Akan ada tahap selanjutnya.
Penulis: Astri Septiani
Editor:

KBR, Jakarta- Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima laporan dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, untuk tahap pertama, ada empat perusahaan debitur yang dilaporkan Kemenkeu. Kata dia, akan ada tahap selanjutnya.
“Jadi untuk tahap pertama 2,5 triliun (rupiah) dengan nama debiturnya saya sebutkan RII sekitar 1,8 triliun, PT SMR 216 miliar, PT SRI 1,44 miliar, dan PT BRS 305 miliar. Jumlah keseluruhannya total Rp2,505 triliun,” kata Burhanuddin di Jakarta, Senin, (18/03/24).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan LPEI memiliki tim terpadu untuk meneliti kredit-kredit bermasalah di lembaga tersebut.
Tim tersebut kerja sama berbagai lembaga, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jamdatun Kejaksaan Agung, dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
Dari hasil penelitian tim terpadu itulah, ada indikasi fraud atau kecurangan dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur.
Sri juga menyampaikan bahwa Kemenkeu terus mendorong bersih-bersih di tubuh LPEI. Ia juga mendorong jajaran direksi LPEI terus meningkatkan peranan serta tanggungjawabnya untuk membangun tata kelola yang baik.
"Zero tolerance terhadap pelanggaran hukum, korupsi, konflik kepentingan dan harus menjalankan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 2/2009 (UU tentang LPEI, red)," tambahnya.
Sekilas tentang LPEI
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang LPEI.
Salah satu tujuannya ialah untuk menunjang kebijakan pemerintah guna mendorong ekspor nasional.
Dalam Pasal 1 undang-undang tersebut dijelaskan, pembiayaan ekspor nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan untuk mendorong ekspor nasional.
Pasal 5 ayat 1 terdapat tiga bentuk pembiayaan yang diberikan, yakni pembiayaan, penjaminan dan/atau asuransi.
Komposisi pemegang saham di LPEI, 100 persen dimiliki Pemerintah Indonesia, yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Baca juga:
Editor: Sindu