indeks
Pemilu 2024 Memakan Korban, UGM: Beban Kerja KPPS 20 Jam Tidak Manusiawi

"Orangnya yang harus ditambah, agar satu orang itu tidak bekerja selama 20 jam."

Penulis: Ken Fitriani

Editor:

Google News
Pemilu 2024 Memakan Korban, UGM: Beban Kerja KPPS 20 Jam Tidak Manusiawi
Warga memakamkan jenazah Joko Budiono, salah satu Ketua KPPS di Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/2/2024). (Foto: ANTARA/Didik Suhartono)

KBR, Yogyakarta - Penyelenggaraan Pemilu tahun ini masih memakan korban dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Meski jumlahnya lebih sedikit daripada penyelenggaraan Pemilu tahun 2019, namun hal ini juga masih perlu perhatian khusus.

Dekan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Yodi Mahendradhata mengatakan jika dari sisi penyakit yang dialami oleh KPPS pada Pemilu tahun ini pihaknya memang belum memiliki data yang valid karena belum melakukan riset mendalam.

Namun jika dilihat dari riwayat pelaksaan Pemilu 2019 lalu, sebagian besar KPPS yang meninggal setelah melaksanakan tugasnya disebabkan karena kardiovaskular atau jantung.

"Dugaan kami juga ini tidak beda jauh karena meskipun mereka harus memberikan pemeriksaan lab dari sisi kolesterol, tensi dan sebagainya tapi evaluasi yang kami terima itu bukan syarat yang untuk menggugurkan tapi itu pertimbangan saja," kata Yodi dalam Diskusi Media bertajuk 'Sepekan Setelah Coblosan: Quo Vadis Demokrasi Indonesia' di Fisipol UGM, Jumat (23/2/2024).

Hingga Jumat (23/2/2024), jumlah petugas adhoc KPU yang meninggal mencapai 94 orang.

Baca juga:


Menurut Yodi, kalaupun masih ada indikasi penyakit yang lain dan sulit mendapatkan penggantinya, maka mereka akan tetap dipekerjakan juga sebagai petugas KPPS.

"Bagi kami, poinnya untuk Pemilu ke depan, itu akan lebih humanis, lebih manusiawi. Karena kondisi yang sekarang ini menurut kami kurang manusiawi, dengan beban kerja jauh di atas maksimal," ujarnya.

Yodi menambahkan, untuk mengantisipasi jatuhnya korban pada Pemilu yang akan datang, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan dari sisi kesehatan oleh pemerintah.

Pertama, dengan menambah hari atau kedua, dengan menambah jumlah personel.

"Kalau memang bisa ditambah harinya. Kalau nggak bisa, baru orangnya yang ditambah. Tapi kalau dari sisi pelaksaannya saya tidak tahu, apakah opsi tersebut bisa masuk karena itu juga berkaitan dengan anggaran," ucapnya.

Lebih lanjut, Yodi mengatakan, turunnya jumlah korban pada pelaksaan Pemilu tahun ini karena adanya perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah dan penyelenggara Pemilu.

Di samping itu, adanya kontribusi dari kajian-kajian dari perguruan tinggi, salah satunya UGM, juga memberikan dampak signifikan menurunnya jumlah korban yang berasal dari KPPS.

"Rekomendasi berupa pembatasan usia, adanya screening dari BPJS yang kemudian di-introduce ke petugas KPPS itu juga turut berkontribusi, " katanya.

Yodi menambahkan, angka kesakitan ataupun kematian yang berasal dari KPPS pasca-pelaksanaan Pemilu sesungguhnya bisa dicegah. Salah satunya adalah dengan memberikan batasan kerja maksimal delapan jam.

"Kalau mau konsisten delapan jam ya harus dibikin shift. Tapi memang cost-nya akan lebih tinggi. Itu yang harus dihitung-hitung dari cost kesakitan yang ada. Kalau dari sisi waktu itu memang nggak bisa diubah lagi, karena dalam waktu singkat itu harus selesai. Ya orangnya yang harus ditambah, agar satu orang itu tidak bekerja selama 20 jam," kata Yodi.

Editor: Agus Luqman

#kabar pemilu KBR
#PemiluDamaiTanpaHoaks
Pemilu 2024
#pemilu2024
Petugas KPPS Meninggal

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...