolahan itu masuk ke Departemen Perindustrian. Kalau kita lihat kenapa sektor pertambangan ini minim? Karena yang dicatat itu di hulunya, royalti sektor hulu. Padahal kewenangan UU 4 tahun 2009 itu sampai diujung (hilir-red),” ujar Ryad dalam RDPU dengan Badan Anggaran DPR menyoal optimalisasi PNBP Sektor Perikanan, Kehutanan, dan pertambangan, Kamis (21/3).
Ahli hukum pertambangan Ryad Khairil juga mendesak pemerintah menetapkan pelabuhan yang akan menjadi area bongkar muat pertambangan. Selain itu, menyiapkan wilayah usaha pertambangan dan membentuk Unit Pelaksana Teknis untuk menagih dan mengawasi pajak PNBP pertambangan.