indeks
Menunggu Bansos bagi Puluhan Ribu Korban PHK

Rencana penyaluran bansos untuk korban PHK terkendala kesulitan memperoleh data dari pengusaha.

Penulis: Ardhi Ridwansyah

Editor: Ardhi Ridwan

Google News
bantuan bagi pekerja kena PHK, jumlah korban PHK di era Jokowi, bansos untuk korban PHK
Ilustrasi. Aksi memprotes nasib industri tekstil di Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2024). (Foto: ANTARA/Novrian Arbi)

KBR, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengklaim sudah meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk mendata jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Muhadjir mengatakan, data itu dibutuhkan untuk penyaluran bantuan sosial dari pemerintah. Hanya saja, pendataan korban PHK mengalami kendala.

"Memang tapi masih ada kesulitan karena koordinasinya dengan pihak Kementerian Tenaga Kerja kelihatannya tidak cukup data-datanya karena banyak sekali perusahaan yang tidak melaporkan siapa saja yang kena PHK. Dan kita sudah siapkan untuk bantuan. Jadi akan kita telisik kita pilah mana yang harus diberi bantuan dan mana yang tidak," ucap Muhadjir kepada KBR, di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (04/09/24).

Menko PMK Muhadjir Effendy mengimbau perusahaan melaporkan data PHK pekerja kepada Kementerian Ketenagakerjaan.

Meski begitu, Muhadjir mengeklaim hanya sedikit korban PHK yang harus dibantu secara sosial karena jatuh miskin. Menurut Muhadjir, sebagian besar buruh telah terdaftar sebagai penerima berbagai macam jaminan, termasuk jaminan hari tua.

Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sejak Januari hingga Agustus 2024, jumlah pekerja korban PHK mencapai 46 ribu orang. Kasus PHK terbanyak ada di Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Barat. Sebagian besar PHK terjadi di sektor industri manufaktur atau industri pengolahan.

Asosiasi Produsen Benang dan Serat Filamen Indonesia (APSYFI) menyebut banyak perusahaan yang belum melaporkan data karyawan yang di-PHK karena kesulitan bayar pesangon.

Ketua APSYFI Redma Gita Wiraswasta mengatakan, kondisi itu disebabkan lesunya industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri yang sudah terjadi bertahun-tahun. Banyak industri TPT yang bangkrut. Imbasnya, perusahaan terpaksa mem-PHK 200 ribuan pekerja 1,5 tahun terakhir.

"Terutama di 2024 sudah mencapai 50 ribu karyawan yang di PHK. Ini masih yang di PHK ya, belum termasuk dirumahkan atau dikurangi jam kerjanya. Ke depan saya berharap dengan pemerintah baru, agar membenahi sektor ini. Karena mau tidak mau, kalau tidak membebani tekstil produk tekstil akan menjadi masalah baik dari sisi ekonomi maupun sosial. karena banyaknya pengangguran," ujar Redma kepada KBR, Rabu (4/9/2024).

Ketua Asosiasi Produsen Benang dan Serat Filamen Indonesia (APSYFI), Redma Gita Wiraswasta tidak begitu berharap ada insentif khusus bagi industri pertekstilan. Dia hanya meminta pemerintah mengatasi akar masalah gelombang PHK, yakni melindungi pasar domestik.

Caranya dengan membenahi sektor bea cukai seperti dari sistem kepabeanan. Menurutnya, upaya itu tidak hanya bisa menyelamatkan industri TPT, tapi juga industri manufaktur yang saat ini melemah.

Baca juga:

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut penurunan terjadi lantaran belum ada kebijakan berarti untuk menjaga industri manufaktur nasional. Selain itu, ada pelemahan penjualan yang menyebabkan stok barang menumpuk selama dua bulan berjalan. Kondisi itu masih ditambah gempuran produk impor murah ke pasar domestik.

Di lain pihak, Ketua DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN), Iwan Kusmawan berharap pemerintah memberikan bantuan sosial kepada pekerja yang terkena PHK.

“Oleh karena itu kalau terkait dengan bantuan sosial, itu kan sifatnya hanya sementara, waktunya juga tidak sampai satu bulan, dua bulan, tapi yang sangat penting itu adalah bagaimana ketika ini terjadi ada berkesinambungan sampai dengan mereka mendapatkan lagi terkait dengan hak-hak mereka,” ucapnya kepada KBR, Rabu (4/9/2024).

Iwan juga meminta pemerintah memberikan pelatihan kerja bagi korban PHK misalnya pelatihan wirausaha. Sehingga korban PHK bisa bekerja lagi.

Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR RI dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo menilai, iklim investasi yang melemah turut mempengaruhi angka PHK. Akibatnya, perusahaan harus memindahkan lokasi usaha, yang mengakibatkan banyak pekerja di-PHK.

“Memang ada beberapa faktor ya, salah satunya karena geopolitik, karena pasar di luar negeri menyusut, berkurang. Sehingga implikasinya tentu produksi kita mengalami suatu kendala. Tapi, kalau dari sisi internal dalam negeri memang perlu menjadi perhatian bersama, iklim investasi menjadi salah satu penyebab. Kita mengajak mendorong kepada pengusaha, par pekerja difasilitasi pemerintah untuk duduk bersama,” ucapnya dikutip Rabu (4/9/2024).

Rahmad mendorong pemerintah menyalurkan insentif fiskal dan non-fiskal kepada industri tekstil dan pakaian yang sedang terpuruk. Seperti pengurangan pajak hingga subsidi produksi.

Sementara itu, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi menilai masalah PHK di Indonesia merupakan buntut dari kegagalan pemerintanh menjaga stabulitas ekonomi nasional.

“Pemerintah perlu mempersiapkan langkah jangka menengah terutama merespons ketidakpastian ekonomi global, kalau kemudian PHK ini terus terjadi sampai misalnya di tahun depan, saya kira efeknya ini juga sangat buruk ya terhadap perekonomian nasional teemasuk karena daya beli masyarakat menurun dan ini pasti juga menimbulkan inflasi,” ucapnya kepada KBR, Rabu (4/9/2024).

Baca juga:

bansos untuk korban PHK
Ekonomi
PHK

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...