indeks
Menag: Ateis Bertolak Belakang dengan Sila Pertama Pancasila

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan kaum ateis (tidak percaya adanya Tuhan) tetap harus memiliki KTP yang mencantumkan kolom agama.

Penulis: Aisyah Khairunnisa

Editor:

Google News
Menag: Ateis Bertolak Belakang dengan Sila Pertama Pancasila
lukman hakim syaifuddin, menteri agama, ateis

KBR, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan kaum ateis (tidak percaya adanya Tuhan) tetap harus memiliki KTP yang mencantumkan kolom agama. 


Menurut Lukman, ini lantaran ateis bertentangan dengan sila Ketuhanan YME yang menjadi dasar negara. Oleh karenanya, Menag tak mau memberi pilihan lain bagi kaum ateis, untuk tetap mempunyai kolom agama di KTP mereka, meskipun dikosongkan. 


"Kita kan negara yang berdasar pada Pancasila. Di mana jelas sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa. Karenanya apakah orang ateis itu dimungkinkan untuk hidup di Indonesia? Menurut saya itu sama sekali bertolak belakang dengan Pancasila kita," kata Lukman selepas menghadiri upacara memperingati Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Senin (10/11), 


Lukman mengatakan, para penganut keyakinan lain di luar enam agama yang diakui pemerintah kini memang boleh mengosongkan kolom agama di KTP. Namun jika nanti RUU Perlindungan Beragama sudah disahkan DPR, Menag berharap para penganut keyakinan minoritas ini bisa mencantumkan keyakinannya. 


Namun bagi ateis, karena dianggap bertentangan dengan dasar negara, akan tetap memakai format KTP dengan pencantuman agama.


Kolom agama sendiri kini diatur dalam UU Administrasi Kependudukan. Fungsinya, memudahkan warga ketika bersaksi sesuai agamanya di pengadilan. Dan jika si pemilik KTP meninggal di suatu tempat tanpa keluarga, tetap bisa disemayamkan dengan cara agama yang tertera di KTP.


Editor: Antonius Eko 


lukman hakim syaifuddin
menteri agama
ateis

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...