"Jadi saya pikir itu hanya kebijakan untuk kepentingan konten supaya viral ya, bukan kebijakan yang berpihak kepada anak."
Penulis: Siska Mutakin, Aura Antari
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengevaluasi program pendidikan barak militer untuk anak sekolah. Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menilai, pendekatan militer jauh dari nilai-nilai pendidikan yang seharusnya mengedepankan kesadaran dan nalar kritis.
"Pendidikan di barak militer itu yang didisiplinkan itu hanya tubuhnya saja, tetapi belum sampai pada bagaimana menumbuhkan nalar kritis, bagaimana menumbuhkan kesadaran kritis, bagaimana menumbuhkan cara berpikir atas konsekuensi-konsekuensi dari tindakan yang diambil atau yang dia lakukan," kata Ubaid kepada KBR.
Menurut Ubaid, pemerintah hanya menampilkan testimoni positif dari kegiatan itu. Padahal, JPPI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan praktik pemaksaan, intimidasi, hingga sanksi terhadap anak-anak yang menolak ikut dalam program tersebut.
Ketimbang melanjutkan program itu, dia menyarankan Dedi membenahi masalah pendidikan di Jawa Barat.
Menurut dia, masalah utama pendidikan di provinsi itu adalah banyaknya anak yang putus sekolah karena ijazah ditahan oleh pihak sekolah swasta.
Baca juga:
- Pendidikan Militer Siswa: Kontroversi Program Dedi Mulyadi dan Hak Anak
- Jilbab dan Keyakinan yang Dipaksakan
Berdasarkan catatan JPPI, Jawa Barat merupakan wilayah dengan angka putus sekolah tertinggi di Indonesia.
Kapasitas sekolah negeri di Jawa Barat hanya mampu menampung kurang dari 30 persen, sehingga lebih dari 70 persen anak harus bergantung pada sekolah swasta. Nahasnya, mereka terancam putus sekolah jika tak mampu membayar biaya pendidikan.
Ubaid mendorong Dedi memaksimalkan anggaran daerah untuk membenahi masalah tersebut. Dia justru menyoroti langkah Dedi yang memberikan bonus kepada siswa petugas upacara di barak militer.
"Jadi saya pikir itu hanya kebijakan untuk kepentingan konten supaya viral ya, bukan kebijakan yang berpihak kepada anak, kebijakan yang berpihak kepada masyarakat Jawa Barat yang anaknya sampai hari ini masih putus sekolah, lanjut sekolah, tidak punya biaya dan seterusnya," tegasnya.
Menurut Ubaid, memprioritaskan pemenuhan hak anak atas pendidikan jauh lebih penting dibandingkan membuat konten yang akan membuatnya viral.
"Itu tidak ada manfaatnya kecuali bagi gubernur yang memang bikin konten supaya viral itu manfaat banget. Tapi bagi anak Jawa Barat yang tidak ada manfaatnya, apa manfaatnya," ujarnya.
"Karena itu kami tidak tahu kenapa anggaran yang bersumber dari APBD Jawa Barat itu bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak jelas, suka-suka KDM (Kang Dedi Mulyadi), padahal ada hal yang lebih mendesak," ujarnya.

Sebelumnya, 273 siswa yang mengikuti program pendidikan karakter di barak militer dipulangkan kepada orang tua masing-masing. Mereka menjalani program itu selama 14 hari.
Meski dikritik, Dedi bersikukuh akan melanjutkan program tersebut.
Akui Duit Hasil Ngonten
Dedi Mulyadi juga menjanjikan uang bonus sebesar Rp25 juta kepada siswa yang menjadi petugas upacara dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Sate.
Dedi mengatakan bonus uang tunai juga akan diberikan kepada petugas upacara lainnya, tidak hanya siswa yang sudah mengikuti pendidikan di barak militer.
"Saya ngasih bonus untuk petugas upacara dari Dodik ini Rp25 juta untuk dibawa pulang ke rumahnya masing-masing. Dapat uang saku, makan enak, tidurnya nyenyak, berubah mental, bajunya bagus, pulang dapat bonus gratis lagi. Dan tentunya buat petugas yang lain juga kita siapkan Rp25 juta," ujar Dedi dalam upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Sate, Selasa (20/5/2025).
Dedi mengakui dirinya kerap dijuluki sebagai gubernur konten.
"Nanti ditanya lagi, itu duit dari mana? Ladang ngonten. Saya selalu ditanya, Pak Dedi duitnya dari mana? Ngonten. Habis itu dimasalahin lagi, gubernur konten. Lebih baik jadi gubernur konten, punya duit diberikan pada rakyat daripada gubernur molor," tukasnya.
Anggaran untuk program pendidikan di barak militer diklaim mencapai Rp6 miliar dengan kuota 2.000 siswa. Dana digunakan untuk kebutuhan seperti seragam, makan, honor pelatih, dan kebutuhan lainnya.
"Teknis-teknis saya tanganin waktu awal tapi karena jumlahnya semakin besar, maka alokasi anggarannya ada di Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan itu nanti uangnya itu diserahkan ke penyelenggara. Kami tidak mengelola," ujar Dedi di Aula Barat Gedung Sate, Bandung, Senin (05/05/2025).
"Komponennya ada seragam, makan, minum, seperti itu komponennya. Terus kemudian honorarium pelatih. Itu kan cadangan segitu kan digunakannya. Sekarang baru berapa kan kita belum tahu ya. Tapi itu dicadangkan untuk menangani apabila ada lonjakan yang sangat besar. Tapi kalau nanti diukur per siswanya berapa sih, nilainya per hari, sekian hari," katanya.
Baca juga:
- Lemhannas-KPAI Beri Catatan soal Pendidikan di Barak Militer ala Dedi Mulyadi
- Dedi Mulyadi Dilaporkan Komnas HAM karena Kirim Siswa ke Barak Militer