indeks
Menanti Keberanian Bawaslu Menindak Anggota TNI/Polri yang Tak Netral

Bawaslu mesti berani menegakan sanksi bagi pelanggar netralitas itu.

Penulis: Heru Haetami

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
Pilkada
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan keterangan kepada wartawan di Media Center Bawaslu, Jakarta, Senin (28/10/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir

KBR, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penjatuhan pidana bagi anggota TNI/Polri yang tidak netral dalam pilkada. Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, Bawaslu mesti berani menegakan sanksi bagi pelanggar netralitas itu.

"Iya kalau soal sanksi kan sebetulnya sudah clear dan jelas ada dalam Undang-Undang Pilkada ya. Ada larangan, ada sanksi bagi pejabat, negara, TNI, Polri, ASN, bahkan kepala desa yang terlibat dalam politisasi kemenangan pilkada. Nah tinggal sejauh mana Bawaslu berani untuk melakukan penegakan hukum," ujar Fadli kepada kBR, Minggu, (17/11/2024).

Fadli mengungkap, selama ini dorongan dan kekecewaan publik terhadap kinerja Bawaslu dalam menindak pelanggar netralitas sudah begitu besar.

Hanya saja, kata dia, pelanggaran netralitas masih terjadi lantaran tidak ada sikap tegas dan keberanian dari lembaga pengawas pemilu itu.

"Dan memang kalau dilihat ya, persoalan netralitas ini memang tidak terjadi di pilkada ini saja. Dan pembelajarannya adalah kenapa selalu terulang, karena memang penegakkan hukumnya sangat lemah. Itu yang harus didorong betul kepada Bawaslu sebetulnya," katanya.

Fadli menegaskan, pascaputusan MK tersebut, Bawaslu memiliki otoritas dan kewenangan penegakkan hukum pelanggaran netralitas pejabat pemerintahan, TNI, dan Polri.

"Pimpinan-pimpinan lembaga negara seperti Polri, Panglima TNI, termasuk juga Kemenpan RB, BKN, itu bisa diajak bicara. Tapi kan tidak cukup diajak bicara saja, karena aktornya banyak, pejabat pembina kepegawainnya banyak. Tapi kuncinya menurut saya sih adalah penegakan hukum," katanya.

Dalam putusan Kamis (14/11/2024) lalu, MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan bakal bersurat kepada TNI dan Polri, terkait putusan MK tersebut.

Rahmat Bagja bilang, surat itu sebagai bentuk pencegahan pelanggaran.

"Kami sedang melakukan pembuatan surat itu setelah putusan MK, kami kaji makanya nanti akan dikirim surat sebagai bentuk pencegahan jika terjadi pelanggaran pidana oleh aparat TNI maupun Polri setelah putusan MK, kami tentu akan berkoordinasi dengan Mabes TNI dan Polri. Ini klarifikasi juga, kemarin apakah suratnya sudah dikirim apa belum, belum. Kalau surat netralitasnya sudah dikirim dari tanggal 11 Juni apa Juli yang lalu. Pada saat pencalonan akan dimulai," ujar Bagja di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta, Senin, (18/11/2024).

Selama ini, dugaan pelanggaran pidana pemilu ditindaklanjuti oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Forum itu terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.

Baca juga:

DPR RI
netralitas ASN
Bawaslu RI
#pilkada2024
Mahkamah konstitusi
Pilkada 2024
TNI
Polri

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...